Pernahkah kau mengagumi seseorang ?
Pastilah pernah..
Mengagumi sesuatu atau seseorang adalah hal yang indah..
Dan kau harus bangga dengan itu..
Seperti aku,
Tahukah kamu ?
Kekaguman dalam hatiku berubah menjadi suka..
Berubah menjadi cinta..
Ya, aku mencintainya..
Lalu apa yang harus kau lakukan jika kau berada di posisiku ?
Apa ? mengungkapkan perasaanku padanya ?
Kurasa tidak.
Sampai kapanpun tidak akan pernah.
Aku tak tau bagaimana cara mengungkapkannya.
Aku ingin dia melihatku.
Menyadari bahwa aku ada.
Ada untuk selalu mengaguminya..
Namun tak nyata.
>>>>>
Aku
melihatnya. Ya, walau aku yakin Ia tak melihatku. Ku betulkan letak
kacamata tutup botol yang rada melorot. Sedetik pun aku tak ingin
melewatkan tiap-tiap bahagia aku memandangnya. Disana, ditengah
lapangan basket, Ia berlari. Mengerahkan segala kemampuannya untuk
menjadi yang terbaik. Mengerahkan seluruh strategi terbaiknya dalam
permainan. Keringat yang ber cucuran melalui dahi dan pelipis sama
sekali tak memudarkan ketampanannya. Bahkan Ia semakin tampan.
Dapat.
Ia memegang kendali atas permainan sekarang. menggiring bola menuju
ring kemenangan. Ayolah. Ayo. Sedikit lagi. kalahkan lawan lawanmu.
Kamu pasti bisa. Dan..
SHOT !
“Woooooo !!!”
sorakan riuh dari penonton-yang mayoritas kaum hawa- dibarengi dengan
suara tepuk tangan mengakhiri pertandingan dengan hasil unggul untuk
sekolah kami. yeah..siapa lagi kalau bukan karna dia ?
“Rio..Rio..Rio..!!”
dari Tim Cheers kompak menyebut namanya. Aku bisa melihat rona bahagia
menghiasi wajahnya. Entahlah, jika aku melihatnya tersenyum, suatu
daya maha kuat menggetarkan hatiku. Mendorongku untuk ikut tersenyum
bersamanya. Seperti saat ini. aku turut bahagia atas prestasi yang Ia
capai.
Aku melirik jam ditanganku. Diriku menghela. Sudah
jam setengah 6. Gawat, kalau tidak cepat cepat pulang bisa dimarahi
aku. sekali lagi kubetulkan letak kacamataku. Hmm..aku tak bisa
membayangkan apa yang terjadi padaku begitu sampai di rumah nanti. Baru
kali ini aku berani pulang sesore ini. apa hanya untuk melihatnya
beraksi dilapangan basket ? mungkin.
Sekali lagi aku
memandangnya. Ah..Ia begitu sempurna dimataku. Senyumnya, suaranya,
tatapan matanya. Bagiku dirinya tak ada cacat cela dimataku. Oke Ify,
saatnya pulang. Toh besok kamu masih bisa bertemu lagi dengan pangeran
kuda putihmu itu. kupuaskan mata untuk memandangnya sebelum membalikkan
tubuh.
“Hey..” seru seseorang tepat saat aku akan
berbalik. Tunggu, suara yang khas di telingaku. Suara yang amat kupuja
puja. Tanpa berfikir panjang, akupun menoleh. Dan aku berharap nyawaku
tak hilang saat itu juga kala melihat didepanku, dia..dia tengah
tersenyum kearahku. Melambaikan tangannya. Kurasa itu isyarat untuk
mendekat mungkin.
“Iya kamu, sini” serunya sekali lagi. Oh
Tuhan, apakah ini mimpi ? Rio memanggilku ? menyuruhku untuk mendekat
kepadanya ? apakah Rio bicara padamu Ify ?
Berhentilah
grogi. Stop ! percaya pada dirimu bahwa kamulah yang dimaksud Rio! aku
melafalkan kalimat itu berkali-kali. Mencoba menetralisir rasa tak
percaya diri. hmm..cukup! aku tak mau membuatnya menunggu lama.
Kulangkahkan kaki, menuju ketempatnya berpijak.
BUUKK..
“Aww..” pekikku saat sesuatu yang keras menubrukku dari belakang. Aku mendongak.
“Eh
sori sori” si penabrak itu meminta maaf padaku. Setengah menit setelah
kejadian tabrakan, aku masih mematung ditempatku. Masih dalam posisi
setengah duduk setengah berdiri. Bukan, bukan karna efek tabrakan kecil
itu. tapi..
