Dear Diary
Seribu tahun aku menunggu. Hari
ini adalah dimana hanya selangkah lagi untuk menggapai impianku, tapi
itu hanyalah sebuah impian belaka. Hatiku hancur berkeping-keping dan
menjadi kepingan keegoisan. Impian ku hanya satu, aku hanya ingin kau
tulus mencintaiku dari lubuk hatimu yang paling dalam. Aku ingin kau
menerimaku apa adanya. Aku ingin kau biarkan orang berkata apa. Itu yang
aku harapkan, Akihiko"
Aku meneteskan air mata saat aku
menggores pena di buku diary-ku. Aku tak tahu apa yang harus kulakukan.
Aku bodoh dalam hal seperti ini. Yang aku lihat sekarang hanyalah,
kepedihan dan air mata…
*Flash Back*
Bel
tanda istirahat pun berdentang. Aku baru saja keluar kelas. Aku
menunggu kabar dari wali kelasku hari ini. Aku mengikuti lomba essay
sastra Jepang. Walaupun aku berharap aku kalah. Jika aku menang, aku
akan ditransfer ke Amerika selama 3 bulan.
Aku berjalan
menelusuri koridor sekolah yang ramai. Saat aku hendak berbelok, aku
melihatnya bersama teman-temannya. Aku langsung bersembunyi di balik
tembok dan mendengarkan percakapan mereka.
"Aki, aku tahu kau menyukai Kirijo-san bukan ? Aku pikir dia juga menyukaimu."salah satu temannya berbicara tentangku.
"Jika kalian berpasangan, hati-hati ya…awas dieksekus hii..hi..hi" teman yang lain melanjutkan.
"Tidak…siapa yang mau sama dia ? Udah galak, mukanya ngajak berantem.." aku kaget saat mendengar ia berkata seperti itu.
Aku langsung meneteskan air mata dan hatiku hancur. Aku pergi meninggalkan tempat itu saat itu juga…
*Flash Back End*
Aku
berusaha untuk mencari udara segar. Karena hari ini hari Minggu, aku
akan berjalan-jalan di sekitar Tatsumi Port Island. Aku cukup stress
untuk memikirkan kejadian kemarin. Akhirnya aku menutup buku diary merah
itu dan kubawa dengan tangan kananku. Saat aku keluar ruangan, aku
melihat Fuuka keluar ruangan bersamaan denganku. Ia menyapaku,
"Senpai…tanpa personaku, aku bisa menebak kalau kau sedang sedih. Ada
yang bisa kubantu ?".
"Maaf Yamagishi…aku hanya butuh waktu
sendiri." Jawabku. Aku tak mau semua orang tahu ini. Mungkin ini sepele,
tapi bagiku ini masalah besar. Aku yakin sekali, dia juga mencintaiku.
Setiap hari dia menatapku, dan 1 minggu yang lalu, dia menatapku dengan
tatapan berbeda. Tatapan penuh…cinta. Dan aku yakin itu.
Aku
menuruni tangga menuju lounge. Aku melihat Akihiko dan Arisato. Mengapa
harus ada dia ? "Hey ! Mitsuru !" dia menyapaku, aku berusaha untuk
tidak menoleh, tapi akhirnya aku menoleh, "Ada apa ?".
"Mau main monopoly bersama kami ?" Tanya Arisato.
"Maaf, aku sedang tidak ingin bermain" aku berjalan keluar asrama.
Sebaiknya
aku menenangkan hatiku. Akhirnya aku memutuskan untuk pergi ke Naganaki
Shrine. Aku menikmati udara pagi yang indah ini. Tapi pagi bahagia ini,
telah memudar. Di pikiranku sekarang hanya ada satu, Akihiko. Entah
kenapa, setiap aku berusaha untuk melupakannya, aku smalah semakin sulit
untuk menghapusnya dari pikiranku.
Setelah aku sampai di Naganaki Shrine, aku berusaha untuk menenangkan diri. Aku menuliskan perasaanku pada diary yang aku bawa,
"Dear Diary
Setiap
kali aku melupakanmu, kau muncul di benakku. Setiap aku berjalan di
bawah sinar mentari, kau muncul di benakku. Mengapa ? Sulit untuk
melupakanmu. Kau selalu adadi benakku. Aku selalu teringat akan kejadian
yang membuatku meneteskan air mata kepedihan. Dipandang dekat, Dicapai
tak dapat. Mungkin terlihat mudah untuk melupakanmu dari pikiranku, tapi
itu tak semudah yang aku bayangkan. Melupakanmu bagaikan punguk merindukan bulan. Ya…sulit melupakanmu, karena aku masih mencintaimu, Akihiko"
Air
mataku menetes di diary-ku. Kejadian kemarin masih terlintas di
pikiranku. "Kakak, kok kakak nangis ? kenapa ?" Seorang anak perempuan
berada di depanku. Dia memakai rok pendek, membawa tas, dan rambutnya
dikepang dan diikat lagi.
Aku berusaha untuk tidak terlihat lemah
di depan anak itu, "Eh, kakak gak apa-apa kok. Oh iya, mamamu mana ?
terus namamu siapa ?"
