Rabu, 26 Desember 2012

tentang dia :)

Alkisah di suatu pulau kecil, tinggallah berbagai macam benda-benda abstrak: ada Cinta, Kesedihan, Kekayaan, Kegembiraan dan sebagainya. Mereka hidup berdampingan dengan baik.

Namun suatu ketika, datang badai menghempas pulau kecil itu dan air laut tiba-tiba naik dan akan menenggelamkan pulau itu. Semua penghuni pulau cepat-cepat berusaha menyelamatkan diri. Cinta sangat kebingungan sebab ia tidak dapat berenang dan tak mempunyai perahu.

Ia berdiri di tepi pantai mencoba mencari pertolongan. Sementara itu air makin naik membasahi kaki Cinta. Tak lama Cinta melihat Kekayaan sedang mengayuh perahu.
"Kekayaan! Kekayaan! Tolong aku!" teriak Cinta.
"Aduh! Maaf, Cinta!" kata Kekayaan, "Perahuku telah penuh dengan harta bendaku. Aku tak dapat membawamu serta, nanti perahu ini tenggelam. Lagipula tak ada tempat lagi bagimu di perahuku ini."

Lalu Kekayaan cepat-cepat mengayuh perahunya pergi. Cinta sedih sekali, namun kemudian dilihatnya Kegembiraan lewat dengan perahunya.

"Kegembiraan! Tolong aku!", teriak Cinta.
Namun Kegembiraan terlalu gembira karena ia menemukan perahu sehingga ia tak mendengar teriakan Cinta.

Air makin tinggi membasahi Cinta sampai ke pinggang dan Cinta semakin panik. Tak lama lewatlah Kecantikan.

"Kecantikan! Bawalah aku bersamamu!", teriak Cinta.
"Wah, Cinta, kamu basah dan kotor. Aku tak bisa membawamu ikut. Nanti kamu mengotori perahuku yang indah ini." sahut Kecantikan. Cinta sedih sekali mendengarnya.

Ia mulai menangis terisak-isak. Saat itu lewatlah Kesedihan.
"Oh, Kesedihan, bawalah aku bersamamu," kata Cinta.
"Maaf, Cinta. Aku sedang sedih dan aku ingin sendirian saja..." kata Kesedihan sambil terus mengayuh perahunya.

Cinta putus asa. Ia merasakan air makin naik dan akan menenggelamkannya. Pada saat kritis itulah tiba-tiba terdengar suara, "Cinta! Mari cepat naik ke perahuku!"
Cinta menoleh ke arah suara itu dan melihat seorang tua dengan perahunya. Cepat-cepat Cinta naik ke perahu itu, tepat sebelum air menenggelamkannya. Di pulau terdekat, orang tua itu menurunkan Cinta dan segera pergi lagi.

Pada saat itu barulah Cinta sadar bahwa ia sama sekali tidak mengetahui siapa orang tua yang menyelamatkannya itu. Cinta segera menanyakannya kepada seorang penduduk tua di pulau itu, siapa sebenarnya orang tua itu.
"Oh, orang tua tadi? Dia adalah Waktu." kata orang itu.
"Tapi, mengapa ia menyelamatkanku? Aku tak mengenalnya. Bahkan teman-teman yang mengenalku pun enggan menolongku" tanya Cinta heran.
"Sebab," kata orang itu, "hanya Waktu lah yang tahu berapa nilai sesungguhnya dari Cinta itu ..."

Kamis, 20 Desember 2012

Sepanjang Hidup

Aku bersyukur kau di sini kasih 
Di kalbuku mengiringi 
Dan padamu ingin ku sampaikan
Kau cahaya hati 
Dulu ku palingkan diri dari cinta 
Hingga kau hadir membasuh segalanya 
Oh inilah janjiku kepadamu
 
Sepanjang hidup bersamamu 
Kesetiaanku tulus untukmu 
Hingga akhir waktu kaulah cintaku cintaku 
Sepanjang hidup seiring waktu 
Aku bersyukur atas hadirmu 
Kini dan selamanya aku milikmu
 
Yakini hatiku kau anugerah 
Sang Maha RahimSemoga Allah berkahi kita 
Kekasih penguat jiwaku
Berdoa kau dan aku di Jannah 
Ku temukan kekuatanku di sisimu 
Kau hadir sempurnakan seluruh hidupku
Oh inilah janjiku kepadamu

Yakini hatiku bersamamu ku sadari inilah cinta 
Tiada ragu dengarkanlah 
Kidung cintaku yang abadi

surat kecil untuk tuhan

Tuhan . . .
Andai aku bisa kembali
Aku tidak ingin ada tangisan didunia ini

Tuhan . . .
Andai aku bisa kembali
Aku berharap tidak ada lagi hal yang sama terjadi padaku terjadi pada orang lain

Tuhan . . .
Bolehkan aku menulis surat kecil untuk-Mu

Tuhan . . .
Bolehkah aku memohon satu hal kecil untuk-Mu

Tuhan . . .
Biarkanlah aku dapat melihat dengan mataku
Untuk memandang langit dan bulan setiap harinya

Tuhan . . .
Izinkanlah rambutku kembali tumbuh agar aku bisa menjadi wanita seutuhnya

Tuhan . . .
Bolehkah aku tersenyum lebih lama lagi
Agar aku bias memberikan kebahagiaan kepada ayah dan sahabat-sahabatku

Tuhan . . .
Berikanlah aku kekuatan untuk menjadi dewasa
Agar aku bisa memberikan arti hidup kepada siapapun yang mengenalku

Tuhan . . .
Surat kecilku ini
Adalah surat terakhir dalam hidupku

Andai aku bisa kembali . . .
Ke dunia yang Kau berikan padaku

Minggu, 16 Desember 2012

-E.n.D-

Hari ini hari Sabtu, Rey datang pagi-pagi ke sekolahnya, karena harus mengumpulkan tugas fisika yang sudah agak terlambat ke ruang guru sebelum wali kelasnya itu datang, pria berkacamata itu memang sering terlambat mengumpul tugas, apalagi tugas fisika, setelah berhasil melakukan ‘penyelundupan’ tugas, Rey cepat-cepat menuju ruang kelasnya.
“Hai, Erika! Wah rajin ya, pagi-pagi begini sudah belajar.” Ucap Rey yang baru saja masuk ke ruang kelas.
Erika hanya diam saja, ia sedang memandang foto seorang pria yang tampaknya memiliki memori yang dalam di hatinya.
“Hei, Erika? Kamu tidur ya??” Ucap Rey lagi dengan agak kesal karena tegurannya tidak mendapat respon dari Erika.

“Oh, Rey, maaf tadi aku tidak mendengarkan.” Ucap Erika dengan tenang seperti baru saja terbangun dari mimpinya dan buru-buru menyembunyikan foto itu kembali ke dalam dompetnya.
Rey duduk disamping tempat duduk Erika dan ikut melihat apa yang dilakukan olehnya, dilihatnya buku kumpulan cerpen ada disitu.
“Haha, ku kira kamu lagi belajar. Rupanya baca cerpen ini ya??” Ucap Rey sambil tertawa.
“Hmm.. Iya, lagipula hari ini tidak ada mata pelajaran yang sulit ‘kan?” Ucap Erika sambil tersenyum ke arah Rey.
“Haha.. Memang bagi kamu mata pelajaran hari ini tidak ada yang susah, tapi kalau aku, baru mendengar kata ‘fis’ dari ‘fisika’ saja sudah membuatku pusing, whew.” Keluh Rey.
“Tumben kamu datang pagi?” Tanya Erika.
“Hehe.. Maklum, harus ‘menyelundupkan’ tugas dulu..” Ucap Rey.
“Hehe, Rey, kamu tidak takut ketahuan apa?” Canda Erika sambil tertawa.
Selang berapa lama mereka mengobrol, datang sesosok pria dengan senyum lebar di bibirnya menuju ke arah Erika.
“Hai, cantik! Waah, pagi-pagi begini sudah belajar, ya?” Ucapnya.
“Duuh, Alex ya.. Tolong jangan panggil aku dengan sebutan cantik ya.” Ucap Erika dengan ketus.
“Haha.. Iya iya maaf..” Ucap Alex sambil sekali lagi tersenyum ke arah Erika, lalu menuju ke tempat duduk nya.
“Hmm, Alex.. Pantang menyerah sekali ya dia?” Ucap Rey sambil tersenyum kepada Erika.
Alex memang teman Erika semenjak dari SMP dulu, dan sudah bukan menjadi rahasia lagi kalau sebenarnya Alex jatuh cinta kepada Erika dan terus mengejarnya semenjak dari SMP. Namun dibalik semua itu, dan memang masih menjadi rahasia, Rey yang menjadi sahabat Erika saat di SMA kini pun memiliki rasa yang sama seperti Alex.

***

Sepulang sekolah, Alex menemui Erika di depan gerbang sekolah, karena biasanya Erika menunggu jemputan disitu.
“Hai, can.. Oh, maaf, Erika, hmm, besok kamu senggang?” Tanya Alex.
“Kita jalan-jalan, yuk.” Ajak Alex.
“Hmm, aku masih tidak tahu, karena besok pagi aku harus ke rumah Rey untuk mengerjakan tugas kelompok.” Ucap Erika.
“Tidak apa, biar aku tunggu dan nanti langsung aku jemput ke rumah Rey, bagaimana?” Ucap Alex lagi.
Nampaknya Alex memaksa sekali ingin mengajak Erika pergi bersamanya, Erika yang karena tidak enak menolak ajakan Alex pun menyetujuinya.