Didepanku. Rio tengah becanda ria
dengan..dengan seseorang yang tadi menabrakku. Yeah berfikirlah positif
Ify. Sesungguhnya kejadian didepanmu itu menyadarkanmu dari mimpi yang
panjang. Bahwa bukan kamu yang dipanggil Rio tadi. bukan. Bukan aku.
melainkan dia, Pricill. Perempuan cantik nan populer. Ketua OSIS, kapten
basket putri, anak konglomerat. Ya, dialah permaisuri yang pantas
mendampingi pangeran tampan.
Bukan upik abu sepertiku..
>>>
“Dari mana aja kamu ?” suara itu langsung memburuku begitu aku membuka pintu. Suara ayahku.
“Da..dari..kerja
kelompok yah” jawabku takut-takut. Saking takutnya hingga aku
menundukkan kepala. Semoga ayah tak melihat kegugupanku. Semoga beliau
tak mencium kebohonganku.
BRAKK !
Pundakku
terlonjak saat ayah menggebrak meja ruang tamu. Aku pasrah. Semoga ayah
tak menggunakan tangan atau kakinya untuk memberikan pelajaran padaku,
atau sekedar pelampiasan emosi. Semoga hanya umpatan dan cacian yang
kuterima. Tak lebih. Aku mohon Tuhan..sekali ini saja..
“Lain
kali kalo kerja kelompok inget waktu!! Kamu masih punya kerjaan rumah
yang harus diselesaikan !!” bentak ayah. Aku mengangguk. Kugigit bibir
bawah keras-keras. Sementara tanganku meremas tas slempang-ku.
“Besok
besok kalo ada kerja kelompok yang sampe sore seperti ini, jangan
ikut! Sok rajin kamu! pekerjaan rumah lebih penting! ngerti kamu ?!!”
“Nge..ngerti yah” jawabku pelan. Bagaimanapun aku tak mau membuat ayah makin emosi karna jawabanku yang bukan-bukan.
“Yaudah, sekarang kamu mandi, ganti baju. terus siapin makan malem” perintah ayah segera kulaksanakan.
Ah..hari
yang melelahkan. Perintah ayah sudah aku laksanakan 2 jam yang lalu.
Belajar juga sudah kulakukan sejam yang lalu. Saatnya tidur.
Kenapa
? kalian heran dengan kelakuan ayah yang ‘abnormal ?’ oke biar
kujelaskan. Ayah sebenarnya orang baik. Dulu, Kehidupanku dan
keluargaku sangat harmonis. Ayah, ibu, aku, dan adikku, Ozy. Kami hidup
berkecukupan. Namun sayangnya, saat aku kelas 8 SMP, rekan kerja ayah
tak suka dengan prestasi ayah di kantor. Mereka menjatuhkan ayah dengan
fitnah keji yang tak pernah ayah lakukan. Ayah dipecat tanpa
penghormatan. Nama ayah di blacklist oleh sejumlah kantor kantor besar.
Sejak saat itu sampai sekarang, ayah menganggur.
Hidup
yang keras terus menekan kebutuhan kami menjadi semakin membengkak.
Hingga keadaan memaksa kami menjual seluruh harta mewah kami dulu. dan
pindah ke rumah yang lebih kecil. Sejak menjadi pengangguran,
temperamen ayah berubah. Menjadi lebih buruk kurasa. Dan untuk menopang
hidup, ibu lah yang harus mengkorbankan dirinya untuk terbang ke Arab
Saudi. Menjadi tenaga Kerja disana.
Tapi tak apa, walau
demikian aku tetap menyayangi ayahku. Beliau ayah yang hebat.
Setidaknya aku bisa belajar mandiri dan tegar karna didikan beliau.
>>>
Kebiasaan
disekolahku memang unik. Yaitu menulis pesan atau uneg-uneg di kamus
perpustakaan. Kalian ngerti ? itu loh..kamus lusuh yang jumlahnya
20-an. Yang dipinjam tiap kelas dari perpustakaan tiap ada tugas
mencari kosakata. Kala diberi tugas oleh guru bahasa inggris yang
mengharuskan meminjam kamus, parahnya, siswa siswi bukannya mencari
kosakata yang dimaksud, malah membaca pesan/uneg-uneg dari penulis
sebelumnya. Bahkan ada yang menambahkan dengan menulis sesuatu.
Dan
hari ini kelasku mendapat giliran meminjam kamus guna menyelesaikan
tugas dari Bu Winda, yakni mencatat 100 kata masing masing anak. Hmm..
“Haha..parah
banget nih” celetuk teman sekelasku. Kelas mulai ramai. Ada yang
kaget, ada yang cekikikan. Mereka semua asik membaca pesan pada kamus
dimeja mereka masing-masing.