"Namaku Maiko. Mamaku ? Mamaku kerja, aku
sudah biasa kok, main sendiri disini. Kakak kenapa ? Kok sedih.." anak
kecil itu memperkenalkan dirinya. Aku tak percaya, anak sekecil dia
bermain sendirian di tempat sepi seperti ini. Apa dia tidak takut
diculik ?
Aku menjawab, "Ah…kamu masih kecil. Ini masalah orang dewasa.".
"Tentang cinta ya ?" Maiko berusaha menebak.
"Loh…kamu tahu cinta ? masih kecil kok udah cinta-cintaan" aku tertawa kecil.
"aku
tahu, cinta itu berkaitan dengan hati kan. Dan cinta tidak melihat
penampilan. Dan itu terasa indah. Betul kan kak ?" Jawabnya.
Aku
terkejut, melihat anak sekecil ini berbicara tentang cinta. "Oke…terima
kasih ya, sudah menghibur kakak." Aku berpamitan dengan anak itu.
Aku
pun berjalan meninggalkan Naganaki Shrine. "Kakak !" aku mendengar
suara Maiko berteriak. "Diary kakak tertinggal !" Ya ampun ! Kebiasaan
buruk ku kambuh lagi. Aku selalu meninggalkan buku harianku. Apakah ia
membacanya ? "Tidak kok, aku tidak membacanya" Maiko tersenyum.
Apakah
dia bisa membaca pikiran ? dan itu artinya dia bisa membaca perasaan ku
hari ini ? Sudahlah, abaikan itu. Aku mengucapkan terima kasih dan
pergi meninggalkan Naganaki Shrine.
Aku
kembali berjalan. Kali ini aku menuju Iwatodai Station. Mengapa ?
Mengapa hanya aku yang merasakan kepedihan hari ini ? Apakah yang lain
bersenang hati di atas penderitaanku ? Tidak, aku harus berpikir
positive. Sulitnya untuk menghilangkan sifat keegoisanku. Sama sulitnya
dengan melupakannya.
Aku duduk di kursi panjang di Iwatodai Strip Mall. Aku mulai menggoreskan penaku,
"Dear Diary
Mengingat kejadian kemarin, aku mulai berpikir. Aku merasakan sulitnya
untuk melupakan seseorang yang kita cintai. Tapi, apakah dia juga
merasakan hal yang sama ? Apakah dia sulit untuk menerimaku ? Ya…dia
benar. Aku tak pantas untuk di cintai. Aku tak pantas untuk di kasihi.
Akihiko, sebegitu sulitkah kau membuat ruang untukku di hatimu ?"
Aku
menutup diary-ku. Aku menatap sekitar. Andaikan dunia merasakan
kepedihanku. Sekali lagi, aku meneteskan air mataku. Tiba-tiba,
seseorang memberikan sapu tangan kepadaku. Ia berkata, "Jangan menangis
anak muda, kau terlihat jelek jika kau menangis.."
Seorang kakek berdiri di sebelahku dan mulai duduk. "Terima kasih kek…" aku mengusap air mataku.
"Kau
tahu, aku bisa menebak. Tangisan mu itu karena patah hati kan ?" kakek
itu mulai menghisap pipanya. Dia melanjutkan kalimatnya, "Jangan sia-sia
kan cinta. Yakinlah kepada dirimu…".
"Tapi bagaimana ? Aku tak tahu harus berbuat apa, aku lemah jika yang kita bicarakan ini tentang perasaan." Aku mendesah kecewa.
"Nak,
dengarkan aku, petik hikmah dari ceritaku. Kau tahu, aku memiliki
sebuah toko buku dan seorang anak laki-laki. Dia bekerja sebagai guru di
sekolah di dekat daerah ini. Dia malu dengan kondisi ekonomi
keluargaku. Sampai dia berani untuk mengolok-olok ku, tidak pernah
pulang. Aku yakin bahwa dia masih mencintaiku. Aku pun berbicara padanya
dan dia minta maaf kepadaku. Sampai suatu saat, dia meninggal karena
kecelakaan. Jadi lakukanlah, mintalah penjelasan kepadanya. Kau masih
punya kesempatan nak, lakukan sebelum kau menyesal."
Aku berpikir
sejenak soal itu. Kakek itu benar, aku harus lakukan sesuatu. Aku harus
kuat, jangan hanya bisa menangis. "Terima kasih kek. Aku akan melakukan
saran kakek. Aku pulang dulu ya kek" aku pamit kepada kakek itu.
"Eits…kau
lupa bukumu." Kakek itu memberikan buku harian ku. Aku selalu lupa
untuk membawa kembali buku ku. Bagaimana jika buku itu hilang ?
Sudahlah. Aku mulai berjalan pulang.
Mulai
sekarang, aku harus kuat. Aku bukan wanita cengeng yang hanya bisa
merengek. Aku akan membuktikan, bahwa dia cinta kepadaku. Akihiko,
janganlah kau sembunyikan perasaanmu. Aku yakin, kau masih cinta
kepadaku. Terima kasih kek, telah menyemangati ku kembali. Jasamu tak
akan aku lupakan.
Ini dia akhir dari chapter 1, tunggu kelanjutannya di chapter 2 ya ^^
cReaTeD
oDvan dHodeT