***

Keesokan siangnya, Alex pergi ke rumah Rey dengan menunggang sepeda motornya untuk menemui Erika. Dan kebetulan mereka sudah menyelesaikan tugas kelompok dan Erika memang menunggu Alex dari tadi.
“Wah, sudah menunggu ya? Maaf ya agak terlambat.” Ucap Alex pada Erika.
Rey menatap Alex dengan terkejut dan mata curiga.
“Huh? Alex ya? Ku dengar Erika mau pergi dengan seseorang, rupanya kamu ya??” Ujarnya sambil tertawa.
“Kenapa nada bicaramu seperti itu? Memangnya aku ini jenis pria yang berbahaya ya??” Protes Alex.
“Aku tidak bisa bilang kalau kamu juga pria yang ‘aman’.” Ujar Rey lagi.
“Ah, sudahlah, jangan berdebat lagi, jadi pergi tidak?” Tanya Erika kepada Alex.
“Iya iya, yuk naik.” Ujar Alex sambil menyalakan mesin sepeda motornya.
“Sampai jumpa, Rey.” Ucap Erika.
“Ya, hei, Alex, hati-hati, jaga Erika baik-baik.” Ucap Rey.
“Ok! Pergi dulu, Rey.” Ucap Alex sambil pergi bersama Erika.
Alex mengajak Erika pergi ke salah satu mall di daerah sana, mereka pergi nonton ke bioskop, makan bersama di restaurant, dan lainnya. Mungkin sama hal nya seperti kencan bagi Alex, namun Erika berpendapat lain, ia pun mau di ajak pergi hanya karena tidak enak menolak ajakan Alex kemarin.
Tiba saatnya mereka harus pulang, karena hari sudah hampir malam.
“Hei, Erika, kalungnya bagus sekali ya? Dapat dari mana?” Tanya Alex yang memang semenjak tadi memperhatikan kalung yang dipakai Erika, tidak ada yang special dari kalungnya, mungkin hanya liontin kalungnya yang bertuliskan ‘E.N.D’ yang telihat unik.
“Hm? Oh, ini pemberian dari seorang pria yang pernah mengisi hatiku yang sudah meninggal 2 tahun yang lalu…” Ucap Erika pelan.
“Wah, maaf ya Erika.. Aku tidak bermaksud..” Ucap Alex pada Erika.
“Ya, tidak apa, kenapa kamu tiba-tiba tertarik pada kalung ini?” Tanya Erika heran.
Tidak heran, semenjak SMP hingga sekarang Erika tidak pernah mengenakan kalung itu ke sekolah.
“Hm.. Tidak, hanya saja sepertinya aku pernah melihatnya, tapi dimana ya..? Boleh aku lihat sebentar?” Tanya Alex.
Erika melepaskan kalung yang dikenakannya dan memberikannya pada Alex. Alex pun mencoba memutar kembali memori nya dimana ia pernah melihat liontin kalung itu sebelumnya.
“Copeeett!!” Tiba-tiba ada seorang ibu muda yang berteriak minta tolong karena ada pencopet yang baru saja mencuri tas nya.
Dan tak disangka-sangka, pencopet yang sedang berlari dengan sekuat tenaga itu menabrak dan menerobos Erika dan Alex, sehingga membuat Erika terjatuh dan kalung yang berada di genggaman tangan Alex terlepas, kalung itu terjatuh di pinggir selokan disitu, Alex berusaha secepatnya memungut kalung itu kembali, sialnya, para pengunjung lain datang berlarian mengejar pencopet yang melarikan diri tadi, dan hasilnya, kalung yang sangat berharga bagi Erika itu pun masuk ke dalam selokan disitu, akibat terinjak-injak kaki orang-orang yang memang tidak disengaja itu.
“Oh, tidak.. Kalungnya..” Ucap Alex pelan sekali, bahkan hampir tidak kedengaran suara sedikitpun.
Erika langsung menuju ke selokan disitu, mencoba memasukkan tangannya di celah-celah selokan yang memang sangat sempit dan mencari kalung yang sangat berharga baginya itu.
“Erika…” Ucap Alex.
Erika menangis, seperti baru saja kehilangan penopang hidupnya, hingga Alex mendekatinya dan mencoba menghiburnya.
“Erika, sudahlah… Biar aku yang mencarinya nanti..” Ucap Alex.
“SUDAHLAH!? KALAU SAJA KAMU TIDAK MEMINTAKU UNTUK MELEPAS KALUNGNYA, SEMUA INI TIDAK MUNGKIN TERJADI! KINI SATU-SATUNYA PENINGGALAN DAVID SUDAH HILANG! SEMUA GARA-GARA KAMU! AKU BENCI PADAMU! AKU TIDAK INGIN MELIHATMU LAGI! PERGIII!!” Bentak Erika sambil pergi meninggalkan Alex. Erika memanggil taxi, dan pergi meninggalkan Alex begitu saja.
“David…?” Ucap Alex heran.
Nama itu mengingatkan dirinya kepada seseorang, seseorang yang tak asing, bahkan sangat dekat dengannya.
Malam harinya, hujan, Alex masih tetap disitu, mencari cara bagaimana mengambil kalung itu kembali dari selokan itu, namun hasilnya nihil, celah selokan disitu pun sangat sempit, lagipula arus air yang mengalir diselokan itu cukup deras, entah kalung itu sudah terbawa arus atau belum.
“Wah, gawat.. Bagaimana nih..” Ucap Alex bingung.
“Hei, masih disini?? tidak ada gunanya juga kamu mencarinya lagi, selokannya tidak bisa dibuka ‘kan?” Ucap seseorang dibelakang Alex.
Rupanya itu Rey, ia tersenyum, sambil memberikan payung kecil kepada Alex yang telah basah kuyub. Rey lalu mengajak Alex ke cafe terbuka disana. Rey memesan minuman hangat untuk mereka berdua kepada pelayan.
“Hmm… Rey…” Ujar Alex.
“Yaa, Erika sudah cerita semuanya, tadi dia ke rumah ku.” Ujar Rey. “Lalu, aku harus bagaimana??” Ucap Alex dengan nada bicara seperti orang yang sangat kesusahan.
“Tampaknya Erika sedih sekali, aku pun akan bingung kalau jadi kamu, mau tidak mau harus bertanggung jawab.. Hmmm…” Ucap Rey.
“Rey, kamu menyukai Erika kan?” Tanya Alex.
“Huh? Kenapa bertanya seperti itu?? Sudahlah, bukan saatnya membicarakan masalah itu.” Ucap Rey.
“Kalung itu, dulunya milik kakakku.. Pantas saja aku seperti pernah melihatnya, saat itu aku dan Erika masih SMP, dan kami masih belum saling mengenal satu sama lain.. Kakakku tinggal bersama paman dan bibi di sini, sedangkan di tempat lain aku ikut dengan ayah dan ibu, makanya aku jarang bertemu dengan kakak.. Barulah ketika ke rumah paman dan bibi aku bisa bertemu dengan kakak. Saat itu kakakku berkata bahwa ia baru saja punya pacar, dan membuatkan liontin kalung sebagai hadiah untuk perempuan itu. Namun sial… Kakakku meninggal dunia karena kecelakaan lalu lintas sepulang dari rumah perempuan itu… Tak kusangka… Perempuan itu adalah Erika, karena memang sebelumnya aku tidak pernah melihat pacar kakak, dan saat pemakaman kakak pun ia tidak datang.. Kalung yang diberikan kakak pun tidak pernah ia kenakan ke sekolah.. Aku baru sadar ketika Erika menyebut nama kakakku.. David.. Jadi itu arti liontin itu, ‘E.N.D’… Erika N David…” Cerita Alex panjang lebar kepada Rey dengan nada sedih.
“Benarkah..? Aku pun baru tahu.. Erika tidak pernah menceritakannya kepada ku… Hei, Alex… Jangan bersedih begitu.. Kamu juga menyukai Erika ‘kan? Kamu harus bisa membahagiakannya, jangan buat kakakmu bersedih disana..” Ucap Rey dengan tenang.
“Tapi.. Rey..” Ucap Alex.
“Sudahlah.. Aku masih bisa terus menjadi sahabatnya.. Lagipula, kamu yang pertama menyukainya ‘kan..” Ucap Rey sambil tersenyum.
“Aku punya ide.. Kamu masih bisa mengganti kalung itu.. Buatkan saja ia kalung baru.. Sama seperti milik kakakmu waktu itu, toh kamu masih ingat modelnya ‘kan?” Lanjut Rey.
“Aah! Iya! Kenapa tidak terpikir dari tadi! Rey, terima kasih, mungkin kalau kamu tidak datang, aku masih kebingungan duduk-duduk didekat selokan disitu.” Ucap Alex berseri-seri.
“Haha.. Baru sifat asli kamu bisa keluar sekarang..” Ujar Rey sambil tertawa.
“Ya sudah, aku akan memesan liontin itu sekarang, supaya lebih cepat selesainya nanti.” Ucap Alex sambil berlari mengambil sepeda motornya.
“Hei, mau ku temani?” ucap Rey setengah berteriak.
“Tidak perlu, kamu bayarkan minumannya saja, hahaha!” Balas Alex sambil pergi dengan sepeda motornya.

***

Keesokan harinya disekolah.
“Yo! Alex, Bagaimana?” Tanya Rey sambil menghampiri tempat duduk Alex.
“Yaah… Kata nya butuh 5 hari untuk membuat kalungnya.” Keluh Alex.
“Hmm.. Ya sudah sabar saja..” Ucap Rey tenang.
“Berarti 5 hari lagi juga Erika tidak berteguran dengan ku!” Keluh Alex lagi.
“Hahaha, iya nanti aku akan coba bujuk Erika.” Ucap Rey sambil beranjak dari kursi.
“Rey, sekali lagi terima kasih.” Ucap Alex.
“Ya. Tenang saja.” Ucap Rey sambil tersenyum.
Rey menghampiri tempat duduk Erika.
“Hai, Erika!” Sapa Rey.
“Ya.. Ada apa Rey?” Ucap Erika tenang.
“Tentang Alex…” Belum selesai Rey bicara, Erika sudah menyahut.
“Aku tidak ingin membicarakan tentang dia lagi!” Ucap Erika dengan nada cuek.
“Dengarkan dulu Erika... Dia ‘kan tidak sengaja membuat kalung itu hilang? Apa dia patut kamu musuhi sedangkan dia saja tidak bermaksud menghilangkannya?? Erika… Percaya atau tidak, Alex adalah adiknya David… Apa kamu tidak mau membahagiakan arwah David disana?? Dia bahkan mau berkorban ingin membuatkanmu kembali kalung yang sama.. Apa pengorbanannya masih belum cukup bagimu??” Ucap Rey meyakinkan Erika.
Erika sedikit terkejut mendengar kata-kata Rey, namun ia masih diam saja dan pura-pura tidak mendengarkan kata-kata Rey.
“Erika!” Ucap Rey sedikit nyaring.