“Ck, ada ada aja. Suruh nyari kata, malah baca yang engga-engga” ucapku. Ah lebih baik aku mencari tugas agar cepat selesai.
“Kamu ngapain sih Fy ? nyari tugasnya Bu Winda ?” usik Zahra, teman sebangkuku.
“Lah emang semestinya begitu kan ?”
“Ga
asik kamu. nyantai aja kali. Percaya deh, pasti bu Winda juga ga akan
periksa tugas kita. Siniin kamusnya, aku mau baca baca” katanya sembari
merebut kamus yang tadinya dibawah kekuasaanku. Aku hanya pasrah.
Melihat Zahra asik, aku mulai penasaran juga -,- kuputuskan untuk ikut
membaca.
“Haha, liat ini Fy” tunjuk Zahra. Aku turut membaca apa yang ditunjuk Zahra.
‘Dear
Angel..oh Angel, dirimu sama seperti namamu..dirimu layaknya malaikat
yang menaungi hatiku. Oh Angel, tatapanmu membuat diriku sejuk. Oh
Angel, suaramu seperti 3 Diva yang mengalun indah di telingaku. Aku
menyukaimu Angel..by Daud’
“Hahaha..kocak parah si
Daud” aku ikut tertawa bersama Zahra. Norak sekali cara Daud ? berani
taruhan berapa, Angel pasti malu sekali mendapat terror ‘kamus’ seperti
ini. ahahaha..
“Liat ini Fy” tunjuk Zahra (lagi).
‘Eh
murid baru cantik, siapa namanya ? oh Alya. Eh tapi kok mukanya jutek
gitu sih. ga pernah senyum. Begitu gue liat dia ngomong, astaga ompong
toh. Pantesan mingkem mulu’
“Hah ? serius Alya
ompong ? baru tau aku” komentar Zahra. Aku mengangguk tanda setuju.
“Iya Ra. Pantes aja ya dia jarang ngomong”
Kami lanjutkan ‘kegiatan’ kami. kali ini ke halaman berikutnya.
‘Mona dana Lisa kembar ya ? tapi kok cantikan Lisa ya ? habisnya Mona centil sih. kaya Jabs aja. OPSS !’
Wadaw,
frontal sekali. Mona dan Lisa adalah saudara kembar berdarah
Indo-Prancis yang minim pengetahuan berbahasa Indonesia. Jadi
kemungkinan kecil mereka tak mengerti apa yang ditulis disini. kecuali
jika keduanya cukup cerdas untuk menenteng kamus Indonesia-Perancis
kemanapun.
Selanjutnya..
‘Eh Oik,
gausah lebay deh lo pake ngerebutin cowo orang segala. Ngaca woy ngaca.
Cakka itu punya gue, ngapain pake rebut rebut segala ? lo pikir lo oke
?’
“Ini pasti Shilla yang nulis” terka Zahra.
Belakangan ini, gosip cinta segitiga antara Shilla-Cakka-Oik memang
ramai dibicarakan. Santer terdengar kabar bahwa Cakka diam-diam
menyukai Oik, teman sekelasnya dari desa. Membuat hubungannya dengan
Shilla renggang. Tapi entahlah mana yang benar.
Lanjut..
‘Awaw
matanya Alvin ngga nahan deh. Sipitnya itu lhooo..ALVIIIIN..I Heart
you..you know me so well..I Need You, I Love You, Aisheteru..MUACH :**’
Aku
dan Zahra kompak cekikikan. Kami tau siapa penulis pesan diatas.
Pastinya IRVA! Siapa lagi ? cewe berbody subur yang tergila gila dengan
Alvin, kapten Futsal sekaligus atlet renang. Jika Alvin tengah
bertanding, pasti Irva paling heboh.
Zahra membalikkan lembaran ke halaman berikutnya.
‘Rio ganteng. Gue udah bertahun tahun sukaaa sama lo. Sayangnya ada si pricill. Dih ga pantes lo dapetin Rio!’
Perasaanku
aneh saat membaca pesan tersebut. Entahlah, mungkin sederet kalimat
itu SEDIKIT membuatku senang. Setidaknya aku punya ‘dukungan’.
Mataku mengekor ke bagian bawah.
Dan..tertegun.
‘Ngga ada cewe dalam hidup gue yang sehebat Pricill.. Dia begitu sempurna. Gue sayang sama lo Cill. R’
Yeah..hanya dengan beberapa patah kalimat mampu menghancurleburkan hati gue. R ? siapa lagi kalau bukan Rio ?
“Fy ?”
