Hiruk pikuk terdengar
riuh di setiap telinga murid-murid yang berlalu-lalang di lorong
sekolah. Perasaan gugup bercampur-aduk dengan kecemasan yang
berlebihan, mendera ketika pandangan mereka menuju ke arah mading
sekolah yang menempelkan pengumuman kelulusan, membuat nafas mereka
menderu seiring detak jantung mereka. Teriakan histeris hingga isak
tangis menghiasi wajah setiap murid yang namanya tertera dalam
pengumuman, yang mengartikan kelulusan mereka mutlak telah diberikan
oleh sekolah. Ada beberapa murid yang diam, terpaku linglung,
bertanya-tanya, mengapa nama mereka tidak tertera di sana? Pengumuman
kelulusan menjadi momok paling menakutkan bagi sebagian orang, yang
mungkin telah berusaha keras mengukir sebuah prestasi di dalam dinding
sekolah namun apa boleh buat jika akhirnya mereka kecewa dan kembali
menerima kenyataan pahit, mengenyam bangku sekolah untuk setahun lagi.
“Lihat,
Mia mendapatkan juara umum,” ucap seorang murid cewek berkepang dua
menunjuk mading sekolah, membuat puluhan pasang mata ikut melihat.
“Tidak mungkin!!” teriak gadis berkacamata silinder tebal yang berdiri di belakang kerumunan.
“Apa
sebenarnya yang terjadi? Mengapa Mia dapat mengalahkan aku? Semua
hanya gurauan, ya gurauan, sebab, sebab aku telah belajar lebih giat
dari siapapun yang ada di sini. Mengapa? Mengapa?”
Gadis
berkacamata silinder tebal itu berhambur menjauh dari kerumunan,
kemudian mengacak-acak rambut hitamnya, berseru dengan keras kekalahan
pahit yang baru menimpanya beberapa tahun ini. Posisi kedua membuatnya
shock setengah mati, ingin rasanya ia melompat dari lantai empat untuk
menebus kekalahannya yang pahit. Ia telah kehilangan semangat, rasa
bangga menjadi yang pertama, semuanya karena ia tidak rela, sebab yang
mengalahkan dirinya adalah seorang gadis yang dianggapnya tidak pantas
untuk meraih gelar kehormatan tersebut, menjadi orang paling pintar di
sekolahnya sekarang.
Mia duduk dengan anggun di taman
sekolah, merapatkan kakinya, menekan roknya dengan sebelah tangan
sedangkan jari-jari tangan yang lain menyisir rambut panjangnya yang
lembut, berusaha untuk bertahan dengan angin sepoi yang berhembus
menerpa sekujur tubuhnya. Entah mengapa ia merasa ingin menangis, ia
sangat menderita, batinnya terasa terbakar, tersayat oleh pilu
kesedihan yang mendalam, semua karena pria itu, yang berada untuknya
dan selalu melindunginya tanpa ia sadari. Dan sekarang betapa ia ingin
melihat pria itu sekali lagi, orang yang telah ia sia-siakan dan
konsekuensinya ia akan menderita sepanjang hidupnya. Tiba-tiba kenangan
itu muncul menghampiri Mia tanpa ia bisa mengelak, dan sekali lagi ia
kembali terlarut dalam pusaran kejadian masa lalu.
Two Years Ago
Langit
sedang benderang, terik memanasi bumi seperti kompor gas yang siap
meledak kapan saja, tapi itu tidak terlalu berlebihan, jika
dipikir-pikir lagi semua akibat ulah manusia itu sendiri, sombong dan
terlanjur manja untuk menghamburkan seisi dunia tanpa memikirkan
akibatnya. Jika tidak diimbangi dengan keseriusan untuk menjaganya agar
tetap aktif berproduksi, maka ramalan 2012 mungkin akan benar menjadi
kenyataan dan kita siap-siap akan menjadi bulan-bulanan dunia di akhir
zaman.
Pak Joko sedang bertutur panjang lebar mengenai pelajaran
Geografi yang telah dikuasainya dengan matang sejak menjadi guru di
sekolah ini, baginya ramalan suku Maya bukan isapan jempol belaka,
apalagi didukung dengan berbagai perihal riset ilmiah yang
membingungkan, namun seratus persen akurat, maka sudah jelas ia sangat
percaya ramalan itu akan menjadi kenyataan.
“Apes deh, hari gini masih ngomongin kiamat, capek dehh,”
“Betul, betul, betul,..”
“Jika kiamat itu datang maka, nasib lagi apes, sebab gue belum kawin..,”
“Huh..huhh..,”
“Pak, yang lain napa, kok tiap kali masuk bahasin 2012, emang rencananya Bapak mau merit tahun segitu?”
“Betul, betul, betul..,”
“Wah..ha..ha,”
“Stopp… sudah anak-anak, tapi jika kita mengerti dan segera mengambil tindakan maka…,”
“Yahh, dilanjutin lagi, capek dehh,”
“Huh..huhh…,”
Keriuhan
begitu terasa di kelas Geografi, murid-murid merasa begitu jengkel
karna Pak Joko selalu mengungkit masalah 2012 di setiap kelas yang ia
berikan, berturut-turut tanpa mengenal bosan dan lelah, beliau begitu
bersemangat untuk menceritakan hal-hal yang berbau dengan suku Maya,
dan jika diperlukan maka pelajaran tentang yang satu itu akan menemani
soal-soal ujian yang bakal dikeluarkan untuk ulangan semester. Bagi
murid-murid yang pintar hal itu sangat menjengkelkan, namun bagi
murid-murid lain, itu adalah berkah, sebab jawaban itu telah melekat
seperti perangko di dalam kepala mereka, dan kenyataannya jawaban untuk
soal yang satu ini selalu membantu nilai mereka. Bahkan Pak Joko tak
tanggung-tanggung memberikan nilai sempurna jika soal yang satu ini
dikerjakan dengan karangan bebas sesuka hati alias diberi penjelasan
panjang lebar.
“Tok, tok, tok....”
“Iya, silahkan masuk.”
Sejenak
suasana kelas menjadi hening, suara murid-murid itu seperti teredam di
dalam kaset pita suara mereka. Wajah mereka tampak terkejut melihat
sosok kurus tinggi
memakai kacamata telah berdiri di ambang pintu.
Wajah orang itu terlihat sangat pucat, ia tampak lebih tua dari
mereka, seperti seorang senior yang kekurangan gizi atau yang sedang
didera stress berat, kedua bola matanya tampak suram dan warna hitam
disekitar kantong matanya melukiskan dirinya sebagai seorang pesakitan.
“J.J., apakah itu namamu?” tanya Pak Joko saat membaca sepucuk surat yang diserahkan murid itu kepadanya.
Murid
itu mengangguk dan kemudian mengikuti Pak Joko ke dalam barisan kursi
murid-murid, menunjukkan tempat kosong yang disebelahnya duduk seorang
gadis berambut panjang.
“Mia, dia akan duduk bersamamu, kuharap kau bisa membantunya.”
“Nah, kamu bisa duduk di sebelahnya.”
Gadis
yang bernama Mia itu tampak sangat tidak tertarik, ia tidak menyahut
saat pria itu memanggilnya. Anehnya sepanjang pelajaran hari ini, Mia
merasa pria itu terus memperhatikan dirinya, namun ia toh tidak peduli.
Two Weeks Later
Mia
merasa ada yang aneh dengan pria itu, sejak ia masuk ke kelas ini,
belum sekalipun ia mendengar pria itu meminjam catatan ataupun bertanya
mengenai pelajaran sekolah kepadanya. Dan setelah dua minggu ia berada
di sini tak seorangpun yang berani mendekatinya, ataupun berteman
dengannya. Mia merasakan sesuatu yang miris menyayat kalbunya hari ini,
betapa ia telah tega menghiraukan pria itu beberapa minggu ini, tanpa
mau bercakap ataupun memandang wajah pria itu, walau hanya sekilas.
Sebenarnya Mia merasa ia tidak perlu melakukan apa-apa, sebab jika
bertanya mengenai pelajaran sekolah kepadanya, maka ia juga harus angkat
tangan karena beberapa bulan ini ia susah untuk berkonsentrasi dalam
pelajaran, sering kali ia ketiduran di kelas dan catatannya yang carut
marut tak mungkin ia pinjamkan untuk pria itu.
Pria itu tidak
datang hari ini, dan tidak seorangpun yang membicarakannya, mereka
menganggap dirinya seperti ‘invisible man’ atau manusia yang tak
tampak, yang tidak perlu untuk dihiraukan apalagi diajak berbicara
seperti layaknya teman. Terkadang mereka melihat pria itu sebagai
pesakitan yang harus dijauhi. Mia merasa aneh, melihat sosok pria asing
itu tidak berada di sebelahnya hari ini, hatinya bertanya-tanya apakah
pria itu telah menyerah dan memutuskan untuk meninggalkan sekolah ini
untuk selamanya. Masa bodoh dengan semua itu, pria itu bukan
siapa-siapa, ia hanyalah orang asing yang tidak dikenal olehnya.
Lonceng
bermain dan murid-murid telah membentuk antrian panjang di kantin,
sedang Mia hanya duduk di taman, menyesap minuman botol yang berisi air
mineral yang dibawanya dari rumah. Kemudian berhenti minum ketika
mendengar sesuatu yang mengejutkan saat Pak Joko berbicara kepada
Kepala Sekolah yang duduk tepat di belakang, sambil memunggungi Mia.
“Murid
itu, maksudku Jojo, bagaimana keadaannya, Pak? Bukankah ia terlalu
mengambil resiko untuk bersekolah padahal ada kanker ganas sedang
menggorogoti kepalanya?”
“Mungkin ia tidak dapat bertahan lebih
lama lagi, dokter telah angkat tangan dan itu berarti ia tidak akan
selamat, hanya mukjizatlah yang dapat menyembuhkan dirinya.”
“Aneh, mengapa ia malah memilih sekolah di sini dan memilih duduk bersama Mia?”
Kedua
pria itu berbicara tanpa menyadari Mia telah mendengar semua
percakapan mereka. Mia menebak-nebak apa yang sedang mereka bicarakan,
di sekitar suara yang membisingkan, hanya beberapa kalimat yang dapat
ditangkap olehnya. Jojo, kanker dan dirinya. Tanpa berpikir lagi ia
berdiri dan berteriak sedikit kencang ke arah kedua pria yang
memunggunginya sekarang. Dan mereka berbalik dengan wajah tampak
terkejut.
“Apa yang kalian ucapkan? Jojo, siapa pria itu sebenarnya? Apa hubungannya dengan saya?”
“Tenang, Mia. Kami tidak sedang membicarakan siapa-siapa.” terang Pak Joko dibarengi dengan anggukan pelan Pak Kepala Sekolah.
“Tidak,
kalian pasti bohong, jelas saya mendengarkan kalian menyebut nama Jojo
dan saya. Kumohon bapak dapat memberitahu saya sekarang.”
Setelah
berusaha menenangkan Mia yang berteriak, sehingga membuat murid-murid
yang berada di sekitar melihat dengan tanda-tanya. Pak Joko dan Kepala
Sekolah segera menggiring Mia ke kantor mereka. Tidak ada pilihan lain,
mereka memutuskan untuk menceritakan apa yang sebenarnya terjadi,
terutama siapa jati diri Jojo sebenarnya.
Mia berlari,
terisak keluar dari kantor Kepala Sekolah, setelah menerima penjelasan
dari kedua pria itu. Betapa tidak, setelah mendengar semuanya, ia
akhirnya menyadari sesuatu, pria asing yang duduk bersamanya sejak dua
minggu yang lalu, tidak lain dan tidak bukan adalah Jojo, pria yang
sangat ia cintai, cinta pertamanya yang begitu saja raib dari
kehidupannya, hingga untuk melupakan pria itu, dirinya memutuskan untuk
berpindah sekolah. Dan pria itu sekarang sedang sekarat, menunggu
ajal, tapi sebelum itu ia sangat ingin bertemu dengan Mia untuk
terakhir kalinya. Mia mungkin sangat menyesal karena selama ini tidak
menghiraukan pria itu, jika saat itu ia sadar dan mencoba mencari siapa
jati diri pria itu, mungkin semuanya tidak akan begini. Ia akan sangat
bahagia menemani pria itu, orang yang sangat ia rindukan dan cintai
dengan segenap jiwanya, walau pria itu berada di ujung nafas
terakhirnya.
Rintik hujan telah membasahi seluruh jalanan
yang tadinya kering kerontang. Mia telah diberi izin keluar sekolah.
Ketika di dalam mobil, Mia tidak dapat menahan isak tangis, air matanya
mengucur kian deras, jatuh membasahi rok abu-abunya hingga membuat dua
lingkaran yang kian merembes lebar. Nafasnya terasa sangat berat. Di
ingatannya sekarang berkelebat wajah Jojo yang masih sangat muda, yang
sedang tersenyum kepadanya, saat pria itu menolongnya ketika hampir
tenggelam di kolam renang, ketika mereka masih duduk di bangku sekolah
dasar. Juga saat pria itu memberikan semangat padanya di kejuaraan lari
nasional antar sekolah yang menjadi satu-satunya kelihaian Mia, dan
saat Mia sedang mengalami kemunduran dalam pendidikannya, pria itu juga
yang mengajarinya metode belajar instan yang unik, menghafal pelajaran
dengan memakai ikat kepala yang bertuliskan ‘semangat’ sambil
menghadap cermin, dan Jojo selalu berkata, “Jika ada orang yang harus
memberikanmu semangat, dirinya adalah dirimu sendiri, dan bayanganmu di
cermin itu akan menjadi penyemangat dirimu.”
Sesampainya
di rumah sakit, Mia segera berlari menuju ke lobi, menanyakan kepada
perawat yang sedang bertugas, kamar Jojo yang sedang dirawat. Kemudian
setelah berada di pintu kamar Jojo dirawat, Mia hanya berdiri mematung,
ia merasa sangat berat untuk bertemu dengannya, ia tidak ingin melihat
kondisi pria itu sekarang, melihat puluhan alat bantu sedang terpasang
di dadanya, selang-selang yang menjadi penompang hidupnya dan penyakit
sialan yang menggerogoti seisi tubuhnya. Ia tidak rela dan marah
kepada Jojo karena menghadapi semua itu tanpa dirinya. Namun Mia segera
menepis segala perasaan yang menyambanginya, sekarang ia harus memberi
pria itu semangat seperti yang pernah dilakukan dulu terhadapnya.