***

Sepulang dari sekolah Erika pergi ke rumah Rey.
“Erika?” Ucap Rey heran.
Erika menangis dan memeluk tubuh Rey. Rey pun mencoba menenangkannya dengan mengajaknya duduk di ruang tamu.
“Rey... Kamu tidak tahu betapa aku kehilangan David pada hari itu… Maka nya aku begitu merasa kehilangan ketika kalung pemberian darinya hilang, aku seperti kehilangan cahaya dihatiku, Rey…” Ucapnya tersedu-sedu.
“Aku mengerti Rika… Tapi itu tidak berarti kamu kehilangan segalanya ‘kan.. Dan itupun bukan berarti kamu boleh membenci Alex… Apa kamu tidak lihat bagaimana usaha yang dilakukan Alex hanya untuk kamu… Semuanya untuk membahagiakan kamu…” Ucap Rey.
Erika semakin menangis tersedu-sedu. Cukup lama Rey mencoba menenangkan tangis kesedihannya.
“5 hari dari sekarang, Alex akan memberikanmu kalung yang sama seperti milik kakaknya dulu… Kamu harus meminta maaf kepada Alex secepatnya… Jangan biarkan dia terus merasa bersalah… Ya?” Tanya Rey pada Erika.
Erika mengangguk perlahan.

***

5 hari kemudian, malam hari, Rey dan Erika menunggu Alex di rumah Rey.
“Rey, aku benar-benar tidak menyangka kalau Alex adalah adiknya David, pantas saja, aku seperti melihat bayang-bayang David apabila menatap Alex.” Ucap Erika pada Rey.
“Yah, kamu bisa bertanya selengkapnya pada Alex ketika dia datang nanti.” Ucap Rey sambil tersenyum.
“Ya, semoga dia lekas datang.” Ucap Erika.
Sementara itu, Alex telah mengambil kalung yang telah dipesannya 5 hari yang lalu, dan sedang dalam perjalanan menuju rumah Rey dengan sepeda motornya, di tengah perjalanan ia kembali melihat dan mengamati kalung itu.
‘Wah… Benar-benar mirip sekali kalungnya, seperti milik kakak dulu, ku harap Erika akan senang...’ Batin Alex sambil tersenyum.
Tiba di perempatan jalan, tiba-tiba ada mobil dengan kecepatan tinggi dari sebelah kanan jalan menuju kearahnya…
‘Braaakkkkkkk!!!’

-continued-

*cerpen lengkapnya insya allah bakal d muat d koran kompas...doain ajah ya jak :D
np# http://youtu.be/SNJD-FyruVg

Sabtu, 08 Desember 2012

syaidina ali r.a dan fatimah az-zahra r.a

Ada rahasia terdalam di hati ‘Ali yang tak dikisahkannya pada siapapun. Fathimah. Karib kecilnya, puteri tersayang dari Sang Nabi yang adalah sepupunya itu, sungguh memesonanya. Kesantunannya, ibadahnya, kecekatan kerjanya, parasnya. Lihatlah gadis itu pada suatu hari ketika ayahnya pulang dengan luka memercik darah dan kepala yang dilumur isi perut unta. Ia bersihkan hati-hati, ia seka dengan penuh cinta. Ia bakar perca, ia tempelkan ke luka untuk menghentikan darah ayahnya.Semuanya dilakukan dengan mata gerimis dan hati menangis. Muhammad ibn ’Abdullah Sang Tepercaya tak layak diperlakukan demikian oleh kaumnya! Maka gadis cilik itu bangkit. Gagah ia berjalan menuju Ka’bah. Di sana, para pemuka Quraisy yang semula saling tertawa membanggakan tindakannya pada Sang Nabi tiba-tiba dicekam diam. Fathimah menghardik mereka dan seolah waktu berhenti, tak memberi mulut-mulut jalang itu kesempatan untuk menimpali.

‘Ali tak tahu apakah rasa itu bisa disebut cinta. Tapi, ia memang tersentak ketika suatu hari mendengar kabar yang mengejutkan. Fathimah dilamar seorang lelaki yang paling akrab dan paling dekat kedudukannya dengan Sang Nabi. Lelaki yang membela Islam dengan harta dan jiwa sejak awal-awal risalah. Lelaki yang iman dan akhlaqnya tak diragukan; Abu Bakr Ash Shiddiq, Radhiyallaahu ’Anhu.
”Allah mengujiku rupanya”, begitu batin ’Ali.Ia merasa diuji karena merasa apalah ia dibanding Abu Bakr. Kedudukan di sisi Nabi? Abu Bakr lebih utama, mungkin justru karena ia bukan kerabat dekat Nabi seperti ’Ali, namun keimanan dan pembelaannya pada Allah dan RasulNya tak tertandingi. Lihatlah bagaimana Abu Bakr menjadi kawan perjalanan Nabi dalam hijrah sementara ’Ali bertugas menggantikan beliau untuk menanti maut di ranjangnya.
Lihatlah juga bagaimana Abu Bakr berda’wah. Lihatlah berapa banyak tokoh bangsawan dan saudagar Makkah yang masuk Islam karena sentuhan Abu Bakr; ’Utsman, ’Abdurrahman ibn ’Auf, Thalhah, Zubair, Sa’d ibn Abi Waqqash, Mush’ab.. Ini yang tak mungkin dilakukan kanak-kanak kurang pergaulan seperti ’Ali.
Lihatlah berapa banyak budak Muslim yang dibebaskan dan para faqir yang dibela Abu Bakr; Bilal, Khabbab, keluarga Yassir, ’Abdullah ibn Mas’ud.. Dan siapa budak yang dibebaskan ’Ali? Dari sisi finansial, Abu Bakr sang saudagar, insya Allah lebih bisa membahagiakan Fathimah.
’Ali hanya pemuda miskin dari keluarga miskin. ”Inilah persaudaraan dan cinta”, gumam ’Ali.”Aku mengutamakan Abu Bakr atas diriku, aku mengutamakan kebahagiaan Fathimah atas cintaku.”Cinta tak pernah meminta untuk menanti. Ia mengambil kesempatan atau mempersilakan. Ia adalah keberanian, atau pengorbanan.
Beberapa waktu berlalu, ternyata Allah menumbuhkan kembali tunas harap di hatinya yang sempat layu.Lamaran Abu Bakr ditolak. Dan ’Ali terus menjaga semangatnya untuk mempersiapkan diri. Ah, ujian itu rupanya belum berakhir. Setelah Abu Bakr mundur, datanglah melamar Fathimah seorang laki-laki lain yang gagah dan perkasa, seorang lelaki yang sejak masuk Islamnya membuat kaum Muslimin berani tegak mengangkat muka, seorang laki-laki yang membuat syaithan berlari takut dan musuh- musuh Allah bertekuk lutut.
’Umar ibn Al Khaththab. Ya, Al Faruq, sang pemisah kebenaran dan kebathilan itu juga datang melamar Fathimah. ’Umar memang masuk Islam belakangan, sekitar 3 tahun setelah ’Ali dan Abu Bakr. Tapi siapa yang menyangsikan ketulusannya? Siapa yang menyangsikan kecerdasannya untuk mengejar pemahaman? Siapa yang menyangsikan semua pembelaan dahsyat yang hanya ’Umar dan Hamzah yang mampu memberikannya pada kaum muslimin? Dan lebih dari itu, ’Ali mendengar sendiri betapa seringnya Nabi berkata, ”Aku datang bersama Abu Bakr dan ’Umar, aku keluar bersama Abu Bakr dan ’Umar, aku masuk bersama Abu Bakr dan ’Umar..”
Betapa tinggi kedudukannya di sisi Rasul, di sisi ayah Fathimah. Lalu coba bandingkan bagaimana dia berhijrah dan bagaimana ’Umar melakukannya. ’Ali menyusul sang Nabi dengan sembunyi-sembunyi, dalam kejaran musuh yang frustasi karena tak menemukan beliau Shallallaahu ’Alaihi wa Sallam. Maka ia hanya berani berjalan di kelam malam. Selebihnya, di siang hari dia mencari bayang-bayang gundukan bukit pasir. Menanti dan bersembunyi.’Umar telah berangkat sebelumnya. Ia thawaf tujuh kali, lalu naik ke atas Ka’bah. ”Wahai Quraisy”, katanya. ”Hari ini putera Al Khaththab akan berhijrah. Barangsiapa yang ingin isterinya menjanda, anaknya menjadi yatim, atau ibunya berkabung tanpa henti, silakan hadang ’Umar di balik bukit ini!” ’Umar adalah lelaki pemberani. ’Ali, sekali lagi sadar. Dinilai dari semua segi dalam pandangan orang banyak, dia pemuda yang belum siap menikah. Apalagi menikahi Fathimah binti Rasulillah! Tidak. ’Umar jauh lebih layak. Dan ’Ali ridha.
Cinta tak pernah meminta untuk menanti. Ia mengambil kesempatan. Itulah keberanian. Atau mempersilakan. Yang ini pengorbanan.Maka ’Ali bingung ketika kabar itu meruyak. Lamaran ’Umar juga ditolak.
Menantu macam apa kiranya yang dikehendaki Nabi? Yang seperti ’Utsman sang miliarderkah yang telah menikahi Ruqayyah binti Rasulillah? Yang seperti Abul ’Ash ibn Rabi’kah, saudagar Quraisy itu, suami Zainab binti Rasulillah? Ah, dua menantu Rasulullah itu sungguh membuatnya hilang kepercayaan diri.Di antara Muhajirin hanya ’Abdurrahman ibn ’Auf yang setara dengan mereka. Atau justru Nabi ingin mengambil menantu dari Anshar untuk mengeratkan kekerabatan dengan mereka? Sa’d ibn Mu’adzkah, sang pemimpin Aus yang tampan dan elegan itu? Atau Sa’d ibn ’Ubaidah, pemimpin Khazraj yang lincah penuh semangat itu?
”Mengapa bukan engkau yang mencoba kawan?”, kalimat teman-teman Ansharnya itu membangunkan lamunan. ”Mengapa engkau tak mencoba melamar Fathimah? Aku punya firasat, engkaulah yang ditunggu-tunggu Baginda Nabi.. ””Aku?”, tanyanya tak yakin.”Ya. Engkau wahai saudaraku!””Aku hanya pemuda miskin. Apa yang bisa kuandalkan?””Kami di belakangmu, kawan! Semoga Allah menolongmu!”’
Ali pun menghadap Sang Nabi. Maka dengan memberanikan diri, disampaikannya keinginannya untuk menikahi Fathimah. Ya, menikahi. Ia tahu, secara ekonomi tak ada yang menjanjikan pada dirinya. Hanya ada satu set baju besi di sana ditambah persediaan tepung kasar untuk makannya. Tapi meminta waktu dua atau tiga tahun untuk bersiap-siap? Itu memalukan! Meminta Fathimah menantikannya di batas waktu hingga ia siap? Itu sangat kekanakan. Usianya telah berkepala dua sekarang.”Engkau pemuda sejati wahai ’Ali!”, begitu nuraninya mengingatkan. Pemuda yang siap bertanggungjawab atas cintanya. Pemuda yang siap memikul resiko atas pilihan- pilihannya. Pemuda yang yakin bahwa Allah Maha Kaya.
Lamarannya berjawab, ”Ahlan wa sahlan!” Kata itu meluncur tenang bersama senyum Sang Nabi.Dan ia pun bingung. Apa maksudnya? Ucapan selamat datang itu sulit untuk bisa dikatakan sebagai isyarat penerimaan atau penolakan. Ah, mungkin Nabi pun bingung untuk menjawab. Mungkin tidak sekarang. Tapi ia siap ditolak. Itu resiko. Dan kejelasan jauh lebih ringan daripada menanggung beban tanya yang tak kunjung berjawab. Apalagi menyimpannya dalam hati sebagai bahtera tanpa pelabuhan. Ah, itu menyakitkan.
”Bagaimana jawab Nabi kawan? Bagaimana lamaranmu?””Entahlah..””Apa maksudmu?””Menurut kalian apakah ’Ahlan wa Sahlan’ berarti sebuah jawaban!””Dasar tolol! Tolol!”, kata mereka,”Eh, maaf kawan.. Maksud kami satu saja sudah cukup dan kau mendapatkan dua! Ahlan saja sudah berarti ya. Sahlan juga. Dan kau mendapatkan Ahlan wa Sahlan kawan! Dua-duanya berarti ya !”Dan ’Ali pun menikahi Fathimah. Dengan menggadaikan baju besinya. Dengan rumah yang semula ingin disumbangkan ke kawan-kawannya tapi Nabi berkeras agar ia membayar cicilannya. Itu hutang.Dengan keberanian untuk mengorbankan cintanya bagi Abu Bakr, ’Umar, dan Fathimah. Dengan keberanian untuk menikah. Sekarang. Bukan janji-janji dan nanti-nanti.
’Ali adalah gentleman sejati. Tidak heran kalau pemuda Arab memiliki yel, “Laa fatan illa ‘Aliyyan! Tak ada pemuda kecuali Ali!” Inilah jalan cinta para pejuang. Jalan yang mempertemukan cinta dan semua perasaan dengan tanggung jawab. Dan di sini, cinta tak pernah meminta untuk menanti. Seperti ’Ali. Ia mempersilakan. Atau mengambil kesempatan. Yang pertama adalah pengorbanan. Yang kedua adalah keberanian.
Dan ternyata tak kurang juga yang dilakukan oleh Putri Sang Nabi, dalam suatu riwayat dikisahkan bahwa suatu hari (setelah mereka menikah) Fathimah berkata kepada ‘Ali, “Maafkan aku, karena sebelum menikah denganmu. Aku pernah satu kali jatuh cinta pada seorang pemuda ”‘Ali terkejut dan berkata, “kalau begitu mengapa engkau mau manikah denganku? dan Siapakah pemuda itu?”Sambil tersenyum Fathimah berkata, “Ya, karena pemuda itu adalah Dirimu.”
Kemudian Nabi saw bersabda: “ Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla memerintahkan aku untuk menikahkan Fatimah puteri Khadijah dengan Ali bin Abi Thalib, maka saksikanlah sesungguhnya aku telah menikahkannya dengan maskawin empat ratus Fidhdhah (dalam nilai perak), dan Ali ridha (menerima) mahar tersebut.”