“FY ?!” aku tersentak. Apa apaan ini Zahra ? -,-
“Iya..kamu kenapa sih ?”
“Ck, kamu tuh yang kenapa. Ngapain ngelamun ? cemburu ya ?” terka Zahra. Ngarang saja dia.
“Ngga kok” jawabny sembari membetulkan letak kacamata.
“Halah
boong. Aku tau kok kamu suka sama Rio. Fy, kalo kamu ga brani bilang,
tapi pengen Rio tau, tulis aja pesen di kamus ini. aku yakin deh Rio
pasti baca. Jika takdir menghendaki kamus ini jatuh ke tangan Rio. Rio
pasti tau bahwa ada diluar sana, sosok cewe luarbiasa yang mengagumi
dia melebihi apapun” terang Zahra panjang lebar.
“Enak
aja kamu bilang aku cewe luarbiasa ? emangnya aku anak SLB apa ? ngga
ah. Aku lebih nyaman dengan keadaanku yang kaya gini. Tanpa harus Rio
tau” putusku. Walau kutahu, sebenarnya aku telah berbohong.
>>>>
“Ada
apaan nih ? rame-rame ?” tanyaku kala baru menjejakkan kaki di lantai
kelas dan terheran-heran melihat keramaian yang ‘tak lazim’.
Masing-masing dari teman sekelasku menggenggam secarik kertas berwarna
biru muda. Umm..lebih mirip undangan mungkin.
“Ada apa ya De ?” tanyaku sekali lagi. Dea, sang ketua kelas menoleh. “Rio ulang tahun”
Aku tertegun. Dan tampaknya memang selalu begitu tiap ada orang menyebut nama Rio. “Ulang tahun ? kapan ?”
Dea
melirikku sinis. Sembari memeluk undangan ditangannya. Seakan-akan aku
hendak merebutnya. “Nanti malem. Oia jangan envy ya. gue tau lo ga di
undang. Secara pesta ini Cuma buat anak anak POPULER. Dan LO, ngga
termasuk didalemnya!”
Skak mat! Kata-kata Dea barusan
bagai godam yang memukul keras hatiku. Menyadarkanku sebuah ungkapan
‘cinta tak harus memiliki’ dan akupun harus sadar bahwa aku tak pantas.
Sama sekali tak pantas.
Ah ketimbang hatiku makin galau
melihat suasana kelas, lebih baik aku mengungsi ke perpustakaan. Disana
jauh lebih tenang. Sayang Zahra hari ini sakit.
Yeah..karna aku tak punya teman lain selain Zahra. Menyedihkan.
Jariku
menyusuri tiap buku-buku yang tertata rapi di perpus kami. entah apa
yang kucari. Kuputuskan untuk mengambil ATLAS dan membawanya ke meja
baca. Kupikir aku akan mencari suatu lokasi yang bagus untuk
menenangkan diri. mungkin.
TAP..TAP..TAP..
Ck,
siapa sih pagi-pagi sudah main kejar-kejaran ? gerutuku dalam hati.
Menurutku terlalu berlebihan sepasang anak SMA berlarian kesana kemari,
kejar-kejaran tak jelas. Seperti film Kuch-Kuch Hotta Hai saja.
TAP..TAP..TAP..
Suara
itu memaksaku untuk mengangkat kepala. Kegiatan menelusuri jalan di
Pulau Sumatera kuhentikan sejenak. Penasaran juga siapa yang bermain
dalam lakon Kuch-Kuch Hotta Hai versi SMA.
“Cill,
ayolah..aku ngga ada apa apa kok sama Zevana. Aku sengaja minta dia
buat bantu aku di acaraku nanti malem” seseorang tampak memohon. Dan
aku paham suara itu.
Rio.
Detik berikutnya,
kuputuskan untuk bangkit dari kursi. Mencuri pandang ‘acting’ dari
balik jendela perpustakaan. Hmm..seperti apa sih pertengkaran ala anak
populer ?
“mentang-mentang dia mau bantu kamu, terus kamu
lupa janji kamu sama aku ? kemaren sore aku nungguin 2 jam di café tau
ga!” marah Pricill. Aku yakin gadis itu memang sedang emosi sekali.
Wajahnya memerah.
“Janji ? janji apa ?” Rio balik bertanya. Pertanyaan bodoh!
Kini aku yakin Pricill bisa menelan Rio hidup-hidup. “Ck, kita janji ketemuan di frescofft café jam 4! Masih lupa ?!”
Rio cengo (tapi tetap tampan dimataku) menyadari keteledorannya, kurasa.