Mia
terkejut saat masuk ke dalam ruangan, ketika melihat apa yang menjadi
bayangannya tadi tidak menjadi kenyataan, namun ia bisa merasakan
penderitaan kedua orang tuanya, yang sedang berdiri di sana, melihat
anak semata wayang mereka sedang sekarat, tanpa bisa berbuat apa-apa.
“Tante,
Om,” sapa Mia dan kedua orang tua Jojo segera mengangguk lemah
kemudian menyeret langkah mereka keluar dari ruangan, membiarkan Mia dan
Jojo berdua di sana, berbicara setelah hampir beberapa tahun lamanya
mereka tidak bertemu.
“Mia.”
Pria itu terbaring, lemah dan
kini tanpa bantuan alat sedikitpun, ia merasa semua itu tidak penting
lagi, ia merasa waktunya akan berakhir sebentar lagi, dan ia tidak akan
menyiakan waktu ini begitu saja. Mia menangis, melangkah dengan berat,
mendekat, menjatuhkan wajahnya ke dada pria itu, yang menyambutnya
dengan hati yang sangat sakit, perasaan yang bercampur aduk, ia meraung
dan menangis dengan pilu, seperti seseorang yang tidak ingin merelakan
kebahagiaannya terenggut oleh kematian, yang ingin merasakan kembali
kenangan di masa lalunya yang indah. Ia terlanjur mencintai Mia dan
begitupula sebaliknya.
Jojo didorong dengan kursi roda, menuju ke
taman. Hujan rintik itu tidak ada lagi, meninggalkan bau tanah yang
basah. Bunga serta rerumputan kini bercahaya, terbilas butiran air
hujan yang memantulkan cahaya mentari yang akan segera meredup di
hujung senja. Mia membungkuk, memeluk leher Jojo dari belakang,
kemudian bersama mereka menatap mentari senja itu dalam diam. Wajah Mia
tampak tegang, pucat dan khawatir, tangannya terasa sangat dingin,
tapi entah mengapa Jojo dapat memberikan kehangatan ketika ia
memeluknya. Detik-detik itu terasa sangat berharga sekaligus
menyakitkan, ia merasakan akan kehilangan pria itu sekali lagi, dan
kali ini untuk selamanya.
“I love you, Mia,” bisik pria itu ke
dalam telinga Mia sebelum nafas terakhir itu memutuskan kebahagiaan
mereka. Gadis itu menangis, memeluk Jojo seerat mungkin, dan ia harus
siap merelakan pria itu pergi untuk selamanya.
Present Day
Mia
membaca surat terakhir yang ditulis Jojo sebelum ia menemui ajalnya.
Kemudian merasakan seolah tulisan itu berbicara kepadanya,
“Apa
kabar, Mia. Lama kita tidak bertemu. Mungkin dirimu sudah melupakan
diriku saat ini. Apakah kamu masih marah? Oh tentu saja, buktinya kamu
tidak mau melihatku saat aku memasuki kelasmu waktu itu. Dan tidak
menyahut panggilanku saat aku duduk di sebelah bangkumu. Aku tidak tahu
bagaimana hatimu sekarang, mungkin dirimu tidak dapat memaafkan diriku,
soal pernyataan cintamu yang kutolak mentah-mentah, soal diriku yang
berpura-pura tidak menghiraukan dirimu lagi saat itu. Dan ketika diriku
tiba-tiba lenyap dari hatimu dan kehidupanmu.
Semua kulakukan
bukan untuk menyakitimu, terus terang aku terlanjur cinta padamu,
bahkan saat pertama kali kita jumpa, mungkin kamu sudah tidak
mengingatnya, bocah kecil yang terjatuh saat berlari dan kemudian kamu
mengendongnya seperti anak cewek tomboy ke dalam ruang kesehatan. Sejak
itu aku telah memutuskan untuk membalas kebaikan hatimu dan Tuhan
mengizinkan aku untuk menolongmu saat dirimu hampir tenggelam di dalam
kolam renang. Dan kita mulai berteman sejak saat itu.
Aku
mencintaimu, tentu saja, jika dirimu tidak percaya maka kamu bisa
mempercayai-Nya, seperti diriku mempercayai-Nya, namun aku tidak akan
menyatakan perasaanku padamu jika pernyataan itu akan berhujung pada
penyesalan atas penderitaan dan hilangnya kebahagiaanmu.
Ya,
penyakit sialan ini telah menjalariku sejak kecil, walau tidak begitu
kelihatan di awal mulanya, tapi perlahan namun pasti usiaku akan
berakhir di usia mudaku yang tidak bakal lama lagi. Pernyataan cintamu
sungguh membuatku terharu sekaligus miris, terharu karena dirimu begitu
mencintaiku, begitu juga sebaliknya, dan miris karena cintamu bukan
diperuntukan bagiku. Aku berusaha untuk tidak menghalangi kebahagianmu,
walau hatiku sakit namun kuputuskan untuk meninggalkan kehidupanmu
untuk selamanya. Dan membawa kenangan kita untuk kupendam dalam
perjalananku menuju ajal.
Namun penyesalan rupanya selalu
datangnya terlambat, aku menyadari menghabiskan sisa hidupku denganmu
mungkin dapat memperpanjang usiaku, aku bahkan harus menjadi orang yang
lebih egois, mempertahankan dirimu untukku. Dan ketika dirimu
melepaskan tanganku maka aku akan rela, pergi untuk selamanya.
Tapi
aku tidak melakukannya, tidak berani, seperti seorang pengecut diriku
terus bersembunyi melawan takdir. Dan sejak kematian terasa begitu
dekat, akhirnya diriku memutuskan untuk bertemu lagi denganmu, untuk
yang terakhir kali, dan kali ini tetap sama, tanpa kata pisah tentunya.
Jika kamu sudah membaca surat ini, maka aku ingin kamu tetap tegar, kumohon maafkan aku.”
“Bagiku, cintamu adalah anugerah yang terindah yang dihadiahkan oleh-Nya.”
“I love you, Mia”
Mia
mendekap surat itu erat di dadanya, tidak perduli dengan berita juara
umum yang ia dapatkan dengan metode belajar instan unik yang diajarkan
Jojo kepadanya. Ketika angin kembali menerpanya ia merasa Jojo telah
duduk disampingnya, tersenyum dan tanpa sadar, Mia menempelkan
kepalanya di bahu pria itu.
#the and
#NP- http://youtu.be/_GAwRCNyhU8
#cerpen gue bakal d muat d tabloid gaul edisi 16 febuari 2012
created by : chandra maliq
tankz :D
Jumat, 27 April 2012
Minggu, 15 April 2012
-Banci Curhat-
Kadang gue pikir, menjalani hidup itu susah-susah gampang. Seringkali
merasa aneh dengan semua peristiwa yang terjadi dalam kehidupan gue.
Dan yang lebih sering membuat hati ini kesel bin marah. Apalagi ketika
gua mendapatkan apa yang tidak gua harapkan, dan bukan apa yang gua
harapkan serta inginkan.
Contoh yang gampangnya aja kali, yeh: Dulu, gua pengen jadi anak yang pintar tanpa harus susah payah belajar. Apalagi harus bangun pagi, mandi, gosok gigi trus sarapan. Trus cium tangan Enyak ma Babeh. Trus berangkat deh ke sekolah, duduk yang rapih di kelas dengan menjaga sopan santun, memperhatikan Guru-guru yang tengah mengajarkan mata pelajaran. Sempat istirahat sebentar, trus masuk kelas lagi sampai tiba waktunya untuk pulang. Di rumah, ngerjain PR. Trus tidur, trus dan begitu terus!
Kenyataannya, apa yang gua pengen gak kesampean, Cing! Gua mesti melakukan semua hal yang gua gak sukai untuk menjadi orang pinter. Lebih parahnya lagi, biar kate gua belajar babak belur, sampe jungkir balik, nelen air rendeman ampas buku yang gua bakar. Tetep ajee.. otak gua lemot alias bloon alis BOTOL!(BOdoh dan TOLol!). Itu baru satu contoh. Masih banyak contoh yang lainnya. Tapi gak mungkin juga gua sebutin satu-satu di sini. Entar di kira gua curhat lagi! Mang gua cowok apaan?!
Oke. Kembali inti persoalan.
Nah, nih sekarang..gua pengen punya pacar karena saat ini status gua jomblo kelas berat. Dan kategori berat ini gua pake ketika gua bener-bener berstatus gak punya pacar dalam kurun waktu lebih dari setahun. Seperti kategori jomblo yang sedang-sedang saja. Itu gua maksudkan, ketika gua menjadi jomblo dalam kurun waktu lebih dari 6 bulan. Kategori ringan, ketika gua gak punya pacar dalam kurun waktu lebih dari 3 bulan. Dan kategori beraaaaaaatt banget! Kalo gua ngebujang sampe gua tua bangkotan dan tinggal nunggu mati! Naudzubillah min zalik! Jangan sampe deh..
Nah! Keinginan pengen punya pacar itu juga dateng karena gua ngerasa khawatir kalo diri gua akan masuk ke dalam kategori yang terakhir itu. Untuk mencegah hal itu terjadi. Gua tentu punya keinginan dan harapan untuk bisa punya pacar dong?! Pastinya…
Sederhana aja apa yang gua harapkan dari sosok seorang cewek yang gua harapkan untuk menjadi pacar gua. Yaa.., stándar aja kali yee.. Cantik. Tapi gak perlu cantik-cantik amat. Asal dia itu waras aja. Percuma kalo die cantik tapi otaknye somplak alias miring alias gila! Trus, bodinya: Gak terlalu gemuk dan gak terlalu kurus juga. Karena gua pikir, kalo kegemukan juga, nanti gua sendiri yang repot. Kantong tekor, Cing! Maklum pengangguran. Bukan bermaksud menghina nih. Dan kalo terlalu kurus? Hmmm.. gua kurang demen sama cewe yang terlalu kurus. Buah dadanya itu lho?! Nyaris gak ada sama sekali. Percuma dong gua punya tangan dengan jari lengkap 5 buah. Menjadi sepuluh, dengan menggabungkan tangan yang kanan dan kiri. Tapi gua gak bisa ngeremes-remes dengan penuh kelembutan. Sama ajaaa.. gua ngeremes dadanye laki! Iiiih! Gak lah..makasih! buat yang lain aje. Silahkeeuun…
Dan yang paling penting, dia itu mesti pinter. Ini penting, sebab seperti yang gua bilang tadi. Gua ini Botol! Jadi, untuk memperbaiki keturunan, gua harus mencari cewek yang pinter biar bisa mendidik anak-anak gua kelak. Sukur-sukur, kepinteran cewek gua itu bukan untuk membodohi diri gua. Insya Allah gak seperti itu…meskipun hal itu sering terjadi dan gua alamin. Hiks!
Jangan sampe nanti gua berdebat dan berantem hanya karena masalah yang sebenarnya udah salah, tetapi dipaksa untuk menjadi bener. Contoh;
Cewek gua:“Sayang, Itu Obama yah?”
Gua:”Hmm, sepertinya bukan. Itu Bob Marley..”
Cewek gua:”Yee, Bob Marley itu rambutnya gak gimbal kalee..tapi botak!!”
Gua:”Masa sih? Setahu gua, Bob Marley itu penyanyi sekaligus pembawa kuis di TVRI jaman dulu”
Cewek gua:”Idiiiih, itu sih namanya Bob hasan!”
Gua:”O-oh…trus itu siapa dong..”
Cewek gua:”Yang pasti dia bukan Obama. Karena Obama gak mungkin jadi president. Dia kan Rapper!”
Gua:”?????”
Jadi, gua sama sekali tidak menginginkan terjebak dalam perdebatan panjang, tapi ujung-ujunnyeg menyudutkan diri gua dan juga cewek gua, bahwa kami adalah pasangan yang BOTOL! Dan seperti gua bilang, kehidupan ini kadang menjengkelkan dan menyebalkan. Sulit untuk dimengerti, dan lebih sering seperti mengolok-olok diri gua.
Dalam masa prihatin tapi bersemangat mencari jodoh. Gua melakukan apa yang mesti gua lakukan untuk meningkatkan mutu dan harga pasaran gua. Caranya? Gua mencoba berubah untuk mengikuti trend yang ada. Mencari tahu apa yang disenengin cewek jaman sekarang. Dan yang lebih penting. Gua gaul abis di Facebook dan twitter. Berkenalan dengan banyak cewek cakep. Ikut banyak kegiatan atau group-group yang punya banyak pengikutn. Alhasil? Gua masih tetep jomblo, Cing! Ampun dah…
Akhirnya nasib yang membawa diri gua kepada banyak kejadian. Dan semua kejadian itu bukanlah hal yang menyenangkan, selain kebohongan yang gua dapet dari dunia maya. Seperti: Gua kenal yang namanya, Iin kurniawati, ngakunya anak Indo, blasteran Belanda sama Purwokerto. Tapi waktu gua ketemu sama die, gua sama sekali gak liat hasil kolab orang bule sama orang pribumi, sebab sebagai mahluk ciptaan Tuhan yang blasteran. Gua liat die sangat kesulitan ketika bernafas karena Idungnye pesek. Bule kok, pesek? Hati nurani gua menyiratkan rasa iba atas kutukan yang tengah ia alami. Gua gak bisa jatuh cinta sama die, selain merasa iba dan prihatin. Gak jauh beda dengan yang namanya Marni yang juga mengaku keturunan kompeni, tapi ajaibnye ternyata nama aslinye Mamar, dan bukan cewek tulen. Tapi cewek jadi-jadian dengan hidung yang besar dan lubang hidung seperti goa jepang. Semua itu terjadi karena sejak orok—menurut ceritanya—dia memang sudah memiliki hobi ngupil dengan menggunakan jari jempol.
Dan nasib sial membuat gua juga harus kenal dengan yang namanya Arista, yang ternyata juga Cewek jadi-jadian, lelaki yang sangat berharap bisa hamil sebagaimana banyak perempuan. Tapi kenyataannya, perutnya aja yang buncit dan kumisnya juga jarang-jarang dan lebih mirip kotok yang nempel di atas bibir. Kejadian seperti ini terulang ketika ada juga perempuan jadi-jadian, namanya Diana alias Dhani. Frustasi gak bisa ngawinin pacarnya, akhirnya memutuskan untuk menjadi perempuan dengan maksud agar bisa dikawinin daripada ngawinin anak perawan orang. Apesnya lagi gua masih harus kenal yang namanya Maryam, yang ternyata tidak lebih baik dari Cewek jadi-jadian yang lain. Dia juga lelaki, yang merasa lebih feminim jika bisa menjadikan seorang lelaki sebagai istrinya. Dan masih ada Nisa, perempuan tulen tapi berkepribadian ganda, kadang jadi perempuan super imut bin luwes. Tapi kadang melebihi preman atawa pembunuh bayaran. Gua sering kali dijadikan pelampiasan untuk bahan latihan sebelum die ngegebukin orang. Apes! Sumpah! Gua bener-bener terjebak dalam dunia yang serba gak pasti dan bisa menipu itu. Dan masih banyak lagi yang gua kenal. Gak mungkin juga gua cerita semua di sini satu persatu. Bete, Cing!
