Seseorang lelaki baru saja keluar dari tempat parkir mobil. Berjalan
perlahan menuju lift. Sungguh aneh di jam segini dia tidak tampak
terburu-buru seperti karyawan lainnya. Tampaknya dia tidak perduli bakal
datang terlambat masuk kantor. Senin pagi yang buat sebagian orang
bermuka masam. Baginya hari-hari sama seperti kemarin. Tidak perduli
Senin, Selasa atau Jumat sekalipun. Rutinitas yang baginya terasa sudah
mendarah daging.
“Pagi Bob” seorang temannya menyapa saat keluar dari lift. “Pagi
Lina”. Dia pun menggesekan kartunya di pintu agar pintu bisa dibuka dan
sekaligus tanda absen bahwa dia hadir di kantor. Saat masuk dia pun
memberi salam ke rekan-rekannya. Dan kerja pun dimulai.
Seperti biasa pertamakali menghidupkan computer, membuat agenda kerja
dan membaca email-email yang masuk. Seteguk kopi di minum dan tak lama
berselang dering telepon pun datang.
“Hello Bob, pa khabar?” suara seorang wanita diseberang sana. “Hello
juga, siapa nih?”, dia menjawab. Bob mencoba mengingat suara siapa di
seberang sana. “Dari PT mana?” seperti biasa Bob mencoba menerka-nerka.
“Udah lupa ya sama saya?” suara di seberang itu. “Oh sorry…saya ngak
pernah dengar suara kamu, siapa sih?”. “Tuh kan…pasti sudah lupa, coba
kamu ingat-ingat siapa teman ce mu yang ulang tahun hari ini”.
Bob tersentak, dia memang selama ini suka mencatat teman-teman yang
ulang tahun, tapi tidak pernah mengingatnya. Dia buka dengan cepat
daftar alamat temannya yang real atau teman yang suka chat di computer.
Jantungnya kaget ketika dia baca sebuah nama yang muncul. Sebagai orang
yang bekerja di bidang computer tak begitu susah buat mencari suatu
data. “Lita” dia berguman dalam hati. Sudah liwat 2 tahun tak pernah
mendengar suaranya. Kesedihan pun membayang.
“Oh Lita… apa khabarnya nih, selamat ulang tahun ya” Bob mencoba
melanjutkan pembicaraan. “Baik Bob”,jawab Lita. “Gimana khabar suami
mu?, udah punya anak berapa?” Bob bertanya. “Baik juga Bob, baru 1, Lita
sekarang di Jakarta”. “Oh ya? Sama suami? suamiya pindah kerja
kesini?” “Tidak, masih di Semarang”. “Udah berapa lama di Jakarta?”
“Udah hampir sebulan nih”. “Loh kok begitu lama baru telpon saya? Dalam
rangka apa? Kok suaminya di tinggal, ntar lari loh ke lain hati.he he
he” Bob mencoba tertawa kecil.
Dan pembicaraan itu berlangsung hampir setengah jam. Bob terharu
mendengar cerita Lita. Lita adalah mantan kekasihnya yang dulu
memutuskan dia, demi menikah sama lelaki yang lebih hebat dari dia.
Lita telah salah langka, karena memilih materi sebagai ukuran sebuah
cinta. Dan Bob tak punya itu. Dia hanya pria sederhana dan mencoba
memulai karir dari bawah dan kesederhanaan itu lah yang membuat dia
disukai banyak orang.
Hatinya tersentak saat Lita menanyakan apa dia sudah menikah. Dia
terpaksa menjawab dengan nada pelan. “Belum Lit… ngak laku-laku, he he
he”. “Cinta saya telah dibawa angin, dan tak pernah kembali lagi”.
Jawaban klise yang membuat Lita mengenang masa indahnya bersama Bob.
Dia menyesal telah menghancurkan hati Bob dan semuanya tak bisa berbalik
lagi.
Bob pikirannya melayang ke masa lalu. Dia teringat saat jalan-jalan
berdua dengan Lita ke Yogya. Mampir ke Borobudur, pantai parangtritis
dan tempat wisata lainnya. Dia buka laci mejanya, mengeluarkan album dan
memandang photo kenangan bersama Lita. “Sungguh indah senyum mu”. Bob
berbisik dalam hati. Mata bulat sebening embun. Senyum merekah tanpa
dosa. Lesung pipit mempermanis tawanya. Sungguh gadis yang sangat
cantik. Dagu lancip yang enak untuk dikecup, rambut lurus hitam yang
sering menutupi wajahnya. Membuat dia susah untuk mencari penggantinya.
Hasratnya telah tersalurkan saat itu, walau terasa Lita sangat agresif
dan penuh pengalaman. Seminggu yang indah dan seminggu yang susah buat
dilupakan. Betapa indahnya hidup bila bersama dengan dia selamanya. Tapi
dia menkhianati cinta dan Bob pun hancur.
Bob susah mengelak ajakan Lita untuk ketemuan nanti sore sepulang
kantor. Ada yang perlu dia ceritakan. Bob berat hati untuk pergi, karena
bagaimanapun dia tak pernah percaya lagi sama namanya wanita. Dia hanya
perduli dengan kerja dan kerja.
Waktu terasa begitu cepat jalannya. Sebentar lagi dia akan berusia 34
tahun. Dan teman-temannya sudah asik menimang-nimang anak. Di dalam
hati ada kesepian yang sangat. Dia sebenarnya membutuhkan perhatian dan
cinta. Namun dia takut memulai. Tak banyak wanita yang dia kenal di
sekeliling hidupnya. Dia telah patah arang. Benar kata orang, bila
wanita putus cinta, mereka akan bertambah cantik dan bertambah gaya.