“Astaga,
aku lupaaa…maaf ya Cill. Demi Tuhan aku lupa” Rio berkali-kali meminta
maaf. yang kulihat terakhir Pricill melarikan diri. kabur dari ‘scene
film Bollywood’. Hm..padahal sedang seru-serunya. Kuputuskan kembali ke
tempat duduk.
Kreeeekkk..
Sesuatu membuat kepalaku kembali mendongak. Tertegun. Yeah kalian pasti tau siapa itu ? tepat. Rio.
“Bu
Kartika mana ?” tanyanya. Entah pada siapa. yang jelas matanya
mengarah padaku. Tapi aku tak ingin dibuat geer seperti waktu di
lapangan kemaren. Jadi kuputuskan diam saja.
Aku tau
kalian menganggapku sangat bodoh. Kenapa ? karna hanya aku yang berada
di perpustakaan itu. sedangkan penjaga perpus yang ditanyai Rio belum
datang.
Bodohnya kusadari itu 30 detik setelah Rio bertanya. Membuatnya menahan pandangan matanya kearahku. “Bu..Bu Kar..”
“Ah
udahlah” Rio menepiskan tangannya kearahku. Menandakan bahwa Ia sudah
tak lagi membutuhkan jawabanku. Ya tentu saja, siapa yang mau menunggu
lama untuk jawaban dari pertanyaan sederhana ? untungnya Rio cukup
cerdas untuk melihat meja Bu Kartika yang masih kosong.
Pemuda
itu melangkah dingin. Menuju rak tempat mereka menaruh kamus-kamus.
Mataku terus mengekor Rio. mengamati tingkahnya. Kali ini Ia mengambil
sebuah kamus. Lalu berbalik arah, kearahku. Membuatku tersentak untuk
segera menundukkan kepala.
“Gue pinjem pulpen” pintanya. Aku hanya mengangguk sembari merogoh tas slempangku. Lalu menyerahkan benda yang dimaksud.
“Jangan
bilang-bilang sama Bu Kartika ya” pintanya lagi. aku tak mengerti
maksudnya. Kulihat Ia membuka kamus. Menuliskan sesuatu. Tak kurang
dari semenit, kesibukannya selesai.
“Thanks ya” ujarnya
saat mengembalikan pulpen. Lagi-lagi aku mengangguk. Lalu Ia melangkah
ke tempat semula guna mengembalikan kamus tersebut ke tempat asalnya.
Setelah itu pergi begitu saja.
Penasaran. Ya, aku ingin
tau apa yang Rio tulis di kamus tadi. aku melirik jam. Masih sekitar 5
menit lagi sebelum bel. Kurasa aku masih punya waktu yang cukup.
Mumpung sepi.
Tanganku meraih kamus yang diletakkan
paling atas. Aku yakin ini kamus yang tadi diambil Rio. rada gugup,
entah karna apa. Dimana Ia menulis tadi ? aku masih sibuk
membolak-balikkan halaman dan tersentak begitu melihat salah satu
halaman yang paling mencolok dibanding tulisan yang lain.
‘I ♥ you, Pricill. Forever and Ever..’R’”
Sederhana
namun berarti. Dengan emot ♥ yang digambar dengan ukuran besar.
Sempurna. Hari yang amat sempurna. Sempurna menghancurhan hatiku.
Ayolah Fy..bukankah cinta tak harus memiliki ?
Jika cinta tak harus memiliki, lalu aku dapat apa ?
Rio pasti tau bahwa ada diluar sana, sosok cewe luarbiasa yang mengagumi dia melebihi apapun.
Sebersit
kalimat yang muncul dalam benakku. Ucapan Zahra kemarin. Yeah, aku
memang tak harus memiliki raganya, tapi setidaknya Ia harus tahu bahwa
aku ada. Bahwa aku, I-F-Y berdiri disini untuk selalu mengaguminya.
Bahkan lebih dari itu. ya, kurasa aku akan menulis sebuah pesan
kekagumanku padanya.
TEETTT…TEEETTT..
Oh..bel
masuk. Baru saja aku mau mengambil pulpen. Tapi tampaknya kuurungkan
saja. Mengingat jam pertama pelajaran Pak Ony, guru killer. Bisa berabe
jika aku terlambat masuk kelasnya.
>>>
“Hadeh
banyak banget yang nitip kado sama gue. emang mereka pikir gue
pengantar kado apa” batinku tergelitik kala mendengar racauan sosok
yang tak asing bagiku. Deva, adik kandung Pricill yang juga tergolong
anak populer. Anak kelas 1 ini lebih supel dan banyak teman. Dari
angkatannya, angkatan kakaknya, bahkan sampai kakak kelas 3.
“Eeee..maaf, Deva” sapaku. Entah atas dasar apa aku memanggilnya. Kebetunganku, Ia menoleh. “Ya ?”