Hidup pun kembali menghantam diri gua dengan kenyataan yang pastinya sangat berbanding terbalik dengan semua harapan diri ini. Setelah bersusah payah mencari pacar di dunia maya, gua malah dapet pacar di dunia nyata. Namanya: Nadila, teman maen dari kecil, perempuan tomboy yang mendapat hidayah hingga membuat dia berubah menjadi sosok cewek berkerudung panjang. Menurut ceritanye, selama dua tahun ini dia sedang memperdalam ilmu agama. Senangnya hati gua.. jauh-jauh nyari, gak taunye ada di depan mata. Sosok Nadila menambah satu kriteria yang gua pengen tentang sosok seorang pacar atau bini. Dia haruslah perempuan yang rajin beribadah dan tau banyak tentang agama. Paling gak, bisa membimbing gua untuk menjalani hidup yang rada bener dikit.
Tapi….
Lagi-lagi gua merasa seperti dipermainkan oleh kehidupan dan juga Tuhan, Cing! Hidup memang menyebalkan sekaligus membingungkan selain hidup itu sendiri gak ngenakin hati.Tiba-tiba saja Nadila memutuskan hubungan gua sama die.
Dia bilang,”Maafin gua..eh, maksudnya: maafin saya, Bang. Dila takut untuk pacaran lagi. Dari yang baru Dila tau, pacaran itu hukumnya sangat dilarang sama agama, Bang. Lebih banyak dosanye ketimbang manfaatnye. Dila takut sama Tuhan, Bang..Maafin, gua. Eh, maafin Dila ya, Bang… Kalo kita berjodoh, Dila tunggu sampe Abang dah mapan dan melamar Nadila”
Apes! Gua seperti di samber geluduk di siang bolong, ketika hampir mengalami orgasme saat tengah asik beronani. JGERR!!! DUARR!! Patah hati langsung saat itu juga. Nangis bombay sampe puasa makan nasi, hanya makan roti 3 lapis dengan selai kacang atau dengan bubur, plus jus alpuket atau apel atau sirsak. Puasa ngomong, kecuali ditanya macem-macem, gua pasti langsung curhat. Gua jadi lebay, lemah dan tidak maskulin. Gua benci Nadila! Pupus sudah harapan dan impian serta cita-cita gua untuk bisa memiliki keluarga dengan dirinya. Bayangan menjadi Bujangan kategori kelas paling berat semakin terbayang di pelupuk mata. Pengen mati dan bunuh diri. Tapi inget dosa dan takut neraka. Terlebih ketika gua tahu bahwa ternyata selang 3 bulan setelah putus sama gua. Nadila menikah dengan ustadz yang membimbing dia selama ini. padahal tuh ustadz dah punya bini. Harga diri gua seperti di-injek-injek setelah dikunyah kayak sirih trus dilepeh. Najong!
Tapi inilah hidup. Setelah gua pikir-pikir dengan otak gua yang Botol ini. Ternyata masih ada harapan dalam diri gua, bahwa mungkin aja kehidupan akan menjabarkan hal yang lebi baik setelah kejadian sekarang. Seperti sebelumnya, dimana kehidupan selalu memberikan hal yang jauh berbeda dari apa yang ada di dalam hati dan pikiran gua. Ya, semoga aja bener. Kalo gak? Gua mungkin akan masuk ke dalam golongan lelaki frustasi dan menjadi seperti Cewek jadi-jadian yang pernah gua kenal dulu: Marni, Arista, Diana dan Maryam. Hiks! Ampuuunnn…Tuhann…!!
Contoh yang gampangnya aja kali, yeh: Dulu, gua pengen jadi anak yang pintar tanpa harus susah payah belajar. Apalagi harus bangun pagi, mandi, gosok gigi trus sarapan. Trus cium tangan Enyak ma Babeh. Trus berangkat deh ke sekolah, duduk yang rapih di kelas dengan menjaga sopan santun, memperhatikan Guru-guru yang tengah mengajarkan mata pelajaran. Sempat istirahat sebentar, trus masuk kelas lagi sampai tiba waktunya untuk pulang. Di rumah, ngerjain PR. Trus tidur, trus dan begitu terus!
Kenyataannya, apa yang gua pengen gak kesampean, Cing! Gua mesti melakukan semua hal yang gua gak sukai untuk menjadi orang pinter. Lebih parahnya lagi, biar kate gua belajar babak belur, sampe jungkir balik, nelen air rendeman ampas buku yang gua bakar. Tetep ajee.. otak gua lemot alias bloon alis BOTOL!(BOdoh dan TOLol!). Itu baru satu contoh. Masih banyak contoh yang lainnya. Tapi gak mungkin juga gua sebutin satu-satu di sini. Entar di kira gua curhat lagi! Mang gua cowok apaan?!
Oke. Kembali inti persoalan.
Nah, nih sekarang..gua pengen punya pacar karena saat ini status gua jomblo kelas berat. Dan kategori berat ini gua pake ketika gua bener-bener berstatus gak punya pacar dalam kurun waktu lebih dari setahun. Seperti kategori jomblo yang sedang-sedang saja. Itu gua maksudkan, ketika gua menjadi jomblo dalam kurun waktu lebih dari 6 bulan. Kategori ringan, ketika gua gak punya pacar dalam kurun waktu lebih dari 3 bulan. Dan kategori beraaaaaaatt banget! Kalo gua ngebujang sampe gua tua bangkotan dan tinggal nunggu mati! Naudzubillah min zalik! Jangan sampe deh..
Nah! Keinginan pengen punya pacar itu juga dateng karena gua ngerasa khawatir kalo diri gua akan masuk ke dalam kategori yang terakhir itu. Untuk mencegah hal itu terjadi. Gua tentu punya keinginan dan harapan untuk bisa punya pacar dong?! Pastinya…
Sederhana aja apa yang gua harapkan dari sosok seorang cewek yang gua harapkan untuk menjadi pacar gua. Yaa.., stándar aja kali yee.. Cantik. Tapi gak perlu cantik-cantik amat. Asal dia itu waras aja. Percuma kalo die cantik tapi otaknye somplak alias miring alias gila! Trus, bodinya: Gak terlalu gemuk dan gak terlalu kurus juga. Karena gua pikir, kalo kegemukan juga, nanti gua sendiri yang repot. Kantong tekor, Cing! Maklum pengangguran. Bukan bermaksud menghina nih. Dan kalo terlalu kurus? Hmmm.. gua kurang demen sama cewe yang terlalu kurus. Buah dadanya itu lho?! Nyaris gak ada sama sekali. Percuma dong gua punya tangan dengan jari lengkap 5 buah. Menjadi sepuluh, dengan menggabungkan tangan yang kanan dan kiri. Tapi gua gak bisa ngeremes-remes dengan penuh kelembutan. Sama ajaaa.. gua ngeremes dadanye laki! Iiiih! Gak lah..makasih! buat yang lain aje. Silahkeeuun…
Dan yang paling penting, dia itu mesti pinter. Ini penting, sebab seperti yang gua bilang tadi. Gua ini Botol! Jadi, untuk memperbaiki keturunan, gua harus mencari cewek yang pinter biar bisa mendidik anak-anak gua kelak. Sukur-sukur, kepinteran cewek gua itu bukan untuk membodohi diri gua. Insya Allah gak seperti itu…meskipun hal itu sering terjadi dan gua alamin. Hiks!
Jangan sampe nanti gua berdebat dan berantem hanya karena masalah yang sebenarnya udah salah, tetapi dipaksa untuk menjadi bener. Contoh;
Cewek gua:“Sayang, Itu Obama yah?”
Gua:”Hmm, sepertinya bukan. Itu Bob Marley..”
Cewek gua:”Yee, Bob Marley itu rambutnya gak gimbal kalee..tapi botak!!”
Gua:”Masa sih? Setahu gua, Bob Marley itu penyanyi sekaligus pembawa kuis di TVRI jaman dulu”
Cewek gua:”Idiiiih, itu sih namanya Bob hasan!”
Gua:”O-oh…trus itu siapa dong..”
Cewek gua:”Yang pasti dia bukan Obama. Karena Obama gak mungkin jadi president. Dia kan Rapper!”
Gua:”?????”
Jadi, gua sama sekali tidak menginginkan terjebak dalam perdebatan panjang, tapi ujung-ujunnyeg menyudutkan diri gua dan juga cewek gua, bahwa kami adalah pasangan yang BOTOL! Dan seperti gua bilang, kehidupan ini kadang menjengkelkan dan menyebalkan. Sulit untuk dimengerti, dan lebih sering seperti mengolok-olok diri gua.
Dalam masa prihatin tapi bersemangat mencari jodoh. Gua melakukan apa yang mesti gua lakukan untuk meningkatkan mutu dan harga pasaran gua. Caranya? Gua mencoba berubah untuk mengikuti trend yang ada. Mencari tahu apa yang disenengin cewek jaman sekarang. Dan yang lebih penting. Gua gaul abis di Facebook dan twitter. Berkenalan dengan banyak cewek cakep. Ikut banyak kegiatan atau group-group yang punya banyak pengikutn. Alhasil? Gua masih tetep jomblo, Cing! Ampun dah…
Akhirnya nasib yang membawa diri gua kepada banyak kejadian. Dan semua kejadian itu bukanlah hal yang menyenangkan, selain kebohongan yang gua dapet dari dunia maya. Seperti: Gua kenal yang namanya, Iin kurniawati, ngakunya anak Indo, blasteran Belanda sama Purwokerto. Tapi waktu gua ketemu sama die, gua sama sekali gak liat hasil kolab orang bule sama orang pribumi, sebab sebagai mahluk ciptaan Tuhan yang blasteran. Gua liat die sangat kesulitan ketika bernafas karena Idungnye pesek. Bule kok, pesek? Hati nurani gua menyiratkan rasa iba atas kutukan yang tengah ia alami. Gua gak bisa jatuh cinta sama die, selain merasa iba dan prihatin. Gak jauh beda dengan yang namanya Marni yang juga mengaku keturunan kompeni, tapi ajaibnye ternyata nama aslinye Mamar, dan bukan cewek tulen. Tapi cewek jadi-jadian dengan hidung yang besar dan lubang hidung seperti goa jepang. Semua itu terjadi karena sejak orok—menurut ceritanya—dia memang sudah memiliki hobi ngupil dengan menggunakan jari jempol.
Dan nasib sial membuat gua juga harus kenal dengan yang namanya Arista, yang ternyata juga Cewek jadi-jadian, lelaki yang sangat berharap bisa hamil sebagaimana banyak perempuan. Tapi kenyataannya, perutnya aja yang buncit dan kumisnya juga jarang-jarang dan lebih mirip kotok yang nempel di atas bibir. Kejadian seperti ini terulang ketika ada juga perempuan jadi-jadian, namanya Diana alias Dhani. Frustasi gak bisa ngawinin pacarnya, akhirnya memutuskan untuk menjadi perempuan dengan maksud agar bisa dikawinin daripada ngawinin anak perawan orang. Apesnya lagi gua masih harus kenal yang namanya Maryam, yang ternyata tidak lebih baik dari Cewek jadi-jadian yang lain. Dia juga lelaki, yang merasa lebih feminim jika bisa menjadikan seorang lelaki sebagai istrinya. Dan masih ada Nisa, perempuan tulen tapi berkepribadian ganda, kadang jadi perempuan super imut bin luwes. Tapi kadang melebihi preman atawa pembunuh bayaran. Gua sering kali dijadikan pelampiasan untuk bahan latihan sebelum die ngegebukin orang. Apes! Sumpah! Gua bener-bener terjebak dalam dunia yang serba gak pasti dan bisa menipu itu. Dan masih banyak lagi yang gua kenal. Gak mungkin juga gua cerita semua di sini satu persatu. Bete, Cing!
Hidup pun kembali menghantam diri gua dengan kenyataan yang pastinya sangat berbanding terbalik dengan semua harapan diri ini. Setelah bersusah payah mencari pacar di dunia maya, gua malah dapet pacar di dunia nyata. Namanya: Nadila, teman maen dari kecil, perempuan tomboy yang mendapat hidayah hingga membuat dia berubah menjadi sosok cewek berkerudung panjang. Menurut ceritanye, selama dua tahun ini dia sedang memperdalam ilmu agama. Senangnya hati gua.. jauh-jauh nyari, gak taunye ada di depan mata. Sosok Nadila menambah satu kriteria yang gua pengen tentang sosok seorang pacar atau bini. Dia haruslah perempuan yang rajin beribadah dan tau banyak tentang agama. Paling gak, bisa membimbing gua untuk menjalani hidup yang rada bener dikit.
Tapi….
Lagi-lagi gua merasa seperti dipermainkan oleh kehidupan dan juga Tuhan, Cing! Hidup memang menyebalkan sekaligus membingungkan selain hidup itu sendiri gak ngenakin hati.Tiba-tiba saja Nadila memutuskan hubungan gua sama die.
Dia bilang,”Maafin gua..eh, maksudnya: maafin saya, Bang. Dila takut untuk pacaran lagi. Dari yang baru Dila tau, pacaran itu hukumnya sangat dilarang sama agama, Bang. Lebih banyak dosanye ketimbang manfaatnye. Dila takut sama Tuhan, Bang..Maafin, gua. Eh, maafin Dila ya, Bang… Kalo kita berjodoh, Dila tunggu sampe Abang dah mapan dan melamar Nadila”
Apes! Gua seperti di samber geluduk di siang bolong, ketika hampir mengalami orgasme saat tengah asik beronani. JGERR!!! DUARR!! Patah hati langsung saat itu juga. Nangis bombay sampe puasa makan nasi, hanya makan roti 3 lapis dengan selai kacang atau dengan bubur, plus jus alpuket atau apel atau sirsak. Puasa ngomong, kecuali ditanya macem-macem, gua pasti langsung curhat. Gua jadi lebay, lemah dan tidak maskulin. Gua benci Nadila! Pupus sudah harapan dan impian serta cita-cita gua untuk bisa memiliki keluarga dengan dirinya. Bayangan menjadi Bujangan kategori kelas paling berat semakin terbayang di pelupuk mata. Pengen mati dan bunuh diri. Tapi inget dosa dan takut neraka. Terlebih ketika gua tahu bahwa ternyata selang 3 bulan setelah putus sama gua. Nadila menikah dengan ustadz yang membimbing dia selama ini. padahal tuh ustadz dah punya bini. Harga diri gua seperti di-injek-injek setelah dikunyah kayak sirih trus dilepeh. Najong!