Kemudian Rasulullah saw. mendoakan keduanya:“ Semoga Allah mengumpulkan kesempurnaan kalian berdua, membahagiakan kesungguhan kalian berdua, memberkahi kalian berdua, dan mengeluarkan dari kalian berdua kebajikan yang banyak.”

(Kitab Ar-Riyadh An-Nadhrah 2:183, Bab 4).

Rabu, 05 Desember 2012

17121990

kita harus sadar, bahwa kebahagiaan yg sesungguhnya adalah kebahagiaan yg berada di sekitar diri kita, yaitu keluarga. orang-orang yg kita cintai dan mencintai kita dengan setulus hati. Karena seiring berjalannya waktu, karir kita pada masanya nanti pasti akan surut. Lambat laun kita juga harus menerima kenyataan, jika sebuah popularitas pada saatnya nanti juga akan memudar. Akan tetapi, teori-teori tersebut tidak akan pernah berlaku pada kasih sayang orang-orang di sekitar kita (Keluarga). Karena mereka, akan menerima diri kita secara utuh dalam apapun keadaannya...

anak itu bernama ''odvan dhodet''

Kenapa hidup ini sungguh tak bisa aku mengerti, sedikitpun tak kupahami. Yang seperti kebanyakan orang akan keindahan pernikahan tapi tak berlaku buatku, janggal sekali untukku menyambut hari dimana aku akan menjadi milik orang lain. Bukan sebuah kebahagaian melainkan kehampaan. Teringat lagi akan janji dimasa lalu tentang sebuah pernikahan indah, mengikat ikrar dalam bahtera rumah tangga, namun semua itu pupus sudah. Sebentar lagi aku akan menjadi milik orang lain bukan miliknya.



 “selamat ya ibu indah, akhirnya ibu punya mantu juga.”
 “terima kasih jeng rahmi, alhamdulillah yah..akhirnya si mentari menikah juga.”
Terdengar ucapan selamat dari balik pintu kamarku, yang semakin membuatku tersayat pedih. Ibuku merasa bahagia sekali karena akhirnya aku akan menikah dengan laki-laki pilihannya, yang ibu bilang dia sangat cocok untukku dan pasti aku akan bahagia. Apakah itu benar ibu???tapi mengapa saat ini perasaanku benar-benar sedih, jangankan untuk bersanding dengannya, untuk mencoba mengenalnya saja aku sudah enggan. Entah apa yang ada dibenakku, namun aku belum bisa melupakan seseorang itu, seseorang yang berjanji akan menikahiku sepulang dari rantaunya. Maafkan aku cintaku, bukan maksud hati untuk mengkhianatimu tapi perjodohan ini tak mungkin aku tolak. Kedua orang tuaku dan orangtuanya ternyata sudah membuat kesepakatan akan pernikahan ini sebelum kami berdua mengerti tentang pernikahan.
               Sekali lagi aku belum bisa memahami ini semua, bagaimana mungkin aku bisa hidup bersama dengan orang yang tak ku cintai, bahkan bertemu saja tidak pernah. Pernikahan ini sungguh mendadak mengingat kondisi bunda Risma orang tua Fariz yang sudah semakin kritis, dan beliau menginginkan agar Fariz segera menikah denganku. Karena keeratan hubungan keluargaku dan keluarganya membuat ayah dan ibuku menyetujui pernikahan ini tanpa peduli dengan persetujuanku.
               “mentari sayang, cepat keluar acara akan segera dimulai”suara itu menyadarkanku dari lamunan panjang, segera ku hapus airmata yang semoat menetes. Aku tak ingin ibu melihat aku terlihat sedih di hari pernikahanku. Bagiku sekarang adalah kebahagiaan mereka, walau hati ini terlalu perih menanggung luka akan terpisahnya cintaku dan cinta satria, maafkan aku satria.
***

               “Muhammad Yakup Al Fariz, saya nikahkan engkau dengan Mentari shifa az zahra binti Muhammad zaenudin dengan mahar seperangkat alat sholat dan uang sebesar seratus tiga puluh ribu, dibayar tunai.” ucap kiai Fatir
               “saya terima nikahnya Mentari shifa az zahra dengan mahar tersebut dibayar tunai.” Fariz dengan mantap mengucapkan ijab.
               “bagaimana sah??” tanya kiai Fatir kepada saksi dan semua orang
               “sah” serempak menjawab.
               “Barokallahu......” kiai Fatir memanjatkan doa, gaungan suara amin pun menyeruak diseluruh ruangan. Kebahagaian dan kelegaan terpancar dari raut-raut setiap orang yang menyaksikan acara sakral itu.
               Dan bagaimana dengan aku, detik ini aku telah resmi menjadi seorang istri dari laki-laki yang tak pernah aku kenal sebelumnya.
***