“Umm..aku
Ify. Boleh ngga minta tolong sesuatu sama kamu ?” aku bisa melihat
dahi Deva menyernyit. Mungkin Ia terheran-heran melihat ada makhluk
sepertiku yang tiba-tiba meminta pertolongannya.
“Apa ?” ah akhirnya.
“Aku..pengen nitip kado sama Rio. berhubung aku ngga diundang, boleh kan ?” pintaku. Semoga Deva berkenan.
1
detik. 2 detik. 3 detik. Hingga membuatku malas menghitung. Lelaki
dihadapanku masih menampakkan wajah heran. Tentu saja, bagaimana bisa
seorang gadis cupu nan ‘tak terlihat’ ini memohon-mohon padanya ?
“Ngga
papa deh kalo ngga mau” putusku akhirnya. Lagipula aku tak mau
menunggu lama kalau kalau jawaban yang keluar dari mulut Deva
mengecewakan.
“Eh tunggu” cegahnya. Aku menoleh. “Lo bawa kadonya ?” tanyanya. Yes! Hampir saja aku berteriak karna terlalu senang.
“Hei,
lo bawa kadonya ?” Deva mengulang pertanyaannya. Membuatku menepuk
jidat. Bodoh! Aku bahkan belum tau harus memberi kado apa.
“Kadonya..umm..tertinggal
di rumah” terpaksa aku berbohong. Deva kembali terdiam. Mungkin saat
ini, dibenaknya aku terlihat sangat bodoh.
“Mau kuambilkan ?” tawarku.
“Oh
ga usah. Gini aja, ntar sebelum jam 7 lo anter deh kado itu ke..kemana
ya, ke taman kota deh. Gimana ? kita ketemuan disana ?” Deva memberi
solusi yang cukup baik.
Aku mengangguk senang. “Iya. Tunggu aku ya, aku pasti dateng. Makasih ya Dev”
>>>>
Kuputuskan
untuk mencari kado untuk Rio sepulang sekolah. Aku tak mau membuang
waktu. Walau berjalan sendirian tanpa Zahra. Mataku menyusuri tiap
barang yang dipajang di giftshop salah satu Mall ternama yang sedang
kujejaki ini. hmm..kado apa ya yang pantas ? sederhana namun terkenang ?
Aku berfikir, kurasa giftshop bukan tempat yang pas untuk Rio. karna aku punya 2 alasan untuk angkat kaki dari tempat ini.
Yang
pertama, karna giftshop disini kebanyakan menjual barang cewe. seperti
boneka, jepit rambut. Wajarkah bila aku memberi kado boneka babi ?
Yang
kedua, harganya yang tak sesuai dengan kantongku. Mataku nyaris keluar
saking shocknya melihat kalung manik-manik berwarna dengan harga 120
ribu rupiah. Yang benar saja ? di kampung mungkin hanya 3500 saja.
Dua alasan yang mendasar. Kuputuskan untuk keluar dari giftshop.
Dorongan
yang kuat, membawaku memasuki gramedia. Apa aku akan memberinya buku ?
oh tidak. aku memang suka berkunjung kesini. ‘numpang’ membaca buku
yang sudah dibuka segelnya oleh tangan jail. Kan lumayan, nambah ilmu
tanpa harus mengeluarkan uang.
BRUKK..
“Aduh hati hati dong mbak” gerutu seseorang yang baru saja kutabrak.
“Iya.maaf maaf” mau tak mau aku turut berjongkok. Membantunya memunguti buku-buku yang berserakan miliknya.
Mataku tertuju pada sebuah buku. Buku yang melegenda disekolahku. Buku yang dijadikan penyampai pesan.
Kamus.
Kurasa aku tau apa yang harus kubeli.
>>>>
Katakan..
Apa yang ingin kau katakan.
Ungkapkan..
Apa yang ingin kau ungkapkan.
Waktu akan mengikismu.
Membuatmu tak bisa mengungkapkan segala apa yang ingin kau sampaikan..
Sebelum menyesal.
Katakan sekarang,
Atau tidak selamanya.
Aku
ingin menuliskan segala kekagumanku padanya melalui kamus yang baru
saja kubeli. Tapi tampaknya tak cukup waktu untuk itu. sekarang jam 6
lebih. Aku harus pulang ke rumah sebelum ayah marah. Tapi jika aku
pulang, lalu ke taman menemui Deva pasti akan terlambat. Bagaimanapun
aku tak mau menyia-nyiakan kebaikan Deva yang sudah bagus, mau
membantuku.
Bimbang.