Tapi inilah hidup. Setelah gua pikir-pikir dengan otak gua yang Botol ini. Ternyata masih ada harapan dalam diri gua, bahwa mungkin aja kehidupan akan menjabarkan hal yang lebi baik setelah kejadian sekarang. Seperti sebelumnya, dimana kehidupan selalu memberikan hal yang jauh berbeda dari apa yang ada di dalam hati dan pikiran gua. Ya, semoga aja bener. Kalo gak? Gua mungkin akan masuk ke dalam golongan lelaki frustasi dan menjadi seperti Cewek jadi-jadian yang pernah gua kenal dulu: Marni, Arista, Diana dan Maryam. Hiks! Ampuuunnn…Tuhann…!!
Rabu, 04 April 2012
-Nyawa Hidupku-
Pernahkah kau mengagumi seseorang ?
Pastilah pernah..
Mengagumi sesuatu atau seseorang adalah hal yang indah..
Dan kau harus bangga dengan itu..
Seperti aku,
Tahukah kamu ?
Kekaguman dalam hatiku berubah menjadi suka..
Berubah menjadi cinta..
Ya, aku mencintainya..
Lalu apa yang harus kau lakukan jika kau berada di posisiku ?
Apa ? mengungkapkan perasaanku padanya ?
Kurasa tidak.
Sampai kapanpun tidak akan pernah.
Aku tak tau bagaimana cara mengungkapkannya.
Aku ingin dia melihatku.
Menyadari bahwa aku ada.
Ada untuk selalu mengaguminya..
Namun tak nyata.
>>>>>
Aku melihatnya. Ya, walau aku yakin Ia tak melihatku. Ku betulkan letak kacamata tutup botol yang rada melorot. Sedetik pun aku tak ingin melewatkan tiap-tiap bahagia aku memandangnya. Disana, ditengah lapangan basket, Ia berlari. Mengerahkan segala kemampuannya untuk menjadi yang terbaik. Mengerahkan seluruh strategi terbaiknya dalam permainan. Keringat yang ber cucuran melalui dahi dan pelipis sama sekali tak memudarkan ketampanannya. Bahkan Ia semakin tampan.
Dapat. Ia memegang kendali atas permainan sekarang. menggiring bola menuju ring kemenangan. Ayolah. Ayo. Sedikit lagi. kalahkan lawan lawanmu. Kamu pasti bisa. Dan..
SHOT !
“Woooooo !!!” sorakan riuh dari penonton-yang mayoritas kaum hawa- dibarengi dengan suara tepuk tangan mengakhiri pertandingan dengan hasil unggul untuk sekolah kami. yeah..siapa lagi kalau bukan karna dia ?
“Rio..Rio..Rio..!!” dari Tim Cheers kompak menyebut namanya. Aku bisa melihat rona bahagia menghiasi wajahnya. Entahlah, jika aku melihatnya tersenyum, suatu daya maha kuat menggetarkan hatiku. Mendorongku untuk ikut tersenyum bersamanya. Seperti saat ini. aku turut bahagia atas prestasi yang Ia capai.
Aku melirik jam ditanganku. Diriku menghela. Sudah jam setengah 6. Gawat, kalau tidak cepat cepat pulang bisa dimarahi aku. sekali lagi kubetulkan letak kacamataku. Hmm..aku tak bisa membayangkan apa yang terjadi padaku begitu sampai di rumah nanti. Baru kali ini aku berani pulang sesore ini. apa hanya untuk melihatnya beraksi dilapangan basket ? mungkin.
Sekali lagi aku memandangnya. Ah..Ia begitu sempurna dimataku. Senyumnya, suaranya, tatapan matanya. Bagiku dirinya tak ada cacat cela dimataku. Oke Ify, saatnya pulang. Toh besok kamu masih bisa bertemu lagi dengan pangeran kuda putihmu itu. kupuaskan mata untuk memandangnya sebelum membalikkan tubuh.
“Hey..” seru seseorang tepat saat aku akan berbalik. Tunggu, suara yang khas di telingaku. Suara yang amat kupuja puja. Tanpa berfikir panjang, akupun menoleh. Dan aku berharap nyawaku tak hilang saat itu juga kala melihat didepanku, dia..dia tengah tersenyum kearahku. Melambaikan tangannya. Kurasa itu isyarat untuk mendekat mungkin.
“Iya kamu, sini” serunya sekali lagi. Oh Tuhan, apakah ini mimpi ? Rio memanggilku ? menyuruhku untuk mendekat kepadanya ? apakah Rio bicara padamu Ify ?
Berhentilah grogi. Stop ! percaya pada dirimu bahwa kamulah yang dimaksud Rio! aku melafalkan kalimat itu berkali-kali. Mencoba menetralisir rasa tak percaya diri. hmm..cukup! aku tak mau membuatnya menunggu lama. Kulangkahkan kaki, menuju ketempatnya berpijak.
BUUKK..
“Aww..” pekikku saat sesuatu yang keras menubrukku dari belakang. Aku mendongak.
“Eh sori sori” si penabrak itu meminta maaf padaku. Setengah menit setelah kejadian tabrakan, aku masih mematung ditempatku. Masih dalam posisi setengah duduk setengah berdiri. Bukan, bukan karna efek tabrakan kecil itu. tapi..
Didepanku. Rio tengah becanda ria dengan..dengan seseorang yang tadi menabrakku. Yeah berfikirlah positif Ify. Sesungguhnya kejadian didepanmu itu menyadarkanmu dari mimpi yang panjang. Bahwa bukan kamu yang dipanggil Rio tadi. bukan. Bukan aku. melainkan dia, Pricill. Perempuan cantik nan populer. Ketua OSIS, kapten basket putri, anak konglomerat. Ya, dialah permaisuri yang pantas mendampingi pangeran tampan.
Bukan upik abu sepertiku..
>>>
“Dari mana aja kamu ?” suara itu langsung memburuku begitu aku membuka pintu. Suara ayahku.
“Da..dari..kerja kelompok yah” jawabku takut-takut. Saking takutnya hingga aku menundukkan kepala. Semoga ayah tak melihat kegugupanku. Semoga beliau tak mencium kebohonganku.
BRAKK !
Pundakku terlonjak saat ayah menggebrak meja ruang tamu. Aku pasrah. Semoga ayah tak menggunakan tangan atau kakinya untuk memberikan pelajaran padaku, atau sekedar pelampiasan emosi. Semoga hanya umpatan dan cacian yang kuterima. Tak lebih. Aku mohon Tuhan..sekali ini saja..
“Lain kali kalo kerja kelompok inget waktu!! Kamu masih punya kerjaan rumah yang harus diselesaikan !!” bentak ayah. Aku mengangguk. Kugigit bibir bawah keras-keras. Sementara tanganku meremas tas slempang-ku.
“Besok besok kalo ada kerja kelompok yang sampe sore seperti ini, jangan ikut! Sok rajin kamu! pekerjaan rumah lebih penting! ngerti kamu ?!!”
“Nge..ngerti yah” jawabku pelan. Bagaimanapun aku tak mau membuat ayah makin emosi karna jawabanku yang bukan-bukan.
“Yaudah, sekarang kamu mandi, ganti baju. terus siapin makan malem” perintah ayah segera kulaksanakan.
Ah..hari yang melelahkan. Perintah ayah sudah aku laksanakan 2 jam yang lalu. Belajar juga sudah kulakukan sejam yang lalu. Saatnya tidur.
Kenapa ? kalian heran dengan kelakuan ayah yang ‘abnormal ?’ oke biar kujelaskan. Ayah sebenarnya orang baik. Dulu, Kehidupanku dan keluargaku sangat harmonis. Ayah, ibu, aku, dan adikku, Ozy. Kami hidup berkecukupan. Namun sayangnya, saat aku kelas 8 SMP, rekan kerja ayah tak suka dengan prestasi ayah di kantor. Mereka menjatuhkan ayah dengan fitnah keji yang tak pernah ayah lakukan. Ayah dipecat tanpa penghormatan. Nama ayah di blacklist oleh sejumlah kantor kantor besar. Sejak saat itu sampai sekarang, ayah menganggur.
Hidup yang keras terus menekan kebutuhan kami menjadi semakin membengkak. Hingga keadaan memaksa kami menjual seluruh harta mewah kami dulu. dan pindah ke rumah yang lebih kecil. Sejak menjadi pengangguran, temperamen ayah berubah. Menjadi lebih buruk kurasa. Dan untuk menopang hidup, ibu lah yang harus mengkorbankan dirinya untuk terbang ke Arab Saudi. Menjadi tenaga Kerja disana.
Tapi tak apa, walau demikian aku tetap menyayangi ayahku. Beliau ayah yang hebat. Setidaknya aku bisa belajar mandiri dan tegar karna didikan beliau.
>>>
Kebiasaan disekolahku memang unik. Yaitu menulis pesan atau uneg-uneg di kamus perpustakaan. Kalian ngerti ? itu loh..kamus lusuh yang jumlahnya 20-an. Yang dipinjam tiap kelas dari perpustakaan tiap ada tugas mencari kosakata. Kala diberi tugas oleh guru bahasa inggris yang mengharuskan meminjam kamus, parahnya, siswa siswi bukannya mencari kosakata yang dimaksud, malah membaca pesan/uneg-uneg dari penulis sebelumnya. Bahkan ada yang menambahkan dengan menulis sesuatu.
Dan hari ini kelasku mendapat giliran meminjam kamus guna menyelesaikan tugas dari Bu Winda, yakni mencatat 100 kata masing masing anak. Hmm..
“Haha..parah banget nih” celetuk teman sekelasku. Kelas mulai ramai. Ada yang kaget, ada yang cekikikan. Mereka semua asik membaca pesan pada kamus dimeja mereka masing-masing.
“Ck, ada ada aja. Suruh nyari kata, malah baca yang engga-engga” ucapku. Ah lebih baik aku mencari tugas agar cepat selesai.
“Kamu ngapain sih Fy ? nyari tugasnya Bu Winda ?” usik Zahra, teman sebangkuku.
“Lah emang semestinya begitu kan ?”
“Ga asik kamu. nyantai aja kali. Percaya deh, pasti bu Winda juga ga akan periksa tugas kita. Siniin kamusnya, aku mau baca baca” katanya sembari merebut kamus yang tadinya dibawah kekuasaanku. Aku hanya pasrah. Melihat Zahra asik, aku mulai penasaran juga -,- kuputuskan untuk ikut membaca.
“Haha, liat ini Fy” tunjuk Zahra. Aku turut membaca apa yang ditunjuk Zahra.
‘Dear Angel..oh Angel, dirimu sama seperti namamu..dirimu layaknya malaikat yang menaungi hatiku. Oh Angel, tatapanmu membuat diriku sejuk. Oh Angel, suaramu seperti 3 Diva yang mengalun indah di telingaku. Aku menyukaimu Angel..by Daud’
“Hahaha..kocak parah si Daud” aku ikut tertawa bersama Zahra. Norak sekali cara Daud ? berani taruhan berapa, Angel pasti malu sekali mendapat terror ‘kamus’ seperti ini. ahahaha..
“Liat ini Fy” tunjuk Zahra (lagi).
‘Eh murid baru cantik, siapa namanya ? oh Alya. Eh tapi kok mukanya jutek gitu sih. ga pernah senyum. Begitu gue liat dia ngomong, astaga ompong toh. Pantesan mingkem mulu’
“Hah ? serius Alya ompong ? baru tau aku” komentar Zahra. Aku mengangguk tanda setuju. “Iya Ra. Pantes aja ya dia jarang ngomong”
Kami lanjutkan ‘kegiatan’ kami. kali ini ke halaman berikutnya.
‘Mona dana Lisa kembar ya ? tapi kok cantikan Lisa ya ? habisnya Mona centil sih. kaya Jabs aja. OPSS !’
Wadaw, frontal sekali. Mona dan Lisa adalah saudara kembar berdarah Indo-Prancis yang minim pengetahuan berbahasa Indonesia. Jadi kemungkinan kecil mereka tak mengerti apa yang ditulis disini. kecuali jika keduanya cukup cerdas untuk menenteng kamus Indonesia-Perancis kemanapun.
Selanjutnya..
‘Eh Oik, gausah lebay deh lo pake ngerebutin cowo orang segala. Ngaca woy ngaca. Cakka itu punya gue, ngapain pake rebut rebut segala ? lo pikir lo oke ?’
“Ini pasti Shilla yang nulis” terka Zahra. Belakangan ini, gosip cinta segitiga antara Shilla-Cakka-Oik memang ramai dibicarakan. Santer terdengar kabar bahwa Cakka diam-diam menyukai Oik, teman sekelasnya dari desa. Membuat hubungannya dengan Shilla renggang. Tapi entahlah mana yang benar.
Lanjut..
‘Awaw matanya Alvin ngga nahan deh. Sipitnya itu lhooo..ALVIIIIN..I Heart you..you know me so well..I Need You, I Love You, Aisheteru..MUACH :**’
Aku dan Zahra kompak cekikikan. Kami tau siapa penulis pesan diatas. Pastinya IRVA! Siapa lagi ? cewe berbody subur yang tergila gila dengan Alvin, kapten Futsal sekaligus atlet renang. Jika Alvin tengah bertanding, pasti Irva paling heboh.
Zahra membalikkan lembaran ke halaman berikutnya.
‘Rio ganteng. Gue udah bertahun tahun sukaaa sama lo. Sayangnya ada si pricill. Dih ga pantes lo dapetin Rio!’
Perasaanku aneh saat membaca pesan tersebut. Entahlah, mungkin sederet kalimat itu SEDIKIT membuatku senang. Setidaknya aku punya ‘dukungan’.
Mataku mengekor ke bagian bawah.
Dan..tertegun.