               “ini mas Fariz kopinya,” ku letakan kopi sebagai pelengkap sarapan pagi yang telah kusiapkan di meja makan.
               “terima kasih dek.” ucap mas fariz lembut.
               Tak ada yang berubah dari perasaanku, walaupun aku telah menikah dengan mas Fariz tapi rasa cinta ini masih bersarang hanya untuk satria yang aku pun sendiri tak tau bagaimana keadaannya sekarang.
               Sebagai seorang istri aku berusaha untuk menjadi istri yang baik, walau belum sepenuhnya aku bisa. Namun aku belum bisa melaksanakan kewajibanku untuk memenuhi kebutuhan biologis mas fariz, tapi dengan penuh kesabaran mas Fariz memahami itu. Setiap malam kami tidur terpisah, sebagai seorang laki-laki mas Fariz tentu tidak ingin melihat seorang wanita tidur diluar kamar, maka dengan pengertiannya itu mas Fariz yang mengalah untuk tidur di sofa, kecuali pada saat-saat tertentu saja saat ibuku berkunjung dan menginap dirumah, tapi itupun mas fariz tetap tidur dibawah bukan satu ranjang denganku.
               Aku tau itu sangat salah,sebagai seorang istri aku tidak berhak bersikap seperti itu, pernah satu kali aku coba tepiskan perasaanku dan berfikir realitis bahwa sekarang aku telah menjadi milik mas Fariz. Saat itu aku siap untuk melayaninya, sengaja aku suruh maz fariz untuk tidur bersamaku dan mengijinkannya untuk melaksanakan kewajiban sebagai suami istri. Dengan perasaan yang tak menentu ku coba tenang, saat mas Fariz mendekat, ku coba untuk tersenyum walaupun itu selintas. Sungguh aku tak kuasa menahan matanya yang tajam, saat itu ingin rasanya aku menangis, airmata ini sungguh sudah meleleh mengingat satria, namun segera ku tahan.
               Dengan tatapannya yang lembut mas fariz menatapku, digenggamnya tanganku. Entah apa yang dia fikirkan saat itu, namun dia terlihat tersenyum manis. Tangannya yang tadi menggengam tanganku kini berganti meraih wajahku, diraihnya wajahku dan tiba-tiba dia mencium keningku seraya mengucapkan selamat malam, setelah itu dia beranjak pergi ketempat biasa dia tidur.
               Aku tak tau harus berbuat apa, sesaat setelah mas Fariz keluar airmata ini langsung tumpah. Entah apa yang aku rasa, bahagiakah aku atau sedih. Namun aku merasa sedikit lega.
***

               Pernikahanku dengan maz Fariz berjalan baik-baik saja, tidak ada pertengkaran maupun perselisihan walaupun keadaannya kami belum bisa melaksanakan kewajiban sebagai suami istri yang sebenarnya.
               Entah terbuat dari apa hati mas fariz itu, hingga hatinya sangatlah lembut. Perhatian-perhatian yang dia curahkan padaku tak pernah ada habisnya. Kelembutan sikap serta santun tutur katanya mengisyaratkan kesabaran yang sungguh luar biasa, apalagi menghadapi sikapku. Dia tak pernah mengeluh padaku, dia tak pernah marah sekalipun kadang aku melakukan kesalahan. Dia selalu memberiku nasihat dengan sikap lembutnya yang tidak membuatku tersinggung. Tapi kenapa hatiku belum bisa menerima kehadiran mas Fariz di kehidupanku, kenapa aku belum bisa mencintainya. maafkan aku mas Fariz.
***

               Ku gelar sajadah panjang, sepertiga malam bagi orang-orang yang merindukan kedekatan dengan Sang Maharaja. Di sepertiga malam itu pun ku panjatkan doa, ku haturkan dzikir serta ku curahkan segala perasaanku. Tak terasa ada rembesan air yang keluar dari kelopak mataku mengingat akan kekhilafanku. Kalam – kalam illahi mengantarkanku hingga menjelang shubuh. Dan kulanjutkan dengan sholat shubuh.
               Mentari di ufuk timur telah memacarkan rona kemerahannya, kicau burung mengantarkan angin kesejukan untuk insan manusia di dunia ini. Secercah harapan dan doa yang hanya Tuhan dan aku yang tau, berharap semua kan terwujud.
***

               Mataku tertuju pada sesuatu yang janggal, merasa aneh dengan keadaan kamarku. Ada benda-benda yang tak mungkin bisa sendirinya ada di sini. Kulihat sekeliling kamar, begitu semua ada perubahan. Warna-warni bunga bertaburan di ranjangku, ada mawar putih yang membentuk hati di sekitar taburan mawar merah. Sungguh indah, bahkan sangat indah dan menakjubkan. Di sisi lain terpajang sketsa wajahku yang dibubuhi nama kecilku “RiRi”. Siapa yang melakukan ini, siapa yang membuat keajaiban ini. Sungguh luar biasa, tak pernah sekalipun kubayangkan tentang moment seperti ini. Mungkinkah mas Fariz...?????? Tapi dia bilang dia sedang ada rapat dan mungkin akan pulang terlambat hingga malam nanti, lalu siapa yang telah mempersiapkan ini.
               Di tengah –tengah hati buatan dari mawar putih itu tegeletak secarik kertas berwarna pink, entah kertas apa itu. Karena penasaran aku segera mengambilnya dan kubaca. Hanya satu kalimat yang aku belum tau apa maksudnya. Hanya tertulis sebuah kalimat “ pergi ke kebun belakang, aku menunggumu” secarik kertas itu lalu kutinggalkan.
               Subhanallah, kejutan apalagi ini. Cahaya lilin menghiasi rentetan jalan yang menuju pada satu titik. Mas Fariz dengan seikat bunga mawar merah menungguku di meja yang dihiasi lilin indah...sungguh kejutan yang membuatku tak bisa berkata-kata, hanya ulasan senyum yang selalu berkembang di bibirku ini. Perlahan kutelusuri jalan setapak yang indah ini.
               “happy brithday dek, selamat ulang tahun mentari.” seikat bunga itu pun dipersembahkan mas Fariz padaku seraya menyilahkan aku duduk.
               Kini aku hanya berdua dengan mas Fariz, ditemani temaram cahaya lilin dan sinar bulan. Perasaanku menjadi tak menentu, sebuah kebahagiaan yang baru kutemukan setelah sekian lama aku merindukannya. Ada secercah cahaya hangat yang menerobos masuk dalam relung hatiku saat kutatap wajah mas Fariz. Rasa apakah ini, setelah bertahun-tahun tak pernah ku rasakan lagi.
               “gimana dek, kamu senang dengan ini. Mas sengaja buat ini untuk hadiah ulang tahunmu. Maaf mas belum bisa memberikan yang lebih dari ini.”mas fariz menggenggam tanganku dan mengecup punggung tanganku.
               Setetes embun yang keluar dari mataku pun jatuh perlahan, dengan senyum yang masih berkembang ku ucapkan terimakasih.” Terima kasih mas, ini hadiah terindah yang pernah adek dapat. Dan ini sudah lebih dari apa pun. Terima kasih mas.”
               Malam ini adalah malam terindah yang pernah aku rasa, kebahagiaan yang dulu sempat hilang kini hadir kembali, dan perasaan itu ada yang berubah. Mungkinkah ini jawaban atas doa-doaku. Amien..semoga saja...!!!
               Kini hari-hariku terasa lain, sejak kejutan malam itu aku merasakan sesuatu yang lain pada diriku, apalagi saat aku berhadapan dengan mas Fariz. Dulu biasa saja saat aku melihat matanya, tapi kini sungguh lain. Hatiku berdebar-debar saat mas menggenggam tanganku, aku juga merasa grogi saat berhadapan langsung dengan mas Fariz. Kenapa ini ??? Ada apa denganku, mungkinkah aku jatuh cinta......????
               Tak tau pasti apa yang aku rasakan terhadap mas Fariz, namun yang pasti rasaku sudah tak seperti dulu lagi. Tak acuh lagi saat dia sibuk dengan kegiatannya, sangat mengkhawatirkannya saat dia pulang terlambat. Dan selalu menyiapkan apa yang mas Fariz butuhkan. Semua itu ku lakukan dengan senang hati, tak ada rasa beban lagi. Dan sejak malam itu, aku dan mas Fariz sudah melunasi kewajiban sebagai suami istri. Mungkinkah ini kebahagiaan menikah seperti yang kebanyakan orang katakan. Entahlah, tapi saat ini aku merasa begitu sangat bahagia dan nyaman.
***

               Hari ini ulang tahun mas Fariz, dan aku akan memberikan kejutan yang luar biasa. Hadiah ini pasti akan membuat mas fariz bahagia. Karena hadiah ini adalah anugerah yang Allah berikan. Tiga bulan sudah usia kehamilanku, sengaja tak ku beritahu maz Fariz karena aku ingin memberikan kejutan pada hari ulang tahunnya. Buah cinta yang kami dambakan, setelah ku bisa mencintai mas Fariz dengan segenap hati. Ketulusan dan kesabaran mas Fariz telah merubah segalanya. Cintanya kini mengisi relung hatiku, penuh dengan untaian doa kebahagiaan.
               Semua pernak-pernik dan tetek bengek untuk mempersiapkan kejutan ulang tahun mas Fariz sudah ku siapkan, sempurna semuanya perfect. Pasti mas fariz akan terkejut dan bahagia sekali saat melihat bukti test kehamilanku di kantung baju tidurnya. Setelah sebelumnya ku persiapkan kejutan lainnya, makan malam dengan masakan spesial kesukaan mas Fariz yang kini telah terhidang rapi di meja makan.
               Tak sabar aku menunggu kedatangan mas Fariz, sudah ku tanya dia kapan akan pulang dari kantor dan dia bilang sebentar lagi. Jantungku berdetak lebih kencang, menunggu kedatangan sang pujaan hati tiba.
               Namun selang sejam dari kabar yang dia beritahukan mas Fariz tak kunjung datang. Timbul perasaan was-was takut terjadi apa-apa. Tanpa berfikir panjang langsung kuraih ponsel yang ada di sakuku dan ku hubungi mas Fariz.
               “assalamualaikum mas Fariz.” suaraku menyapa mas Fariz
               “Waalaikum salam dek, “ terderang suara mas Fariz di seberang sana.
               “mas kenapa sampai malam gini mas belum juga pulang” tanyaku merasa khawatir.
               “maaf dek, tapi mas ada tugas tambahan dari bos dan belum sempat mengabari adek. Maaf ya dek. Hmm mungkin sebentar lagi pekerjaan ini selesai dan mas bisa pulang. Maaf ya dek sudah mengkhawatirkan adek.” lembut suara mas fariz menentramkanku, membuatku tenang akan keadaan mas Fariz. Rupanya pekerjaan yang membuatnya terhambat pulang dari kantor, semoga dia baik-baik saja.
               “oh ya sudah mas, adek kira mas kenapa-kenapa. Adek sempat khwatir banget sama mas. Tapi sekarang adek sudah bisa lega tau mas baik-baik saja. Ya sudah kalau gitu, selamat bekerja, hati-hati dan cepat pulang ada sesuatu yang ingin adek berikan. Assalamualaikum mas”kataku mengakhiri pembicaraan
               “waalaikum salam, jaga diri adek baik-baik” suara mas fariz menutup telepon.
               Terdengar sedikit aneh, tak biasa-biasanya mas fariz berbicara sedatar itu. Seperti tak ada gairah. Sempat berfikir aneh, tapi segera kusingkirkan fikiran itu karena aku tak ingin merusak suasana dan aku sebagai seorang istri harus bisa berprasangka baik terhadap suaminya.
***