Lebih baik aku temui
Deva dulu. tak apa menunggu beberapa menit di taman. Kueratkan kamus
yang sudah terbungkus rapi oleh kertas kado. Semoga isi hatiku
tersampaikan. Bagimu, mungkin konyol seorang gadis cupu memberi kado
cowo populer sebuah kamus. Tapi percayalah, di sekolahku..kamus
mempunyai arti tersendiri untuk menyampaikan apa yang ada dalam hatimu.
Mana
deva ? aku melirik jam. Astaga..jam setengah 7 lebih 10. Aku tak tahu
apa yang akan kudapat dari ayah sepulang nanti. Yang jelas lebih buruk
dari makian. Kikira..aku pasrah.
10 menit telah berlalu.
10 menit berikutnya. Ayolaah Deva..kemana kamu ? jam 7 lebih lima belas
menit. Aku tak bisa menunggu lagi. kuputuskan untuk menaruh kado
diatas kursi taman. Moga saja tak ada yang mengambil sebelum Deva
datang.
Aku percaya akan takdir.
>>>>
“Yah..maaf
Ify baru pulang. Ha..habis ker..kerja kel..kelompok” ucapku gugup
setelah membuka pintu. Aku tahu semua akan jauh lebih buruk dari yang
kubayangkan. Bagaimana tidak ? sampai rumah jam 8 malam.
“Kamu masih ingat apa yang ayah bilang beberapa hari lalu ?” tanya ayah pelan. Namun tegas.
Aku mengangguk. “Ingat yah. Maafin Ify, tapi ini..ini penting yah”
“JANGAN
BOHONG KAMU! KAMU ITU NGGA KERJA KELOMPOK TAPI NGELAYAB KAN ? KAMU
PIKIR AYAH NGGA TAU ?” bentak ayah. Nyaris aku menangis.
“Ma..maksud ayah ?”
“Pak
deni tetangga kita, ngadu sama ayah. Katanya dia ngeliat kamu di Mall
sejam yang lalu. ITU YANG NAMANYA KERJA KELOMPOK ?!!”
Kali ini aku tak bisa menahan bulir airmata. Belum pernah aku lihat ayah semarah ini.
“Maaf yah. Ify siap nerima segala hukuman”
“Sini,
ikut ayah !!” ayah menyeret lenganku. Bisa kulihat Ozy, adikku tengah
mencuri pandang dari balik celah pintu kamarnya. Aku tau Ia sangat
ketakutan.
Terkadang, aku tak memahami maksud Tuhan
memberikan cobaan pada setiap umatNya. Saat Ayah memasukkan kepalaku
kedalam bak mandi, terbayang 10 tahun lalu. Saat ayah menggendongku
dengan penuh kasih sayang.
Tuhan, tolong..aku tak bisa
bernafas. Ayah terlalu lama memasukkanku kedalam air. Tuhan, beri aku
kesempatan hidup. Untuk..untuk menyampaikan semua padanya, pada Rio.
jika Ia tau, aku lakukan semua ini untuknya. segala amarah ayah
kuterima. demi dia.
Dan moga saja Deva menemukan kado yang kuberikan untuk Rio. kamus yang masih kosong. belum kutuliskan apapun.
Tuhan, beri aku waktu sehari saja untuk menyampaikan padanya..
Dan aku percaya takdir..
>>>>
Pesta
malam itu sangat meriah. Tiap tamu yang datang berpenampilan sangat
istimewa. Aku bisa melihatnya. Rio, dia sangat tampan dengan setelan
jas yang Ia pakai. Disampingnya, Pricill terlihat sangat cantik. Mereka
memang cocok.
Aku belum mengerti apa yang terjadi
padaku. Saat tiba-tiba aku seperti terbangun dari tidurku. Lalu aku
berada didepan gerbang rumah Rio. aku bisa masuk ke pesta tanpa halangan
sedikitpun. Dan kurasa aku merasa lebih ringan.
Aku melihat Deva. Deva berjalan kearah Rio, dengan menenteng kado dariku. Oh akhirnya Ia menemukannya. Terima kasih Deva..
Aku lambaikan tanganku, berharap Deva melihatku. Tapi, dia melengos. Apa aku kurang terlihat ? atau (tidak) terihat ?
Aku melihat deva memberikan kado dariku kepada Rio. namun Rio menyuruhnya untuk meletakkan di meja kado.
Aku menunduk, kecewa, lemas.
>>>>>
Aku
menjejakkan kaki paling awal. Masih sepi. Dimana anak-anak ? biasanya
jam segini sudah ada 2 atau 3 anak yang datang. Apakah sekarang libur ?
tidak kurasa. Kuputuskan untuk duduk saja dibangkuku sembari menunggu
yang lain.