‘Ngga ada cewe dalam hidup gue yang sehebat Pricill.. Dia begitu sempurna. Gue sayang sama lo Cill. R’
Yeah..hanya dengan beberapa patah kalimat mampu menghancurleburkan hati gue. R ? siapa lagi kalau bukan Rio ?
“Fy ?”
“FY ?!” aku tersentak. Apa apaan ini Zahra ? -,-
“Iya..kamu kenapa sih ?”
“Ck, kamu tuh yang kenapa. Ngapain ngelamun ? cemburu ya ?” terka Zahra. Ngarang saja dia.
“Ngga kok” jawabny sembari membetulkan letak kacamata.
“Halah boong. Aku tau kok kamu suka sama Rio. Fy, kalo kamu ga brani bilang, tapi pengen Rio tau, tulis aja pesen di kamus ini. aku yakin deh Rio pasti baca. Jika takdir menghendaki kamus ini jatuh ke tangan Rio. Rio pasti tau bahwa ada diluar sana, sosok cewe luarbiasa yang mengagumi dia melebihi apapun” terang Zahra panjang lebar.
“Enak aja kamu bilang aku cewe luarbiasa ? emangnya aku anak SLB apa ? ngga ah. Aku lebih nyaman dengan keadaanku yang kaya gini. Tanpa harus Rio tau” putusku. Walau kutahu, sebenarnya aku telah berbohong.
>>>>
“Ada apaan nih ? rame-rame ?” tanyaku kala baru menjejakkan kaki di lantai kelas dan terheran-heran melihat keramaian yang ‘tak lazim’. Masing-masing dari teman sekelasku menggenggam secarik kertas berwarna biru muda. Umm..lebih mirip undangan mungkin.
“Ada apa ya De ?” tanyaku sekali lagi. Dea, sang ketua kelas menoleh. “Rio ulang tahun”
Aku tertegun. Dan tampaknya memang selalu begitu tiap ada orang menyebut nama Rio. “Ulang tahun ? kapan ?”
Dea melirikku sinis. Sembari memeluk undangan ditangannya. Seakan-akan aku hendak merebutnya. “Nanti malem. Oia jangan envy ya. gue tau lo ga di undang. Secara pesta ini Cuma buat anak anak POPULER. Dan LO, ngga termasuk didalemnya!”
Skak mat! Kata-kata Dea barusan bagai godam yang memukul keras hatiku. Menyadarkanku sebuah ungkapan ‘cinta tak harus memiliki’ dan akupun harus sadar bahwa aku tak pantas. Sama sekali tak pantas.
Ah ketimbang hatiku makin galau melihat suasana kelas, lebih baik aku mengungsi ke perpustakaan. Disana jauh lebih tenang. Sayang Zahra hari ini sakit.
Yeah..karna aku tak punya teman lain selain Zahra. Menyedihkan.
Jariku menyusuri tiap buku-buku yang tertata rapi di perpus kami. entah apa yang kucari. Kuputuskan untuk mengambil ATLAS dan membawanya ke meja baca. Kupikir aku akan mencari suatu lokasi yang bagus untuk menenangkan diri. mungkin.
TAP..TAP..TAP..
Ck, siapa sih pagi-pagi sudah main kejar-kejaran ? gerutuku dalam hati. Menurutku terlalu berlebihan sepasang anak SMA berlarian kesana kemari, kejar-kejaran tak jelas. Seperti film Kuch-Kuch Hotta Hai saja.
TAP..TAP..TAP..
Suara itu memaksaku untuk mengangkat kepala. Kegiatan menelusuri jalan di Pulau Sumatera kuhentikan sejenak. Penasaran juga siapa yang bermain dalam lakon Kuch-Kuch Hotta Hai versi SMA.
“Cill, ayolah..aku ngga ada apa apa kok sama Zevana. Aku sengaja minta dia buat bantu aku di acaraku nanti malem” seseorang tampak memohon. Dan aku paham suara itu.
Rio.
Detik berikutnya, kuputuskan untuk bangkit dari kursi. Mencuri pandang ‘acting’ dari balik jendela perpustakaan. Hmm..seperti apa sih pertengkaran ala anak populer ?
“mentang-mentang dia mau bantu kamu, terus kamu lupa janji kamu sama aku ? kemaren sore aku nungguin 2 jam di café tau ga!” marah Pricill. Aku yakin gadis itu memang sedang emosi sekali. Wajahnya memerah.
“Janji ? janji apa ?” Rio balik bertanya. Pertanyaan bodoh!
Kini aku yakin Pricill bisa menelan Rio hidup-hidup. “Ck, kita janji ketemuan di frescofft café jam 4! Masih lupa ?!”
Rio cengo (tapi tetap tampan dimataku) menyadari keteledorannya, kurasa.
“Astaga, aku lupaaa…maaf ya Cill. Demi Tuhan aku lupa” Rio berkali-kali meminta maaf. yang kulihat terakhir Pricill melarikan diri. kabur dari ‘scene film Bollywood’. Hm..padahal sedang seru-serunya. Kuputuskan kembali ke tempat duduk.
Kreeeekkk..
Sesuatu membuat kepalaku kembali mendongak. Tertegun. Yeah kalian pasti tau siapa itu ? tepat. Rio.
“Bu Kartika mana ?” tanyanya. Entah pada siapa. yang jelas matanya mengarah padaku. Tapi aku tak ingin dibuat geer seperti waktu di lapangan kemaren. Jadi kuputuskan diam saja.
Aku tau kalian menganggapku sangat bodoh. Kenapa ? karna hanya aku yang berada di perpustakaan itu. sedangkan penjaga perpus yang ditanyai Rio belum datang.
Bodohnya kusadari itu 30 detik setelah Rio bertanya. Membuatnya menahan pandangan matanya kearahku. “Bu..Bu Kar..”
“Ah udahlah” Rio menepiskan tangannya kearahku. Menandakan bahwa Ia sudah tak lagi membutuhkan jawabanku. Ya tentu saja, siapa yang mau menunggu lama untuk jawaban dari pertanyaan sederhana ? untungnya Rio cukup cerdas untuk melihat meja Bu Kartika yang masih kosong.
Pemuda itu melangkah dingin. Menuju rak tempat mereka menaruh kamus-kamus. Mataku terus mengekor Rio. mengamati tingkahnya. Kali ini Ia mengambil sebuah kamus. Lalu berbalik arah, kearahku. Membuatku tersentak untuk segera menundukkan kepala.
“Gue pinjem pulpen” pintanya. Aku hanya mengangguk sembari merogoh tas slempangku. Lalu menyerahkan benda yang dimaksud.
“Jangan bilang-bilang sama Bu Kartika ya” pintanya lagi. aku tak mengerti maksudnya. Kulihat Ia membuka kamus. Menuliskan sesuatu. Tak kurang dari semenit, kesibukannya selesai.
“Thanks ya” ujarnya saat mengembalikan pulpen. Lagi-lagi aku mengangguk. Lalu Ia melangkah ke tempat semula guna mengembalikan kamus tersebut ke tempat asalnya. Setelah itu pergi begitu saja.
Penasaran. Ya, aku ingin tau apa yang Rio tulis di kamus tadi. aku melirik jam. Masih sekitar 5 menit lagi sebelum bel. Kurasa aku masih punya waktu yang cukup. Mumpung sepi.
Tanganku meraih kamus yang diletakkan paling atas. Aku yakin ini kamus yang tadi diambil Rio. rada gugup, entah karna apa. Dimana Ia menulis tadi ? aku masih sibuk membolak-balikkan halaman dan tersentak begitu melihat salah satu halaman yang paling mencolok dibanding tulisan yang lain.
‘I ♥ you, Pricill. Forever and Ever..’R’”
Sederhana namun berarti. Dengan emot ♥ yang digambar dengan ukuran besar. Sempurna. Hari yang amat sempurna. Sempurna menghancurhan hatiku.
Ayolah Fy..bukankah cinta tak harus memiliki ?
Jika cinta tak harus memiliki, lalu aku dapat apa ?
Rio pasti tau bahwa ada diluar sana, sosok cewe luarbiasa yang mengagumi dia melebihi apapun.
Sebersit kalimat yang muncul dalam benakku. Ucapan Zahra kemarin. Yeah, aku memang tak harus memiliki raganya, tapi setidaknya Ia harus tahu bahwa aku ada. Bahwa aku, I-F-Y berdiri disini untuk selalu mengaguminya. Bahkan lebih dari itu. ya, kurasa aku akan menulis sebuah pesan kekagumanku padanya.
TEETTT…TEEETTT..
Oh..bel masuk. Baru saja aku mau mengambil pulpen. Tapi tampaknya kuurungkan saja. Mengingat jam pertama pelajaran Pak Ony, guru killer. Bisa berabe jika aku terlambat masuk kelasnya.
>>>
“Hadeh banyak banget yang nitip kado sama gue. emang mereka pikir gue pengantar kado apa” batinku tergelitik kala mendengar racauan sosok yang tak asing bagiku. Deva, adik kandung Pricill yang juga tergolong anak populer. Anak kelas 1 ini lebih supel dan banyak teman. Dari angkatannya, angkatan kakaknya, bahkan sampai kakak kelas 3.
“Eeee..maaf, Deva” sapaku. Entah atas dasar apa aku memanggilnya. Kebetunganku, Ia menoleh. “Ya ?”
“Umm..aku Ify. Boleh ngga minta tolong sesuatu sama kamu ?” aku bisa melihat dahi Deva menyernyit. Mungkin Ia terheran-heran melihat ada makhluk sepertiku yang tiba-tiba meminta pertolongannya.
“Apa ?” ah akhirnya.
“Aku..pengen nitip kado sama Rio. berhubung aku ngga diundang, boleh kan ?” pintaku. Semoga Deva berkenan.
1 detik. 2 detik. 3 detik. Hingga membuatku malas menghitung. Lelaki dihadapanku masih menampakkan wajah heran. Tentu saja, bagaimana bisa seorang gadis cupu nan ‘tak terlihat’ ini memohon-mohon padanya ?
“Ngga papa deh kalo ngga mau” putusku akhirnya. Lagipula aku tak mau menunggu lama kalau kalau jawaban yang keluar dari mulut Deva mengecewakan.
“Eh tunggu” cegahnya. Aku menoleh. “Lo bawa kadonya ?” tanyanya. Yes! Hampir saja aku berteriak karna terlalu senang.
“Hei, lo bawa kadonya ?” Deva mengulang pertanyaannya. Membuatku menepuk jidat. Bodoh! Aku bahkan belum tau harus memberi kado apa.
“Kadonya..umm..tertinggal di rumah” terpaksa aku berbohong. Deva kembali terdiam. Mungkin saat ini, dibenaknya aku terlihat sangat bodoh.
“Mau kuambilkan ?” tawarku.
“Oh ga usah. Gini aja, ntar sebelum jam 7 lo anter deh kado itu ke..kemana ya, ke taman kota deh. Gimana ? kita ketemuan disana ?” Deva memberi solusi yang cukup baik.
Aku mengangguk senang. “Iya. Tunggu aku ya, aku pasti dateng. Makasih ya Dev”
>>>>
Kuputuskan untuk mencari kado untuk Rio sepulang sekolah. Aku tak mau membuang waktu. Walau berjalan sendirian tanpa Zahra. Mataku menyusuri tiap barang yang dipajang di giftshop salah satu Mall ternama yang sedang kujejaki ini. hmm..kado apa ya yang pantas ? sederhana namun terkenang ?
Aku berfikir, kurasa giftshop bukan tempat yang pas untuk Rio. karna aku punya 2 alasan untuk angkat kaki dari tempat ini.
Yang pertama, karna giftshop disini kebanyakan menjual barang cewe. seperti boneka, jepit rambut. Wajarkah bila aku memberi kado boneka babi ?
Yang kedua, harganya yang tak sesuai dengan kantongku. Mataku nyaris keluar saking shocknya melihat kalung manik-manik berwarna dengan harga 120 ribu rupiah. Yang benar saja ? di kampung mungkin hanya 3500 saja.
Dua alasan yang mendasar. Kuputuskan untuk keluar dari giftshop.
Dorongan yang kuat, membawaku memasuki gramedia. Apa aku akan memberinya buku ? oh tidak. aku memang suka berkunjung kesini. ‘numpang’ membaca buku yang sudah dibuka segelnya oleh tangan jail. Kan lumayan, nambah ilmu tanpa harus mengeluarkan uang.
BRUKK..
“Aduh hati hati dong mbak” gerutu seseorang yang baru saja kutabrak.
“Iya.maaf maaf” mau tak mau aku turut berjongkok. Membantunya memunguti buku-buku yang berserakan miliknya.
Mataku tertuju pada sebuah buku. Buku yang melegenda disekolahku. Buku yang dijadikan penyampai pesan.
Kamus.
Kurasa aku tau apa yang harus kubeli.
>>>>
Katakan..
Apa yang ingin kau katakan.
Ungkapkan..
Apa yang ingin kau ungkapkan.
Waktu akan mengikismu.
Membuatmu tak bisa mengungkapkan segala apa yang ingin kau sampaikan..
Sebelum menyesal.
Katakan sekarang,
Atau tidak selamanya.
Aku ingin menuliskan segala kekagumanku padanya melalui kamus yang baru saja kubeli. Tapi tampaknya tak cukup waktu untuk itu. sekarang jam 6 lebih. Aku harus pulang ke rumah sebelum ayah marah. Tapi jika aku pulang, lalu ke taman menemui Deva pasti akan terlambat. Bagaimanapun aku tak mau menyia-nyiakan kebaikan Deva yang sudah bagus, mau membantuku.
Bimbang.
Lebih baik aku temui Deva dulu. tak apa menunggu beberapa menit di taman. Kueratkan kamus yang sudah terbungkus rapi oleh kertas kado. Semoga isi hatiku tersampaikan. Bagimu, mungkin konyol seorang gadis cupu memberi kado cowo populer sebuah kamus. Tapi percayalah, di sekolahku..kamus mempunyai arti tersendiri untuk menyampaikan apa yang ada dalam hatimu.
Mana deva ? aku melirik jam. Astaga..jam setengah 7 lebih 10. Aku tak tahu apa yang akan kudapat dari ayah sepulang nanti. Yang jelas lebih buruk dari makian. Kikira..aku pasrah.
10 menit telah berlalu. 10 menit berikutnya. Ayolaah Deva..kemana kamu ? jam 7 lebih lima belas menit. Aku tak bisa menunggu lagi. kuputuskan untuk menaruh kado diatas kursi taman. Moga saja tak ada yang mengambil sebelum Deva datang.