               “hallo bisa bicara dengan ibu mentari.” suara di seberang telpon itu membuatku penasaran.
               “iya benar, saya mentari. Ada apa ya pa...???? dan kenapa” tanyaku pada penelpon yang tidak ku kenal itu.
               “cepat segera ibu ke rumah sakit Medica, pa Fariz mengalami kecelakaan.”
               Deg. kenapa ini. Benarkah apa yang sudah aku dengar tadi. Mas Fariz, ada apakah engkau, kenapa engkau hingga seseorang mengabarkanku mas sudah di rumah sakit. Baru satu jam tadi kau berbicara padaku, berjanji akan segera pulang setelah pekerjaan itu selesai. Tapi kenapa sekarang aku yang harus menjemputmu, dan itu di rumah sakit... ada apa denganmu mas.
***

               Kamar ICU itu terlihat lengah, senyap tak ada suara walau aku liat ada banyak orang di situ. Dan kenapa semua orang menatapku pilu, ada apa denganku. Salah satu rekan kerja mas Fariz yang kebetulan perempuan langsung memelukku erat, menangis di pelukkanku. Aku sungguh tak tau ada apa ini. Dengan suara yang masih terisak perempuan ini berbicara lirih. “ yang sabar ya mba mentari, mba harus bisa menerima ini semua.” Keadaan ini membuatku semakin tidak mengerti, sebenarnya ada apa.
               “ada apa ini.” tanyaku datar pada semua orang yang ada di situ. Ku tau perasaanku kini sudah tak menentu lagi. Namun semua hanya terdiam tak ada yang berani menatapku, semua hanya larut dalam kediamannya itu. “ada apa ini, cepat katakan”tanyaku sekali lagi dengan nada agak keras.
               “ada apa dengan mas Fariz, kenapa mas Fariz. Kenapa semua diam. Cepat katakan.” ku goyang-goyangkan kerah baju lelaki yang ku tau adalah rekan kerja mas fariz, namun sekali lagi lelaki itu hanya diam saja. “ hei...ada apa...kalian itu tuli ya...kenapa semua diam”aku semakin tak karuan, berteriak-teriak bertanya pada semua orang yang membisu terpatung. Dan lagi-lagi perempuan itu memelukku. ”sabar mba, coba tenang” diucapnya lirih.
               Seketika itu aku lihat seorang perawat keluar dari ruangan ICU dengan mendorong ranjang yang di atasnya terdapat sosok manusia tergeletak dengan tertutup selimut putih. Tepat di hadapanku, selimut itu tersingkap seolah ingin memberitahukan siapa yang sedang diselimutinya. Terlihat wajah teduh, dengan raut ketenangan tertutup matanya. Masih terukir jelas senyum di bibirnya. Akupun mendekati sosok manusia itu.
               “siapa ini pa...kenapa mirip sekali dengan suamiku. Kenapa dengannya. ”tanyaku dengan polos, walaupun setetes airmata tlah mulai tumpah.
               Perawat itu hanya bisa diam, namun perempuan tadi membisikiku lirih, “ itu mas Fariz mba. Dia telah tiada. Mba harus tabah ya...” aku hanya terdiam, dan kupandangi lagi lekat sosok lelaki itu. Semakin lekat hingga tumpahlah sudah airmata yang sedari tadi aku tahan. Sosok itu, terlihat teduh dengan senyuman yang menghiasi wajahnya adalah suamiku, mas fariz yang kata perempuan tadi telah tiada.
               Ya Allah, kenapa ini...apa maksud ini semua. Seolah tak percaya aku peluk mas Fariz, kuciumi keningnya berharap dia bangun kembali. Tapi semakin ku peluk sosok itu hanya terdiam membisu. Ya Allah...suamiku tercinta..ada apa ini mas...mas fariz...kenapa engkau pergi begitu cepat, kenapa engkau meninggalkanku dan buah cintamu tanpa kau tau sebelumnya. Kenapa mas.
               Bulir-bulir airmata ini terus tumpah menyeruak membahasi wajahku, aku tak berdaya. Tubuhku terasa begitu lemas, ingin rasanya aku berteriak, tapi aku begitu lemah. Untuk berkata saja aku sudah tak sanggup lagi.
               Hari ini kusaksikan kejutan lagi yang kau buat untukku, tapi bukan kejutan yang buatku bahagia seperti dulu lagi melainkan kesedihan yang mendalam kau tinggalkan.
***

               Kecelakaan tragis yang membuat nyawamu tak bisa tertolong, membuatmu terpisah jauh denganku. Bagaimana bisa semua ini terjadi begitu cepat, padahal sebelumnya aku sempat berbicara denganmu. Kejutan ini, yang seharusnya kau tau tak sempat kuberikan. Buah cinta yanng kini ada dikandunganku semakin membesar, sama seperti perasaan rinduku terhapadmu yang semakin besar. Mas Fariz, kamu hadir saat ku tak punya cinta, tapi mengapa kau pergi saat ku mencintaimu. Selamat jalan Mas Fariz...hati ini akan selalu untukmu...dan akan kujaga buah cinta ini hingga kelak dia tau bahwa dia punya sosok seorang ayah yang sangat ibu cintai.

The End

Senin, 03 Desember 2012

akihiko

Dear Diary
Seribu tahun aku menunggu. Hari ini adalah dimana hanya selangkah lagi untuk menggapai impianku, tapi itu hanyalah sebuah impian belaka. Hatiku hancur berkeping-keping dan menjadi kepingan keegoisan. Impian ku hanya satu, aku hanya ingin kau tulus mencintaiku dari lubuk hatimu yang paling dalam. Aku ingin kau menerimaku apa adanya. Aku ingin kau biarkan orang berkata apa. Itu yang aku harapkan, Akihiko"
Aku meneteskan air mata saat aku menggores pena di buku diary-ku. Aku tak tahu apa yang harus kulakukan. Aku bodoh dalam hal seperti ini. Yang aku lihat sekarang hanyalah, kepedihan dan air mata…


*Flash Back*
Bel tanda istirahat pun berdentang. Aku baru saja keluar kelas. Aku menunggu kabar dari wali kelasku hari ini. Aku mengikuti lomba essay sastra Jepang. Walaupun aku berharap aku kalah. Jika aku menang, aku akan ditransfer ke Amerika selama 3 bulan.
Aku berjalan menelusuri koridor sekolah yang ramai. Saat aku hendak berbelok, aku melihatnya bersama teman-temannya. Aku langsung bersembunyi di balik tembok dan mendengarkan percakapan mereka.
"Aki, aku tahu kau menyukai Kirijo-san bukan ? Aku pikir dia juga menyukaimu."salah satu temannya berbicara tentangku.
"Jika kalian berpasangan, hati-hati ya…awas dieksekus hii..hi..hi" teman yang lain melanjutkan.
"Tidak…siapa yang mau sama dia ? Udah galak, mukanya ngajak berantem.." aku kaget saat mendengar ia berkata seperti itu.
Aku langsung meneteskan air mata dan hatiku hancur. Aku pergi meninggalkan tempat itu saat itu juga…
*Flash Back End*

Aku berusaha untuk mencari udara segar. Karena hari ini hari Minggu, aku akan berjalan-jalan di sekitar Tatsumi Port Island. Aku cukup stress untuk memikirkan kejadian kemarin. Akhirnya aku menutup buku diary merah itu dan kubawa dengan tangan kananku. Saat aku keluar ruangan, aku melihat Fuuka keluar ruangan bersamaan denganku. Ia menyapaku, "Senpai…tanpa personaku, aku bisa menebak kalau kau sedang sedih. Ada yang bisa kubantu ?".
"Maaf Yamagishi…aku hanya butuh waktu sendiri." Jawabku. Aku tak mau semua orang tahu ini. Mungkin ini sepele, tapi bagiku ini masalah besar. Aku yakin sekali, dia juga mencintaiku. Setiap hari dia menatapku, dan 1 minggu yang lalu, dia menatapku dengan tatapan berbeda. Tatapan penuh…cinta. Dan aku yakin itu.
Aku menuruni tangga menuju lounge. Aku melihat Akihiko dan Arisato. Mengapa harus ada dia ? "Hey ! Mitsuru !" dia menyapaku, aku berusaha untuk tidak menoleh, tapi akhirnya aku menoleh, "Ada apa ?".
"Mau main monopoly bersama kami ?" Tanya Arisato.
"Maaf, aku sedang tidak ingin bermain" aku berjalan keluar asrama.
Sebaiknya aku menenangkan hatiku. Akhirnya aku memutuskan untuk pergi ke Naganaki Shrine. Aku menikmati udara pagi yang indah ini. Tapi pagi bahagia ini, telah memudar. Di pikiranku sekarang hanya ada satu, Akihiko. Entah kenapa, setiap aku berusaha untuk melupakannya, aku smalah semakin sulit untuk menghapusnya dari pikiranku.