“Eh gue ngga nyangka loh nasibnya sesial ini” eh ada yang datang. Dea dan Cahya.
“Ckck apes. Udah cupu, miskin, disiksa lagi” tambah Dea. Aku penasaran juga siapa yang sedang mereka bicarakan.
“Kalian
ngomongin siapa ?” kuberanikan diri untuk bertanya. Keduanya menoleh,
mimik mereka..umm..apa ya ? aneh. Melihatku seperti hantu. Tak ada
jawaban dari keduanya.
“Hii..gue ngeri kalo liat tempat duduknya” kata Cahya.
“Udah ah ke kantin yuk” ajak Dea. Mereka berlalu tanpa menoleh padaku sedikitpun. Aku bingung. Apa yang terjadi ?
Saat Zahra datang, aku mulai menyadari sesuatu aneh tak biasa tengah terjadi. Disini. dikelasku.
“Ra, ada apa sih ?” tanyaku. Namun Zahra diam. Tak bergeming. Yang terdengar hanyalah suara tangisan, isakan yang tertahan.
“Ck,
fy..kenapa kamu ninggalin aku secepet ini ? kamu tegaa Fy..tega..”
walau pelan, namun aku masih bisa menangkap apa yang Ia ucapkan. Dan
aku tersentak. Memang ada apa denganku ?
Aku mencoba
memutar kejadian kemaren dalam benakku. Yang aku ingat, kemarin aku
pulang telat, dimarahi ayah, ditenggelamkan ke bak mandi, lalu..semua
gelap. Tiba tiba aku terbangun. Merasakan tubuhku lebih ringan. Aku
terbangun dan berada ditempat yang tak kuduga sebelumnya. Lalu aku
ingat saat deva tak membalas lambaian tanganku. Aku ingat saat dea dan
Cahya tak menjawab pertanyaanku. Juga Zahra.
Aku tak mau
buang waktu. Segera aku berlari menuju rumah. Keyakinanku semakin
bertambah ketika diriku menembus seseorang yang tengah berjalan.
Aku…tak mungkin.
Dan memang benar..
>>>>
Author p.o.v
2 hari kemudian..
“den,
ini kadonya tertinggal. waktu itu jatuh di kolong meja. Baru saya
temukan tadi setelah membersihkan kolong meja” seorang pelayan
memberikan kado berbentuk persegi panjang kepada Rio.
“Oh makasih Bik” pelayan tersebut pergi. sedangkan Tuannya menatap heran bungkusan biru muda ditangannya.
“Aneh.
Kok bisa ketinggalan sih ? kalo ngga salah..ini itu kado yang dibawa
Deva. Ah gue buka deh” tangan-tangan itu merobek kertas kado dengan
cepat. Hingga ‘baju’ luas kado itu berhasil dirobek habis.
Dahi
Rio menyernyit. “Kamus ? haha..dia pikir gue bego banget kali ya dalam
bahasa inggris sampe ngado beginian. Ckck..ada ada aja” candanya
sembari membolak-balikkan kamus tersebut.
“Aduh hp gue
dikamar. ntar kalo Pricill sms ga dibales ngomel lagi. gue ambil dulu
deh” putus pemuda tersebut, Ia letakkan kamus tadi pinggir kolam,
tempat Ia duduk tadi.
Tak berselang lama, pemuda tersebut kembali.
“Tuh
kan bener dia sms. Gue balesin dulu deh” beberapa menit sudah Rio
habiskan untuk membalas sms-sms Pricill. Pemuda tersebut membiarkan
kamus itu teronggok diam disampingnya.
“Lama ah balesnya.
Kalo gue aja, langsung didamprat. Hmm..sambil nunggu mending buka kamus
ah. Siapa tau ada kata kata romantis yang bisa gue pake buat Pricill.
Hehe” candanya pada diri sendiri. diraihnya kamus tersebut.
Rio tersentak.
“Siapa
yang nulis ? perasaan ngga ada yang dateng kesini sepeninggal gue. dan
tadi itu ngga ada tulisan apapun” Rio bisa merasakan bulu kuduknya
meremang.
Pasalnya, hampir di seluruh halaman kamus
tertulis pesan kekaguman seseorang yang ditujukan padanya. Pesan dari
seseorang yang..tak Rio kenal.
‘aku memujimu hingga jauh, terdengar syahdu ke angkasa. Rintihan hatiku memanggilmu. Dapatkah kau dengar nyawa hidupku’
Rio merasa, ada seseorang yang tengah memeluknya dari belakang. Walau sepenglihatannya tak ada siapapun..
-TAMAT-
>>>>
by :
chandra maliq