Aku percaya akan takdir.
>>>>
“Yah..maaf Ify baru pulang. Ha..habis ker..kerja kel..kelompok” ucapku gugup setelah membuka pintu. Aku tahu semua akan jauh lebih buruk dari yang kubayangkan. Bagaimana tidak ? sampai rumah jam 8 malam.
“Kamu masih ingat apa yang ayah bilang beberapa hari lalu ?” tanya ayah pelan. Namun tegas.
Aku mengangguk. “Ingat yah. Maafin Ify, tapi ini..ini penting yah”
“JANGAN BOHONG KAMU! KAMU ITU NGGA KERJA KELOMPOK TAPI NGELAYAB KAN ? KAMU PIKIR AYAH NGGA TAU ?” bentak ayah. Nyaris aku menangis.
“Ma..maksud ayah ?”
“Pak deni tetangga kita, ngadu sama ayah. Katanya dia ngeliat kamu di Mall sejam yang lalu. ITU YANG NAMANYA KERJA KELOMPOK ?!!”
Kali ini aku tak bisa menahan bulir airmata. Belum pernah aku lihat ayah semarah ini.
“Maaf yah. Ify siap nerima segala hukuman”
“Sini, ikut ayah !!” ayah menyeret lenganku. Bisa kulihat Ozy, adikku tengah mencuri pandang dari balik celah pintu kamarnya. Aku tau Ia sangat ketakutan.
Terkadang, aku tak memahami maksud Tuhan memberikan cobaan pada setiap umatNya. Saat Ayah memasukkan kepalaku kedalam bak mandi, terbayang 10 tahun lalu. Saat ayah menggendongku dengan penuh kasih sayang.
Tuhan, tolong..aku tak bisa bernafas. Ayah terlalu lama memasukkanku kedalam air. Tuhan, beri aku kesempatan hidup. Untuk..untuk menyampaikan semua padanya, pada Rio. jika Ia tau, aku lakukan semua ini untuknya. segala amarah ayah kuterima. demi dia.
Dan moga saja Deva menemukan kado yang kuberikan untuk Rio. kamus yang masih kosong. belum kutuliskan apapun.
Tuhan, beri aku waktu sehari saja untuk menyampaikan padanya..
Dan aku percaya takdir..
>>>>
Pesta malam itu sangat meriah. Tiap tamu yang datang berpenampilan sangat istimewa. Aku bisa melihatnya. Rio, dia sangat tampan dengan setelan jas yang Ia pakai. Disampingnya, Pricill terlihat sangat cantik. Mereka memang cocok.
Aku belum mengerti apa yang terjadi padaku. Saat tiba-tiba aku seperti terbangun dari tidurku. Lalu aku berada didepan gerbang rumah Rio. aku bisa masuk ke pesta tanpa halangan sedikitpun. Dan kurasa aku merasa lebih ringan.
Aku melihat Deva. Deva berjalan kearah Rio, dengan menenteng kado dariku. Oh akhirnya Ia menemukannya. Terima kasih Deva..
Aku lambaikan tanganku, berharap Deva melihatku. Tapi, dia melengos. Apa aku kurang terlihat ? atau (tidak) terihat ?
Aku melihat deva memberikan kado dariku kepada Rio. namun Rio menyuruhnya untuk meletakkan di meja kado.
Aku menunduk, kecewa, lemas.
>>>>>
Aku menjejakkan kaki paling awal. Masih sepi. Dimana anak-anak ? biasanya jam segini sudah ada 2 atau 3 anak yang datang. Apakah sekarang libur ? tidak kurasa. Kuputuskan untuk duduk saja dibangkuku sembari menunggu yang lain.
“Eh gue ngga nyangka loh nasibnya sesial ini” eh ada yang datang. Dea dan Cahya.
“Ckck apes. Udah cupu, miskin, disiksa lagi” tambah Dea. Aku penasaran juga siapa yang sedang mereka bicarakan.
“Kalian ngomongin siapa ?” kuberanikan diri untuk bertanya. Keduanya menoleh, mimik mereka..umm..apa ya ? aneh. Melihatku seperti hantu. Tak ada jawaban dari keduanya.
“Hii..gue ngeri kalo liat tempat duduknya” kata Cahya.
“Udah ah ke kantin yuk” ajak Dea. Mereka berlalu tanpa menoleh padaku sedikitpun. Aku bingung. Apa yang terjadi ?
Saat Zahra datang, aku mulai menyadari sesuatu aneh tak biasa tengah terjadi. Disini. dikelasku.
“Ra, ada apa sih ?” tanyaku. Namun Zahra diam. Tak bergeming. Yang terdengar hanyalah suara tangisan, isakan yang tertahan.
“Ck, fy..kenapa kamu ninggalin aku secepet ini ? kamu tegaa Fy..tega..” walau pelan, namun aku masih bisa menangkap apa yang Ia ucapkan. Dan aku tersentak. Memang ada apa denganku ?
Aku mencoba memutar kejadian kemaren dalam benakku. Yang aku ingat, kemarin aku pulang telat, dimarahi ayah, ditenggelamkan ke bak mandi, lalu..semua gelap. Tiba tiba aku terbangun. Merasakan tubuhku lebih ringan. Aku terbangun dan berada ditempat yang tak kuduga sebelumnya. Lalu aku ingat saat deva tak membalas lambaian tanganku. Aku ingat saat dea dan Cahya tak menjawab pertanyaanku. Juga Zahra.
Aku tak mau buang waktu. Segera aku berlari menuju rumah. Keyakinanku semakin bertambah ketika diriku menembus seseorang yang tengah berjalan. Aku…tak mungkin.
Dan memang benar..
>>>>
Author p.o.v
2 hari kemudian..
“den, ini kadonya tertinggal. waktu itu jatuh di kolong meja. Baru saya temukan tadi setelah membersihkan kolong meja” seorang pelayan memberikan kado berbentuk persegi panjang kepada Rio.
“Oh makasih Bik” pelayan tersebut pergi. sedangkan Tuannya menatap heran bungkusan biru muda ditangannya.
“Aneh. Kok bisa ketinggalan sih ? kalo ngga salah..ini itu kado yang dibawa Deva. Ah gue buka deh” tangan-tangan itu merobek kertas kado dengan cepat. Hingga ‘baju’ luas kado itu berhasil dirobek habis.
Dahi Rio menyernyit. “Kamus ? haha..dia pikir gue bego banget kali ya dalam bahasa inggris sampe ngado beginian. Ckck..ada ada aja” candanya sembari membolak-balikkan kamus tersebut.
“Aduh hp gue dikamar. ntar kalo Pricill sms ga dibales ngomel lagi. gue ambil dulu deh” putus pemuda tersebut, Ia letakkan kamus tadi pinggir kolam, tempat Ia duduk tadi.
Tak berselang lama, pemuda tersebut kembali.
“Tuh kan bener dia sms. Gue balesin dulu deh” beberapa menit sudah Rio habiskan untuk membalas sms-sms Pricill. Pemuda tersebut membiarkan kamus itu teronggok diam disampingnya.
“Lama ah balesnya. Kalo gue aja, langsung didamprat. Hmm..sambil nunggu mending buka kamus ah. Siapa tau ada kata kata romantis yang bisa gue pake buat Pricill. Hehe” candanya pada diri sendiri. diraihnya kamus tersebut.
Rio tersentak.
“Siapa yang nulis ? perasaan ngga ada yang dateng kesini sepeninggal gue. dan tadi itu ngga ada tulisan apapun” Rio bisa merasakan bulu kuduknya meremang.
Pasalnya, hampir di seluruh halaman kamus tertulis pesan kekaguman seseorang yang ditujukan padanya. Pesan dari seseorang yang..tak Rio kenal.
‘aku memujimu hingga jauh, terdengar syahdu ke angkasa. Rintihan hatiku memanggilmu. Dapatkah kau dengar nyawa hidupku’
Rio merasa, ada seseorang yang tengah memeluknya dari belakang. Walau sepenglihatannya tak ada siapapun..
-TAMAT-
>>>>
by :
chandra maliq
Pastilah pernah..
Mengagumi sesuatu atau seseorang adalah hal yang indah..
Dan kau harus bangga dengan itu..
Seperti aku,
Tahukah kamu ?
Kekaguman dalam hatiku berubah menjadi suka..
Berubah menjadi cinta..
Ya, aku mencintainya..
Lalu apa yang harus kau lakukan jika kau berada di posisiku ?
Apa ? mengungkapkan perasaanku padanya ?
Kurasa tidak.
Sampai kapanpun tidak akan pernah.
Aku tak tau bagaimana cara mengungkapkannya.
Aku ingin dia melihatku.
Menyadari bahwa aku ada.
Ada untuk selalu mengaguminya..
Namun tak nyata.
>>>>>
Aku melihatnya. Ya, walau aku yakin Ia tak melihatku. Ku betulkan letak kacamata tutup botol yang rada melorot. Sedetik pun aku tak ingin melewatkan tiap-tiap bahagia aku memandangnya. Disana, ditengah lapangan basket, Ia berlari. Mengerahkan segala kemampuannya untuk menjadi yang terbaik. Mengerahkan seluruh strategi terbaiknya dalam permainan. Keringat yang ber cucuran melalui dahi dan pelipis sama sekali tak memudarkan ketampanannya. Bahkan Ia semakin tampan.
Dapat. Ia memegang kendali atas permainan sekarang. menggiring bola menuju ring kemenangan. Ayolah. Ayo. Sedikit lagi. kalahkan lawan lawanmu. Kamu pasti bisa. Dan..
SHOT !
“Woooooo !!!” sorakan riuh dari penonton-yang mayoritas kaum hawa- dibarengi dengan suara tepuk tangan mengakhiri pertandingan dengan hasil unggul untuk sekolah kami. yeah..siapa lagi kalau bukan karna dia ?
“Rio..Rio..Rio..!!” dari Tim Cheers kompak menyebut namanya. Aku bisa melihat rona bahagia menghiasi wajahnya. Entahlah, jika aku melihatnya tersenyum, suatu daya maha kuat menggetarkan hatiku. Mendorongku untuk ikut tersenyum bersamanya. Seperti saat ini. aku turut bahagia atas prestasi yang Ia capai.
Aku melirik jam ditanganku. Diriku menghela. Sudah jam setengah 6. Gawat, kalau tidak cepat cepat pulang bisa dimarahi aku. sekali lagi kubetulkan letak kacamataku. Hmm..aku tak bisa membayangkan apa yang terjadi padaku begitu sampai di rumah nanti. Baru kali ini aku berani pulang sesore ini. apa hanya untuk melihatnya beraksi dilapangan basket ? mungkin.
Sekali lagi aku memandangnya. Ah..Ia begitu sempurna dimataku. Senyumnya, suaranya, tatapan matanya. Bagiku dirinya tak ada cacat cela dimataku. Oke Ify, saatnya pulang. Toh besok kamu masih bisa bertemu lagi dengan pangeran kuda putihmu itu. kupuaskan mata untuk memandangnya sebelum membalikkan tubuh.
“Hey..” seru seseorang tepat saat aku akan berbalik. Tunggu, suara yang khas di telingaku. Suara yang amat kupuja puja. Tanpa berfikir panjang, akupun menoleh. Dan aku berharap nyawaku tak hilang saat itu juga kala melihat didepanku, dia..dia tengah tersenyum kearahku. Melambaikan tangannya. Kurasa itu isyarat untuk mendekat mungkin.
“Iya kamu, sini” serunya sekali lagi. Oh Tuhan, apakah ini mimpi ? Rio memanggilku ? menyuruhku untuk mendekat kepadanya ? apakah Rio bicara padamu Ify ?
Berhentilah grogi. Stop ! percaya pada dirimu bahwa kamulah yang dimaksud Rio! aku melafalkan kalimat itu berkali-kali. Mencoba menetralisir rasa tak percaya diri. hmm..cukup! aku tak mau membuatnya menunggu lama. Kulangkahkan kaki, menuju ketempatnya berpijak.
BUUKK..
“Aww..” pekikku saat sesuatu yang keras menubrukku dari belakang. Aku mendongak.
“Eh sori sori” si penabrak itu meminta maaf padaku. Setengah menit setelah kejadian tabrakan, aku masih mematung ditempatku. Masih dalam posisi setengah duduk setengah berdiri. Bukan, bukan karna efek tabrakan kecil itu. tapi..
Didepanku. Rio tengah becanda ria dengan..dengan seseorang yang tadi menabrakku. Yeah berfikirlah positif Ify. Sesungguhnya kejadian didepanmu itu menyadarkanmu dari mimpi yang panjang. Bahwa bukan kamu yang dipanggil Rio tadi. bukan. Bukan aku. melainkan dia, Pricill. Perempuan cantik nan populer. Ketua OSIS, kapten basket putri, anak konglomerat. Ya, dialah permaisuri yang pantas mendampingi pangeran tampan.
Bukan upik abu sepertiku..
>>>
“Dari mana aja kamu ?” suara itu langsung memburuku begitu aku membuka pintu. Suara ayahku.
“Da..dari..kerja kelompok yah” jawabku takut-takut. Saking takutnya hingga aku menundukkan kepala. Semoga ayah tak melihat kegugupanku. Semoga beliau tak mencium kebohonganku.
BRAKK !
Pundakku terlonjak saat ayah menggebrak meja ruang tamu. Aku pasrah. Semoga ayah tak menggunakan tangan atau kakinya untuk memberikan pelajaran padaku, atau sekedar pelampiasan emosi. Semoga hanya umpatan dan cacian yang kuterima. Tak lebih. Aku mohon Tuhan..sekali ini saja..
“Lain kali kalo kerja kelompok inget waktu!! Kamu masih punya kerjaan rumah yang harus diselesaikan !!” bentak ayah. Aku mengangguk. Kugigit bibir bawah keras-keras. Sementara tanganku meremas tas slempang-ku.
“Besok besok kalo ada kerja kelompok yang sampe sore seperti ini, jangan ikut! Sok rajin kamu! pekerjaan rumah lebih penting! ngerti kamu ?!!”
“Nge..ngerti yah” jawabku pelan. Bagaimanapun aku tak mau membuat ayah makin emosi karna jawabanku yang bukan-bukan.
“Yaudah, sekarang kamu mandi, ganti baju. terus siapin makan malem” perintah ayah segera kulaksanakan.
Ah..hari yang melelahkan. Perintah ayah sudah aku laksanakan 2 jam yang lalu. Belajar juga sudah kulakukan sejam yang lalu. Saatnya tidur.