Setelah aku sampai di Naganaki Shrine, aku berusaha untuk menenangkan diri. Aku menuliskan perasaanku pada diary yang aku bawa,
"Dear Diary
Setiap kali aku melupakanmu, kau muncul di benakku. Setiap aku berjalan di bawah sinar mentari, kau muncul di benakku. Mengapa ? Sulit untuk melupakanmu. Kau selalu adadi benakku. Aku selalu teringat akan kejadian yang membuatku meneteskan air mata kepedihan. Dipandang dekat, Dicapai tak dapat. Mungkin terlihat mudah untuk melupakanmu dari pikiranku, tapi itu tak semudah yang aku bayangkan. Melupakanmu bagaikan punguk merindukan bulan. Ya…sulit melupakanmu, karena aku masih mencintaimu, Akihiko"
Air mataku menetes di diary-ku. Kejadian kemarin masih terlintas di pikiranku. "Kakak, kok kakak nangis ? kenapa ?" Seorang anak perempuan berada di depanku. Dia memakai rok pendek, membawa tas, dan rambutnya dikepang dan diikat lagi.
Aku berusaha untuk tidak terlihat lemah di depan anak itu, "Eh, kakak gak apa-apa kok. Oh iya, mamamu mana ? terus namamu siapa ?"
"Namaku Maiko. Mamaku ? Mamaku kerja, aku sudah biasa kok, main sendiri disini. Kakak kenapa ? Kok sedih.." anak kecil itu memperkenalkan dirinya. Aku tak percaya, anak sekecil dia bermain sendirian di tempat sepi seperti ini. Apa dia tidak takut diculik ?
Aku menjawab, "Ah…kamu masih kecil. Ini masalah orang dewasa.".
"Tentang cinta ya ?" Maiko berusaha menebak.
"Loh…kamu tahu cinta ? masih kecil kok udah cinta-cintaan" aku tertawa kecil.
"aku tahu, cinta itu berkaitan dengan hati kan. Dan cinta tidak melihat penampilan. Dan itu terasa indah. Betul kan kak ?" Jawabnya.
Aku terkejut, melihat anak sekecil ini berbicara tentang cinta. "Oke…terima kasih ya, sudah menghibur kakak." Aku berpamitan dengan anak itu.
Aku pun berjalan meninggalkan Naganaki Shrine. "Kakak !" aku mendengar suara Maiko berteriak. "Diary kakak tertinggal !" Ya ampun ! Kebiasaan buruk ku kambuh lagi. Aku selalu meninggalkan buku harianku. Apakah ia membacanya ? "Tidak kok, aku tidak membacanya" Maiko tersenyum.
Apakah dia bisa membaca pikiran ? dan itu artinya dia bisa membaca perasaan ku hari ini ? Sudahlah, abaikan itu. Aku mengucapkan terima kasih dan pergi meninggalkan Naganaki Shrine.

Aku kembali berjalan. Kali ini aku menuju Iwatodai Station. Mengapa ? Mengapa hanya aku yang merasakan kepedihan hari ini ? Apakah yang lain bersenang hati di atas penderitaanku ? Tidak, aku harus berpikir positive. Sulitnya untuk menghilangkan sifat keegoisanku. Sama sulitnya dengan melupakannya.
Aku duduk di kursi panjang di Iwatodai Strip Mall. Aku mulai menggoreskan penaku,
"Dear Diary
Mengingat kejadian kemarin, aku mulai berpikir. Aku merasakan sulitnya untuk melupakan seseorang yang kita cintai. Tapi, apakah dia juga merasakan hal yang sama ? Apakah dia sulit untuk menerimaku ? Ya…dia benar. Aku tak pantas untuk di cintai. Aku tak pantas untuk di kasihi. Akihiko, sebegitu sulitkah kau membuat ruang untukku di hatimu ?"
Aku menutup diary-ku. Aku menatap sekitar. Andaikan dunia merasakan kepedihanku. Sekali lagi, aku meneteskan air mataku. Tiba-tiba, seseorang memberikan sapu tangan kepadaku. Ia berkata, "Jangan menangis anak muda, kau terlihat jelek jika kau menangis.."
Seorang kakek berdiri di sebelahku dan mulai duduk. "Terima kasih kek…" aku mengusap air mataku.
"Kau tahu, aku bisa menebak. Tangisan mu itu karena patah hati kan ?" kakek itu mulai menghisap pipanya. Dia melanjutkan kalimatnya, "Jangan sia-sia kan cinta. Yakinlah kepada dirimu…".
"Tapi bagaimana ? Aku tak tahu harus berbuat apa, aku lemah jika yang kita bicarakan ini tentang perasaan." Aku mendesah kecewa.
"Nak, dengarkan aku, petik hikmah dari ceritaku. Kau tahu, aku memiliki sebuah toko buku dan seorang anak laki-laki. Dia bekerja sebagai guru di sekolah di dekat daerah ini. Dia malu dengan kondisi ekonomi keluargaku. Sampai dia berani untuk mengolok-olok ku, tidak pernah pulang. Aku yakin bahwa dia masih mencintaiku. Aku pun berbicara padanya dan dia minta maaf kepadaku. Sampai suatu saat, dia meninggal karena kecelakaan. Jadi lakukanlah, mintalah penjelasan kepadanya. Kau masih punya kesempatan nak, lakukan sebelum kau menyesal."
Aku berpikir sejenak soal itu. Kakek itu benar, aku harus lakukan sesuatu. Aku harus kuat, jangan hanya bisa menangis. "Terima kasih kek. Aku akan melakukan saran kakek. Aku pulang dulu ya kek" aku pamit kepada kakek itu.
"Eits…kau lupa bukumu." Kakek itu memberikan buku harian ku. Aku selalu lupa untuk membawa kembali buku ku. Bagaimana jika buku itu hilang ? Sudahlah. Aku mulai berjalan pulang.

Mulai sekarang, aku harus kuat. Aku bukan wanita cengeng yang hanya bisa merengek. Aku akan membuktikan, bahwa dia cinta kepadaku. Akihiko, janganlah kau sembunyikan perasaanmu. Aku yakin, kau masih cinta kepadaku. Terima kasih kek, telah menyemangati ku kembali. Jasamu tak akan aku lupakan.

Ini dia akhir dari chapter 1, tunggu kelanjutannya di chapter 2 ya ^^

                                                                                                                               cReaTeD
                                                                                                                           oDvan dHodeT