Bila pria putus cinta makin kusam, hidup ngak teratur dan tampang makin
jelek. Itulah yang terjadi pada Bob. Masa 2 tahun bersama Lita hilang
begitu saja, saat Lita mengabarkan dia menerima tunangan dari mamanya.
Baginya itu adalah alasan yang dibuat-buat.
Bob pun bertambah hancur. Ini adalah cinta ke 2 yang kandas. Satu
tahun dia menjadi kacau sampai-sampai dia hampir di PHK dari pekerjaan.
Sebab jarang masuk kerja dan kalaupun masuk ngak ada kerjaan yang beres
pada waktunya. Untunglah atasannya sangat baik padanya dan sering
memberi semangat hidup. Kebiasaan minum di café sudah setahun ini dia
hentikan. Dan dia tidak pernah bikin malu lagi dengan teller di café
atau di jalanan.
Semua perubahan ini dikarenakan dia menemukan dunia lain yang membuat
dia merasa dihargai dan di butuhkan. Cinta ada di dunia itu. Walau
hanya maya…tapi dia menikmatinya. Semua ini karena teman kantornya, yang
mengajarkan dia masuk ke dunia chatting. Disini dia bisa menjadi siapa
saja yang dia mau. Khayalan atau angan-angan dia bisa ciptakan disini
dan orang lain yang tak kenal dia sebenarnya, percaya dia seperti itu.
Jam 6 sore setengah jam lagi akan tiba. Dia buru-buru pulang dan
seperti janjinya dia harus bertemu dengan Lita di sebuah mall. Tak
susah untuk mencarinya. Dan merekapun duduk berdua di sebuah meja makan.
Untuk makan malam.
Lita ternyata telah berubah, makin gemuk dan wajahnya tak secantik
dulu. Ada raut penderitaan di bola matanya. Setelah selesai makan
merekapun bicara ke inti persoalan. Tak terasa ada air mata di wajah
Lita. Bob mendadak terharu. Cerita yang dia lontarkan cukup mengagetkan.
Dia berpikir Lita pasti bahagia hidupnya.
Ternyata tak seperti perkiraannya. Suaminya ternyata seorang don
juan. Punya banyak simpanan wanita. Jarang pulang dan kalau pulang pun
hanya pertengkaran yang ada. Sejak anak pertamanya lahir suaminya
berubah. Kasar dan suka memukul.
Bob tak sanggup berkata. Dia adalah orang lain sekarang bagi Lita.
Dan semuanya tak akan bisa kembali seperti dulu. Bob sadar, tak baik
baginya menjadi orang ketiga di keluarga dia. Itu akan menambah
persoalan baru.
Saat Lita bertanya apa dia sudah punya pacar sekarang, Bob terpaksa
berbohong. Dia mengaku punya. Dia sebutkan salah satu teman chat nya
yang paling dia suka. Dan pada kenyataannya dia dan teman chat nya itu
barulah mau melangkah ke arah pacaran. Tapi sebatas di dunia maya, sebab
bagaimanapun Bob sadar tak akan mungkin mendapatkan gadis itu. Terlalu
tinggi baginya buat menggapainya.
Dia berbohong dengan maksud agar Lita tak masuk lagi dalam
kehidupannya. Yang lalu biarlah berlalu. Dan sekarang cukuplah sekedar
sebagai teman. Bob pun bercerita. Bahwa dia punya pacar, tapi jauh
tinggalnya. Yakni di luar negeri. Doi nya itu sudah jadi warga negara
sana. Dan Bob akan pindah kerja kesana. Terakhir bertemu di Jakarta
bulan Februari lalu. Sekarang pacaran jarak jauh. Anak mantan seorang
pejabat. Bob bilang, mungkin Tuhan memberi jalan yang terbaik baginya.
Sesuatu yang indah yang telah dijanjikan sebagai pengganti Lita.
Lita pun tak bisa berkata apa-apa lagi, selain berbasa-basi memberi
selamat. Saat mereka berpisah ketika pulang Lita berkata, “Bob..maafkan
Lita ya. Lita telah menghancurkan hati kamu, dalam hati kecil Lita,
Lita masih mencintai kamu. Dan tak akan hilang sampai kapan pun,
terimakasih kamu telah mau menemani malam ini”. Lita pun mencium pipi
Bob sebelum berlalu naik taxi pulang.
Bob tercenung…Dia tak tahu mesti berkata apa. Dia pada posisi yang
salah. Bagaimanapun rasa suka masih ada. Tapi cinta nya telah hilang
buat Lita. Saat Bob pulang samar-samar di radio di mobilnya terdengar
lagu dari GEISHA, “KeNangan Hidupku”. Tanpa sadar air matanya
menetes di pipi. “Tuhan…kuatkan iman hamba” Bob berdoa
jika ku hadir untuk disakiti
biarlah ku pergi jauh dan sendiri
tanpa ada kamu siapapun di sini ku menangis
kebodohanku telah anggap dirimu
kan baik hatiku butakan hatiku
kau pergi saja tak ku tahu, ku tlah layu
mungkin karnaku terlalu mencintaimu
ku terluka kemana ku berlari
kemana aku kan pergi
ku cintai namun benci
caramu mencintaiku biarlah ku simpan
menjadi kenangan hidupku
ku cintai namun benci
caramu mencintaiku
-END-