Kenapa ? kalian heran dengan kelakuan ayah yang ‘abnormal ?’ oke biar kujelaskan. Ayah sebenarnya orang baik. Dulu, Kehidupanku dan keluargaku sangat harmonis. Ayah, ibu, aku, dan adikku, Ozy. Kami hidup berkecukupan. Namun sayangnya, saat aku kelas 8 SMP, rekan kerja ayah tak suka dengan prestasi ayah di kantor. Mereka menjatuhkan ayah dengan fitnah keji yang tak pernah ayah lakukan. Ayah dipecat tanpa penghormatan. Nama ayah di blacklist oleh sejumlah kantor kantor besar. Sejak saat itu sampai sekarang, ayah menganggur.
Hidup yang keras terus menekan kebutuhan kami menjadi semakin membengkak. Hingga keadaan memaksa kami menjual seluruh harta mewah kami dulu. dan pindah ke rumah yang lebih kecil. Sejak menjadi pengangguran, temperamen ayah berubah. Menjadi lebih buruk kurasa. Dan untuk menopang hidup, ibu lah yang harus mengkorbankan dirinya untuk terbang ke Arab Saudi. Menjadi tenaga Kerja disana.
Tapi tak apa, walau demikian aku tetap menyayangi ayahku. Beliau ayah yang hebat. Setidaknya aku bisa belajar mandiri dan tegar karna didikan beliau.
>>>
Kebiasaan disekolahku memang unik. Yaitu menulis pesan atau uneg-uneg di kamus perpustakaan. Kalian ngerti ? itu loh..kamus lusuh yang jumlahnya 20-an. Yang dipinjam tiap kelas dari perpustakaan tiap ada tugas mencari kosakata. Kala diberi tugas oleh guru bahasa inggris yang mengharuskan meminjam kamus, parahnya, siswa siswi bukannya mencari kosakata yang dimaksud, malah membaca pesan/uneg-uneg dari penulis sebelumnya. Bahkan ada yang menambahkan dengan menulis sesuatu.
Dan hari ini kelasku mendapat giliran meminjam kamus guna menyelesaikan tugas dari Bu Winda, yakni mencatat 100 kata masing masing anak. Hmm..
“Haha..parah banget nih” celetuk teman sekelasku. Kelas mulai ramai. Ada yang kaget, ada yang cekikikan. Mereka semua asik membaca pesan pada kamus dimeja mereka masing-masing.
“Ck, ada ada aja. Suruh nyari kata, malah baca yang engga-engga” ucapku. Ah lebih baik aku mencari tugas agar cepat selesai.
“Kamu ngapain sih Fy ? nyari tugasnya Bu Winda ?” usik Zahra, teman sebangkuku.
“Lah emang semestinya begitu kan ?”
“Ga asik kamu. nyantai aja kali. Percaya deh, pasti bu Winda juga ga akan periksa tugas kita. Siniin kamusnya, aku mau baca baca” katanya sembari merebut kamus yang tadinya dibawah kekuasaanku. Aku hanya pasrah. Melihat Zahra asik, aku mulai penasaran juga -,- kuputuskan untuk ikut membaca.
“Haha, liat ini Fy” tunjuk Zahra. Aku turut membaca apa yang ditunjuk Zahra.
‘Dear Angel..oh Angel, dirimu sama seperti namamu..dirimu layaknya malaikat yang menaungi hatiku. Oh Angel, tatapanmu membuat diriku sejuk. Oh Angel, suaramu seperti 3 Diva yang mengalun indah di telingaku. Aku menyukaimu Angel..by Daud’
“Hahaha..kocak parah si Daud” aku ikut tertawa bersama Zahra. Norak sekali cara Daud ? berani taruhan berapa, Angel pasti malu sekali mendapat terror ‘kamus’ seperti ini. ahahaha..
“Liat ini Fy” tunjuk Zahra (lagi).
‘Eh murid baru cantik, siapa namanya ? oh Alya. Eh tapi kok mukanya jutek gitu sih. ga pernah senyum. Begitu gue liat dia ngomong, astaga ompong toh. Pantesan mingkem mulu’
“Hah ? serius Alya ompong ? baru tau aku” komentar Zahra. Aku mengangguk tanda setuju. “Iya Ra. Pantes aja ya dia jarang ngomong”
Kami lanjutkan ‘kegiatan’ kami. kali ini ke halaman berikutnya.
‘Mona dana Lisa kembar ya ? tapi kok cantikan Lisa ya ? habisnya Mona centil sih. kaya Jabs aja. OPSS !’
Wadaw, frontal sekali. Mona dan Lisa adalah saudara kembar berdarah Indo-Prancis yang minim pengetahuan berbahasa Indonesia. Jadi kemungkinan kecil mereka tak mengerti apa yang ditulis disini. kecuali jika keduanya cukup cerdas untuk menenteng kamus Indonesia-Perancis kemanapun.
Selanjutnya..
‘Eh Oik, gausah lebay deh lo pake ngerebutin cowo orang segala. Ngaca woy ngaca. Cakka itu punya gue, ngapain pake rebut rebut segala ? lo pikir lo oke ?’
“Ini pasti Shilla yang nulis” terka Zahra. Belakangan ini, gosip cinta segitiga antara Shilla-Cakka-Oik memang ramai dibicarakan. Santer terdengar kabar bahwa Cakka diam-diam menyukai Oik, teman sekelasnya dari desa. Membuat hubungannya dengan Shilla renggang. Tapi entahlah mana yang benar.
Lanjut..
‘Awaw matanya Alvin ngga nahan deh. Sipitnya itu lhooo..ALVIIIIN..I Heart you..you know me so well..I Need You, I Love You, Aisheteru..MUACH :**’
Aku dan Zahra kompak cekikikan. Kami tau siapa penulis pesan diatas. Pastinya IRVA! Siapa lagi ? cewe berbody subur yang tergila gila dengan Alvin, kapten Futsal sekaligus atlet renang. Jika Alvin tengah bertanding, pasti Irva paling heboh.
Zahra membalikkan lembaran ke halaman berikutnya.
‘Rio ganteng. Gue udah bertahun tahun sukaaa sama lo. Sayangnya ada si pricill. Dih ga pantes lo dapetin Rio!’
Perasaanku aneh saat membaca pesan tersebut. Entahlah, mungkin sederet kalimat itu SEDIKIT membuatku senang. Setidaknya aku punya ‘dukungan’.
Mataku mengekor ke bagian bawah.
Dan..tertegun.
‘Ngga ada cewe dalam hidup gue yang sehebat Pricill.. Dia begitu sempurna. Gue sayang sama lo Cill. R’
Yeah..hanya dengan beberapa patah kalimat mampu menghancurleburkan hati gue. R ? siapa lagi kalau bukan Rio ?
“Fy ?”
“FY ?!” aku tersentak. Apa apaan ini Zahra ? -,-
“Iya..kamu kenapa sih ?”
“Ck, kamu tuh yang kenapa. Ngapain ngelamun ? cemburu ya ?” terka Zahra. Ngarang saja dia.
“Ngga kok” jawabny sembari membetulkan letak kacamata.
“Halah boong. Aku tau kok kamu suka sama Rio. Fy, kalo kamu ga brani bilang, tapi pengen Rio tau, tulis aja pesen di kamus ini. aku yakin deh Rio pasti baca. Jika takdir menghendaki kamus ini jatuh ke tangan Rio. Rio pasti tau bahwa ada diluar sana, sosok cewe luarbiasa yang mengagumi dia melebihi apapun” terang Zahra panjang lebar.
“Enak aja kamu bilang aku cewe luarbiasa ? emangnya aku anak SLB apa ? ngga ah. Aku lebih nyaman dengan keadaanku yang kaya gini. Tanpa harus Rio tau” putusku. Walau kutahu, sebenarnya aku telah berbohong.
>>>>
“Ada apaan nih ? rame-rame ?” tanyaku kala baru menjejakkan kaki di lantai kelas dan terheran-heran melihat keramaian yang ‘tak lazim’. Masing-masing dari teman sekelasku menggenggam secarik kertas berwarna biru muda. Umm..lebih mirip undangan mungkin.
“Ada apa ya De ?” tanyaku sekali lagi. Dea, sang ketua kelas menoleh. “Rio ulang tahun”
Aku tertegun. Dan tampaknya memang selalu begitu tiap ada orang menyebut nama Rio. “Ulang tahun ? kapan ?”
Dea melirikku sinis. Sembari memeluk undangan ditangannya. Seakan-akan aku hendak merebutnya. “Nanti malem. Oia jangan envy ya. gue tau lo ga di undang. Secara pesta ini Cuma buat anak anak POPULER. Dan LO, ngga termasuk didalemnya!”
Skak mat! Kata-kata Dea barusan bagai godam yang memukul keras hatiku. Menyadarkanku sebuah ungkapan ‘cinta tak harus memiliki’ dan akupun harus sadar bahwa aku tak pantas. Sama sekali tak pantas.
Ah ketimbang hatiku makin galau melihat suasana kelas, lebih baik aku mengungsi ke perpustakaan. Disana jauh lebih tenang. Sayang Zahra hari ini sakit.
Yeah..karna aku tak punya teman lain selain Zahra. Menyedihkan.
Jariku menyusuri tiap buku-buku yang tertata rapi di perpus kami. entah apa yang kucari. Kuputuskan untuk mengambil ATLAS dan membawanya ke meja baca. Kupikir aku akan mencari suatu lokasi yang bagus untuk menenangkan diri. mungkin.
TAP..TAP..TAP..
Ck, siapa sih pagi-pagi sudah main kejar-kejaran ? gerutuku dalam hati. Menurutku terlalu berlebihan sepasang anak SMA berlarian kesana kemari, kejar-kejaran tak jelas. Seperti film Kuch-Kuch Hotta Hai saja.
TAP..TAP..TAP..
Suara itu memaksaku untuk mengangkat kepala. Kegiatan menelusuri jalan di Pulau Sumatera kuhentikan sejenak. Penasaran juga siapa yang bermain dalam lakon Kuch-Kuch Hotta Hai versi SMA.
“Cill, ayolah..aku ngga ada apa apa kok sama Zevana. Aku sengaja minta dia buat bantu aku di acaraku nanti malem” seseorang tampak memohon. Dan aku paham suara itu.
Rio.
Detik berikutnya, kuputuskan untuk bangkit dari kursi. Mencuri pandang ‘acting’ dari balik jendela perpustakaan. Hmm..seperti apa sih pertengkaran ala anak populer ?
“mentang-mentang dia mau bantu kamu, terus kamu lupa janji kamu sama aku ? kemaren sore aku nungguin 2 jam di café tau ga!” marah Pricill. Aku yakin gadis itu memang sedang emosi sekali. Wajahnya memerah.
“Janji ? janji apa ?” Rio balik bertanya. Pertanyaan bodoh!
Kini aku yakin Pricill bisa menelan Rio hidup-hidup. “Ck, kita janji ketemuan di frescofft café jam 4! Masih lupa ?!”
Rio cengo (tapi tetap tampan dimataku) menyadari keteledorannya, kurasa.
“Astaga, aku lupaaa…maaf ya Cill. Demi Tuhan aku lupa” Rio berkali-kali meminta maaf. yang kulihat terakhir Pricill melarikan diri. kabur dari ‘scene film Bollywood’. Hm..padahal sedang seru-serunya. Kuputuskan kembali ke tempat duduk.
Kreeeekkk..
Sesuatu membuat kepalaku kembali mendongak. Tertegun. Yeah kalian pasti tau siapa itu ? tepat. Rio.
“Bu Kartika mana ?” tanyanya. Entah pada siapa. yang jelas matanya mengarah padaku. Tapi aku tak ingin dibuat geer seperti waktu di lapangan kemaren. Jadi kuputuskan diam saja.
Aku tau kalian menganggapku sangat bodoh. Kenapa ? karna hanya aku yang berada di perpustakaan itu. sedangkan penjaga perpus yang ditanyai Rio belum datang.
Bodohnya kusadari itu 30 detik setelah Rio bertanya. Membuatnya menahan pandangan matanya kearahku. “Bu..Bu Kar..”
“Ah udahlah” Rio menepiskan tangannya kearahku. Menandakan bahwa Ia sudah tak lagi membutuhkan jawabanku. Ya tentu saja, siapa yang mau menunggu lama untuk jawaban dari pertanyaan sederhana ? untungnya Rio cukup cerdas untuk melihat meja Bu Kartika yang masih kosong.
Pemuda itu melangkah dingin. Menuju rak tempat mereka menaruh kamus-kamus. Mataku terus mengekor Rio. mengamati tingkahnya. Kali ini Ia mengambil sebuah kamus. Lalu berbalik arah, kearahku. Membuatku tersentak untuk segera menundukkan kepala.
“Gue pinjem pulpen” pintanya. Aku hanya mengangguk sembari merogoh tas slempangku. Lalu menyerahkan benda yang dimaksud.
“Jangan bilang-bilang sama Bu Kartika ya” pintanya lagi. aku tak mengerti maksudnya. Kulihat Ia membuka kamus. Menuliskan sesuatu. Tak kurang dari semenit, kesibukannya selesai.
“Thanks ya” ujarnya saat mengembalikan pulpen. Lagi-lagi aku mengangguk. Lalu Ia melangkah ke tempat semula guna mengembalikan kamus tersebut ke tempat asalnya. Setelah itu pergi begitu saja.
Penasaran. Ya, aku ingin tau apa yang Rio tulis di kamus tadi. aku melirik jam. Masih sekitar 5 menit lagi sebelum bel. Kurasa aku masih punya waktu yang cukup. Mumpung sepi.
Tanganku meraih kamus yang diletakkan paling atas. Aku yakin ini kamus yang tadi diambil Rio. rada gugup, entah karna apa. Dimana Ia menulis tadi ? aku masih sibuk membolak-balikkan halaman dan tersentak begitu melihat salah satu halaman yang paling mencolok dibanding tulisan yang lain.
‘I ♥ you, Pricill. Forever and Ever..’R’”
Sederhana namun berarti. Dengan emot ♥ yang digambar dengan ukuran besar. Sempurna. Hari yang amat sempurna. Sempurna menghancurhan hatiku.
Ayolah Fy..bukankah cinta tak harus memiliki ?
Jika cinta tak harus memiliki, lalu aku dapat apa ?
Rio pasti tau bahwa ada diluar sana, sosok cewe luarbiasa yang mengagumi dia melebihi apapun.
Sebersit kalimat yang muncul dalam benakku. Ucapan Zahra kemarin. Yeah, aku memang tak harus memiliki raganya, tapi setidaknya Ia harus tahu bahwa aku ada. Bahwa aku, I-F-Y berdiri disini untuk selalu mengaguminya. Bahkan lebih dari itu. ya, kurasa aku akan menulis sebuah pesan kekagumanku padanya.
TEETTT…TEEETTT..
Oh..bel masuk. Baru saja aku mau mengambil pulpen. Tapi tampaknya kuurungkan saja. Mengingat jam pertama pelajaran Pak Ony, guru killer. Bisa berabe jika aku terlambat masuk kelasnya.
>>>
“Hadeh banyak banget yang nitip kado sama gue. emang mereka pikir gue pengantar kado apa” batinku tergelitik kala mendengar racauan sosok yang tak asing bagiku. Deva, adik kandung Pricill yang juga tergolong anak populer. Anak kelas 1 ini lebih supel dan banyak teman. Dari angkatannya, angkatan kakaknya, bahkan sampai kakak kelas 3.
“Eeee..maaf, Deva” sapaku. Entah atas dasar apa aku memanggilnya. Kebetunganku, Ia menoleh. “Ya ?”
“Umm..aku Ify. Boleh ngga minta tolong sesuatu sama kamu ?” aku bisa melihat dahi Deva menyernyit. Mungkin Ia terheran-heran melihat ada makhluk sepertiku yang tiba-tiba meminta pertolongannya.
“Apa ?” ah akhirnya.
“Aku..pengen nitip kado sama Rio. berhubung aku ngga diundang, boleh kan ?” pintaku. Semoga Deva berkenan.
1 detik. 2 detik. 3 detik. Hingga membuatku malas menghitung. Lelaki dihadapanku masih menampakkan wajah heran. Tentu saja, bagaimana bisa seorang gadis cupu nan ‘tak terlihat’ ini memohon-mohon padanya ?
“Ngga papa deh kalo ngga mau” putusku akhirnya. Lagipula aku tak mau menunggu lama kalau kalau jawaban yang keluar dari mulut Deva mengecewakan.
“Eh tunggu” cegahnya. Aku menoleh. “Lo bawa kadonya ?” tanyanya. Yes! Hampir saja aku berteriak karna terlalu senang.
“Hei, lo bawa kadonya ?” Deva mengulang pertanyaannya. Membuatku menepuk jidat. Bodoh! Aku bahkan belum tau harus memberi kado apa.
“Kadonya..umm..tertinggal di rumah” terpaksa aku berbohong. Deva kembali terdiam. Mungkin saat ini, dibenaknya aku terlihat sangat bodoh.
“Mau kuambilkan ?” tawarku.
“Oh ga usah. Gini aja, ntar sebelum jam 7 lo anter deh kado itu ke..kemana ya, ke taman kota deh. Gimana ? kita ketemuan disana ?” Deva memberi solusi yang cukup baik.
Aku mengangguk senang. “Iya. Tunggu aku ya, aku pasti dateng. Makasih ya Dev”
>>>>
Kuputuskan untuk mencari kado untuk Rio sepulang sekolah. Aku tak mau membuang waktu. Walau berjalan sendirian tanpa Zahra. Mataku menyusuri tiap barang yang dipajang di giftshop salah satu Mall ternama yang sedang kujejaki ini. hmm..kado apa ya yang pantas ? sederhana namun terkenang ?
Aku berfikir, kurasa giftshop bukan tempat yang pas untuk Rio. karna aku punya 2 alasan untuk angkat kaki dari tempat ini.
Yang pertama, karna giftshop disini kebanyakan menjual barang cewe. seperti boneka, jepit rambut. Wajarkah bila aku memberi kado boneka babi ?
Yang kedua, harganya yang tak sesuai dengan kantongku. Mataku nyaris keluar saking shocknya melihat kalung manik-manik berwarna dengan harga 120 ribu rupiah. Yang benar saja ? di kampung mungkin hanya 3500 saja.
Dua alasan yang mendasar. Kuputuskan untuk keluar dari giftshop.
Dorongan yang kuat, membawaku memasuki gramedia. Apa aku akan memberinya buku ? oh tidak. aku memang suka berkunjung kesini. ‘numpang’ membaca buku yang sudah dibuka segelnya oleh tangan jail. Kan lumayan, nambah ilmu tanpa harus mengeluarkan uang.
BRUKK..
“Aduh hati hati dong mbak” gerutu seseorang yang baru saja kutabrak.
“Iya.maaf maaf” mau tak mau aku turut berjongkok. Membantunya memunguti buku-buku yang berserakan miliknya.
Mataku tertuju pada sebuah buku. Buku yang melegenda disekolahku. Buku yang dijadikan penyampai pesan.
Kamus.
Kurasa aku tau apa yang harus kubeli.
>>>>
Katakan..
Apa yang ingin kau katakan.
Ungkapkan..
Apa yang ingin kau ungkapkan.
Waktu akan mengikismu.
Membuatmu tak bisa mengungkapkan segala apa yang ingin kau sampaikan..
Sebelum menyesal.
Katakan sekarang,
Atau tidak selamanya.
Aku ingin menuliskan segala kekagumanku padanya melalui kamus yang baru saja kubeli. Tapi tampaknya tak cukup waktu untuk itu. sekarang jam 6 lebih. Aku harus pulang ke rumah sebelum ayah marah. Tapi jika aku pulang, lalu ke taman menemui Deva pasti akan terlambat. Bagaimanapun aku tak mau menyia-nyiakan kebaikan Deva yang sudah bagus, mau membantuku.
Bimbang.
Lebih baik aku temui Deva dulu. tak apa menunggu beberapa menit di taman. Kueratkan kamus yang sudah terbungkus rapi oleh kertas kado. Semoga isi hatiku tersampaikan. Bagimu, mungkin konyol seorang gadis cupu memberi kado cowo populer sebuah kamus. Tapi percayalah, di sekolahku..kamus mempunyai arti tersendiri untuk menyampaikan apa yang ada dalam hatimu.
Mana deva ? aku melirik jam. Astaga..jam setengah 7 lebih 10. Aku tak tahu apa yang akan kudapat dari ayah sepulang nanti. Yang jelas lebih buruk dari makian. Kikira..aku pasrah.
10 menit telah berlalu. 10 menit berikutnya. Ayolaah Deva..kemana kamu ? jam 7 lebih lima belas menit. Aku tak bisa menunggu lagi. kuputuskan untuk menaruh kado diatas kursi taman. Moga saja tak ada yang mengambil sebelum Deva datang.
Aku percaya akan takdir.
>>>>
“Yah..maaf Ify baru pulang. Ha..habis ker..kerja kel..kelompok” ucapku gugup setelah membuka pintu. Aku tahu semua akan jauh lebih buruk dari yang kubayangkan. Bagaimana tidak ? sampai rumah jam 8 malam.
“Kamu masih ingat apa yang ayah bilang beberapa hari lalu ?” tanya ayah pelan. Namun tegas.
Aku mengangguk. “Ingat yah. Maafin Ify, tapi ini..ini penting yah”
“JANGAN BOHONG KAMU! KAMU ITU NGGA KERJA KELOMPOK TAPI NGELAYAB KAN ? KAMU PIKIR AYAH NGGA TAU ?” bentak ayah. Nyaris aku menangis.
“Ma..maksud ayah ?”
“Pak deni tetangga kita, ngadu sama ayah. Katanya dia ngeliat kamu di Mall sejam yang lalu. ITU YANG NAMANYA KERJA KELOMPOK ?!!”
Kali ini aku tak bisa menahan bulir airmata. Belum pernah aku lihat ayah semarah ini.
“Maaf yah. Ify siap nerima segala hukuman”
“Sini, ikut ayah !!” ayah menyeret lenganku. Bisa kulihat Ozy, adikku tengah mencuri pandang dari balik celah pintu kamarnya. Aku tau Ia sangat ketakutan.
Terkadang, aku tak memahami maksud Tuhan memberikan cobaan pada setiap umatNya. Saat Ayah memasukkan kepalaku kedalam bak mandi, terbayang 10 tahun lalu. Saat ayah menggendongku dengan penuh kasih sayang.
Tuhan, tolong..aku tak bisa bernafas. Ayah terlalu lama memasukkanku kedalam air. Tuhan, beri aku kesempatan hidup. Untuk..untuk menyampaikan semua padanya, pada Rio. jika Ia tau, aku lakukan semua ini untuknya. segala amarah ayah kuterima. demi dia.
Dan moga saja Deva menemukan kado yang kuberikan untuk Rio. kamus yang masih kosong. belum kutuliskan apapun.
Tuhan, beri aku waktu sehari saja untuk menyampaikan padanya..
Dan aku percaya takdir..
>>>>
Pesta malam itu sangat meriah. Tiap tamu yang datang berpenampilan sangat istimewa. Aku bisa melihatnya. Rio, dia sangat tampan dengan setelan jas yang Ia pakai. Disampingnya, Pricill terlihat sangat cantik. Mereka memang cocok.
Aku belum mengerti apa yang terjadi padaku. Saat tiba-tiba aku seperti terbangun dari tidurku. Lalu aku berada didepan gerbang rumah Rio. aku bisa masuk ke pesta tanpa halangan sedikitpun. Dan kurasa aku merasa lebih ringan.
Aku melihat Deva. Deva berjalan kearah Rio, dengan menenteng kado dariku. Oh akhirnya Ia menemukannya. Terima kasih Deva..
Aku lambaikan tanganku, berharap Deva melihatku. Tapi, dia melengos. Apa aku kurang terlihat ? atau (tidak) terihat ?
Aku melihat deva memberikan kado dariku kepada Rio. namun Rio menyuruhnya untuk meletakkan di meja kado.
Aku menunduk, kecewa, lemas.
>>>>>
Aku menjejakkan kaki paling awal. Masih sepi. Dimana anak-anak ? biasanya jam segini sudah ada 2 atau 3 anak yang datang. Apakah sekarang libur ? tidak kurasa. Kuputuskan untuk duduk saja dibangkuku sembari menunggu yang lain.
“Eh gue ngga nyangka loh nasibnya sesial ini” eh ada yang datang. Dea dan Cahya.
“Ckck apes. Udah cupu, miskin, disiksa lagi” tambah Dea. Aku penasaran juga siapa yang sedang mereka bicarakan.
“Kalian ngomongin siapa ?” kuberanikan diri untuk bertanya. Keduanya menoleh, mimik mereka..umm..apa ya ? aneh. Melihatku seperti hantu. Tak ada jawaban dari keduanya.
“Hii..gue ngeri kalo liat tempat duduknya” kata Cahya.
“Udah ah ke kantin yuk” ajak Dea. Mereka berlalu tanpa menoleh padaku sedikitpun. Aku bingung. Apa yang terjadi ?
Saat Zahra datang, aku mulai menyadari sesuatu aneh tak biasa tengah terjadi. Disini. dikelasku.
“Ra, ada apa sih ?” tanyaku. Namun Zahra diam. Tak bergeming. Yang terdengar hanyalah suara tangisan, isakan yang tertahan.
“Ck, fy..kenapa kamu ninggalin aku secepet ini ? kamu tegaa Fy..tega..” walau pelan, namun aku masih bisa menangkap apa yang Ia ucapkan. Dan aku tersentak. Memang ada apa denganku ?
Aku mencoba memutar kejadian kemaren dalam benakku. Yang aku ingat, kemarin aku pulang telat, dimarahi ayah, ditenggelamkan ke bak mandi, lalu..semua gelap. Tiba tiba aku terbangun. Merasakan tubuhku lebih ringan. Aku terbangun dan berada ditempat yang tak kuduga sebelumnya. Lalu aku ingat saat deva tak membalas lambaian tanganku. Aku ingat saat dea dan Cahya tak menjawab pertanyaanku. Juga Zahra.
Aku tak mau buang waktu. Segera aku berlari menuju rumah. Keyakinanku semakin bertambah ketika diriku menembus seseorang yang tengah berjalan. Aku…tak mungkin.
Dan memang benar..
>>>>
Author p.o.v
2 hari kemudian..
“den, ini kadonya tertinggal. waktu itu jatuh di kolong meja. Baru saya temukan tadi setelah membersihkan kolong meja” seorang pelayan memberikan kado berbentuk persegi panjang kepada Rio.
“Oh makasih Bik” pelayan tersebut pergi. sedangkan Tuannya menatap heran bungkusan biru muda ditangannya.
“Aneh. Kok bisa ketinggalan sih ? kalo ngga salah..ini itu kado yang dibawa Deva. Ah gue buka deh” tangan-tangan itu merobek kertas kado dengan cepat. Hingga ‘baju’ luas kado itu berhasil dirobek habis.
Dahi Rio menyernyit. “Kamus ? haha..dia pikir gue bego banget kali ya dalam bahasa inggris sampe ngado beginian. Ckck..ada ada aja” candanya sembari membolak-balikkan kamus tersebut.
“Aduh hp gue dikamar. ntar kalo Pricill sms ga dibales ngomel lagi. gue ambil dulu deh” putus pemuda tersebut, Ia letakkan kamus tadi pinggir kolam, tempat Ia duduk tadi.
Tak berselang lama, pemuda tersebut kembali.
“Tuh kan bener dia sms. Gue balesin dulu deh” beberapa menit sudah Rio habiskan untuk membalas sms-sms Pricill. Pemuda tersebut membiarkan kamus itu teronggok diam disampingnya.
“Lama ah balesnya. Kalo gue aja, langsung didamprat. Hmm..sambil nunggu mending buka kamus ah. Siapa tau ada kata kata romantis yang bisa gue pake buat Pricill. Hehe” candanya pada diri sendiri. diraihnya kamus tersebut.
Rio tersentak.
“Siapa yang nulis ? perasaan ngga ada yang dateng kesini sepeninggal gue. dan tadi itu ngga ada tulisan apapun” Rio bisa merasakan bulu kuduknya meremang.
Pasalnya, hampir di seluruh halaman kamus tertulis pesan kekaguman seseorang yang ditujukan padanya. Pesan dari seseorang yang..tak Rio kenal.
‘aku memujimu hingga jauh, terdengar syahdu ke angkasa. Rintihan hatiku memanggilmu. Dapatkah kau dengar nyawa hidupku’
Rio merasa, ada seseorang yang tengah memeluknya dari belakang. Walau sepenglihatannya tak ada siapapun..
-TAMAT-
>>>>
by :
chandra maliq
Langganan:
Postingan (Atom)