Senin, 26 November 2012

air mata penyesalan

Allahu Akbar... Allahu Akbar... Allahu Akbar... untuk kesekian kalinya pujian kebesaran itu diucapkan, bersumber dari salah satu menara mesjid yang tidak jauh dari rumah. sesekali suara anak kecil ikut mengucapkan kata per kata pujian itu. sudah barang tentu itu adalah sambutan untuk mengawali bulan puasa atau biasa disebut ramadan.
Aku dan sahabatku Ayub sangat senang menyambut Ramadhan ini. Selain kami bisa beramal, juga karena bisa membeli baju dan celana baru untuk dipakai ketika lebaran nanti.
Hari pertama berpuasa cukup memberatkan bagiku untuk melaksanakannya. Aku masih saja kesulitan menahan lapar dan haus sehari penuh. Jika sedang menjelang siang, rasa haus dan lapar menggerogoti organ-organ dalam tubuhku. Namun itu tidak membuatku menyerah, sesekali mataku tertuju pada jam dinding, melihat waktu yang ditunjukkannya. Berbeda dengan Ayub, sahabatku! Dia sangat kuat dalam menjalani ibadah puasanya. Orangnya pun sangat rajin dalam beribadah. Seperti halnya ramadhan yang lalu, ia tidak mau ketinggalan atau terlambat ke mesjid. Setiap hari ialah yang mengumandangkan adzan. di subuh hari ia terkadang membawakan kultum di mesjid, begitu pula di malam harinya jika tidak ada penceramah. Dia begitu bersemangat menyambutnya. Tak jarang pula ia mengerjakan shalat malam di saat orang-orang sedang asyik terlelap dalam tidurnya. Di luar dari kebiasaan teman sebayanya yang masih berumur 14 tahun. Tapi itulah Ayub, anak yang saleh dari desa kami. Keluarga Ayub memang dikenal sebagai keluarga yang taat dalam beribadah. Kakeknya pun adalah imam mesjid di kampung kami sewaktu beliau masih hidup.
Ayub adalah anak yatim piatu yang ditinggal mati oleh kedua orangtuanya. Ibunya meninggal ketika melahirkan adiknya yang bungsu, si Rizki. Sedangkan bapaknya meninggal ketika hendak pergi melaut sebagai nelayan. Perahu yang dibawa bapaknya tenggelam di terjang oleh buasnya ombak yang tak bertuan itu. Kurang lebih lima hari dilakukan pencarian, barulah jasad yang sudah tak bernyawa itu ditemukan oleh warga yang ikut membantu mencari jasad pak Warman. Tubuhnya sudah membengkak dan biru-biru saat ditemukan. Perahunya pun sudah tak lagi utuh. Semuanya amat berantakan, tak lagi seperti perahu, tapi lebih cocok disebut sebagai potongan-potongan kayu bakar yang dipakai untuk memasak air di rumah. Hanya rumah dan bangkai perahu itu satu-satunya warisan yang ditinggalkan kedua orang tuanya.
Kematian orang tuanya membuat Ayub sangat terpukul. Mengapa tidak? Kakek dan neneknya pun sudah sangat lama meninggalkan mereka, hanya kedua adiknyalah harta yang dia miliki saat ini. Kini, Ayub hidup sebagai anak yatim piatu. Dia harus menjadi kepala rumah tangga diusianya yang masih sangat muda. Dia harus menghidupi kedua adiknya yang masih anak-anak. Namun kehilangan kedua orangtua tak membuat Ayub putus asa dan gentar dalam menjalani takdir hidupnya sebagai anak yatim piatu. Apalagi harus menghidupi kedua adiknya yang masih anak ingusan itu.
Dia anak yang kuat, pekerja keras dan amat disiplin dalam beribadah. Bahkan tak jarang aku iri kepadanya. Kedua orangtuaku sering sekali memujinya dan menyuruhku untuk mencontohi sikap mandiri yang dimiliki Ayub dalam menjalani hidup ini, serta mengikuti perilaku teladannya sebagai remaja yang saleh. Dia menjadi para idaman orang tua. Semua orang di kampungku memujinya dan ingin memiliki anak seperti Ayub.
Orang tuaku sudah menganggapnya anak sendiri. Dia sudah menjadi bagian dari keluargaku sejak ibunya meninggal. Aku sangat bahagia memiliki saudara sekaligus sahabat seperti Ayub, tapi terkadang aku iri kepadanya karena kedua orang tuaku sangat memerhatikannya. Hampir seluruh kasih sayang yang ada, semuanya tercurah untuk Ayub dan kedua adiknya dan adikku. Sedangkan aku hanya mendapat sisa-sisa kasih sayang yang ada dalam keluargaku. Tapi aku tidak pernah mengutarakan keluh kesah itu kepada orang tuaku, karena aku sangat yakin bahwa orangtuaku hanya ingin menghibur Ayub dan adik-adiknya agar tidak larut dalam kesedihannya. Tapi adik bungsunya, Rizki, seringkali manangis dan memanggil-manggil bapak dan ibunya, sehingga membuat Ayub sangat sedih, bahkan tak jarang ia ikut mengeluarkan air mata karena mengingat kedua orang tuanya dan mengenang keluarganya yang dulu bahagia dan harus berakhir duka diusianya yang masih muda serta memikul tanggung jawab sebagai kakak yang menjadi orang tua bagi adik-adiknya.
Kini ia harus memikul beban sebagai kakak yang harus menjadi Ibu dikala adik-adiknya menangis dan menjadi seorang bapak dikala adik-adiknya meminta uang jajan. Atau mungkin orang tuaku menginginkan agar aku seperti Ayub yang taat menunaikan shalat dan tidak selalu bergantung diri kepada orang lain atau dengan kata lain selalu hidup mandiri.
Selama ini, orangtuaku selalu berharap agar aku seperti Ayub, mengikuti kesolehannya dalam beribadah dan patuh kepada orangtua. Dibandingkan dengan aku, untuk berpuasa saja susahnya minta ampun dan shalatku pun seringkali aku loncati. Ditambah lagi, aku yang keras kepala. Tak jarang membentak ibu jika keinginanku tidak dipenuhi. Jika aku marah, biasanya aku pergi dari rumah dan tak akan pulang ke rumah untuk beberapa hari. Aku selalu tinggal di rumah Ayub yang hanya bersebelahan dengan rumahku jika aku minggat dari rumah. Di rumahnya, aku juga sudah seperti keluarga. Waktu ibu dan bapaknya masih hidup, aku mendapat kasih sayang yang sama seperti Ayub. Sama sekali tidak ada perbedaan di antara kami. Tapi kini, mereka sudah pergi meninggalkan kami. Ketika ibu Ayub meninggal, akupun ikut meneteskan air mata layaknya anak kandung menangisi ibunya yang ditinggal pergi. Sejak kecil aku dipelihara oleh orangtua Ayub. Ketika ayah dan ibuku keluar daerah dalam sebuah tugas pekerjaan, aku dititip di rumah Ayub. Waktu kami masih bayi, aku dan Ayub dikatakan saudara kembar. Jika seseorang hendak datang ke rumah Ayub. Ketika kami diberi asi susu ibu atau ditidurkan sama-sama, ”Kata Ibu Ayub”. Karena itu, aku dan Ayub sering dipanggil saudara susu asi dari ibunya dan mendapat kasih sayang yang sama di dalam keluarganya. Jadi tidak heran, jika aku meneteskan air mata dan memanggil dia ibu di akhir hidupnya, ketika ibu Ida meninggalkan kami semua. Mereka pergi dan hanya menyisahkan sabitan duka serta kesedihan yang tak bisa aku ukirkan dengan kata-kata.
Jika aku mengenang mereka air mata ini tidak dapat aku bendung, mengalir deras mengikuti kasih sayangku yang terkubur dalam tanah. Batinku terseok-seok, jiwaku serasa tercabik-cabik. Parahnya lagi, hati kecilku menaruh dendam pada malaikat yang telah merenggutnya dariku. Saat itulah setan menguasai pikiranku. Aku bahkan tak dapat mengendalikan pikiranku yang satu itu. Pikiran itu tidak aku sukai, tapi membuatku tenang jika sudah mengatakannya.
Kini tinggal satu minggu lagi Ramadhan akan usai. Biasanya di kampung kami, para Ibu-ibu sibuk membuat kue untuk persiapan dalam menyambut hari lebaran nanti. Di waktu lebaran akan banyak kalangan yang datang untuk bersilaturahmi, baik itu keluarga, teman, atau para tetangga di kampung berkunjung untuk saling bermaaf-maafan ke rumah-rumah penduduk.
Anak-anak, remaja, dan orang dewasa biasanya berpakaian serba baru dalam menyambut hari lebaran itu. Akupun tidak mau ketinggalan untuk tidak berpakaian serba baru di hari lebaran nanti. Maka aku segera menghampiri ibu yang sedang sibuk mengaduk terigu untuk dijadikannya kue. Tapi ibu bilang, ia tidak mempunyai uang untuk membeli pakaian baru untukku.
”Nak! Aku sudah tidak punya uang lagi. Uang Ibu sudah terpakai untuk membeli minyak, telur, dan terigu dan sebagainya!” Kata Ibu. ”Kamu kan sudah besar, apalagi masih punya pakaian di lemari yang masih terbilang baru. Itu saja kamu pakai untuk lebaran nanti.” Seru Ibu padaku!
”Tapi aku mau baju yang baru, Bu! Pintaku! ”
”Tapi ibu sudah tidak punya lagi uang untuk belikan kamu pakaian baru. Adikmu saja tidak aku belikan, kok!” jawab ibu! Memberiku pengertian. ”Jadi kamu tidak usah dibelikan juga...” Kata ibuku lagi!
Karena Ibu tidak mau membelikan pakaian baru. Maka aku membentak ibu dan memukul pintu rumah, lalu pergi. Ia tak memerdulikan tingkahku saat itu, walau ia merasa tidak aku hargai sebagai orang tuanya. Ia tetap melanjutkan pekerjaannya dan hanya menggelengkan kepala.
”Ah...! Ibu memang pelit sama aku, setiap ada yang aku inginkan, ibu tidak pernah memenuhinya.” Kataku! Lalu pergi dari hadapannya dengan muka yang sangat kecewa dan marah. Aku yang puasa saat itu tidak lagi menyadari kelakuanku pada ibu. Padahal, orang-orang bilang ”dalam berpuasa kita harus menjaga diri dari hal yang membatalkan- nya. Karena itu dapat membatalkan puasa seseorang.” Namun dalam keadaan tidak terkuasai, aku meluapkan amarahku begitu saja tanpa menahannya sedikitpun. Namun aku tetap berpuasa meski sudah marah.
Seperti biasa, aku minggat lagi dari rumah dan tak mau pulang untuk beberapa hari. Hingga satu malam, di mana orang-orang sudah terlelap tidur. Diam-diam Ayub kepemakaman Ibu dan bapaknya yang hanya terletak di belakang rumahnya. Di sana, ia duduk termenung lama, membersihkan pemakaman orangtuanya dan sesekali ia menatap ke langit, seolah ia menuntut keadilan di atas sana. Kemudian ia kembali menundukkan kepalanya. Tangannya meremas tanah kuburan, sangat erat, menunjukkan seperti ia ingin marah pada sesuatu. Dipukulkannya tanah yang ia digenggam dengan penuh amarah, hingga akhirnya ia meneteskan air mata membasahi tanah pemakaman orangtuanya. linangan airmatanya mengguyur batu nisan Ibunya. Ia berteriak tapi tak mengeluarkan suara. Teriakan itu ditujukan pada suatu yang ia temani bicara dalam dirinya, ”Tuhan?” tebakku. Jiwanya seperti dipenuhi insting ketuhanan. Pandangannya tertuju ke langit dan tangan tengadah ia sodorkan, layaknya orang yang sedang berdoa dan berkata:
Tuhan...
Adikku berkata tadi sore: Kak! Aku juga mau berpakaian baru seperti anak-anak yang lainnya. Tolong belikan aku juga ya Kak...!” Katanya.
Apa yang harus aku lakukan, Tuhan...?Aku tidak mempunyai uang untuk membelikan adik-adikku pakaian baru itu. Untuk makan saja aku harus bekerja keras demi sesuap nasi.
Andaikan saja Ibu dan bapakku masih hidup, adik-adikku tidak akan pernah meminta kepadaku untuk dibelikannya pakaian baru-Mu.
Tapi aku juga tidak menginginkan pakain baru itu. Yang aku inginkan sekarang ibu dan bapakku berada disampingku, mencium keningku dan memelukku untuk malam ini saja, meski itu cuma dalam mimpi, Tuhan!
Andai saja Kau mau mengabulkan doaku yang satu ini, Tuhan! Pintanya!
Aku yang mengintipnya dibalik dinding rumahnya. Menyaksikan sedari tadi ia mengadukan keinginan adik-adiknya di atas pemakaman oarngtuanya, aku turut menangis dibuatnya. Selama ini, aku pikir ia sangat tegar menghadapi cobaan ini karena ditinggal mati oleh orang yang paling disayanginya, tapi ternyata aku salah. Ia hanyalah laki-laki yang sama denganku. Bedanya, ia selalu menyembunyikan kesedihan- nya dari orang-orang sekitar, atau ia hanya tak mau terlihat di depan adik-adiknya terlihat sedih karena takut akan mengingatkan mereka akan orang tuanya. Tapi aku sangat berterima kasih padanya karena telah membuka cakrawala hidupku yang selama ini aku anggap benar tapi ternyata salah.
Teringat akan ibu, aku tinggalkan Ayub sendirian yang masih berada di pekuburan ibu bapaknya dan aku tak mau mengganggunya. Akupun kembali ke rumah di tengah malam yang tandus. Aku tak tahu mengapa aku ingin sekali pulang ke rumah. Walau aku tahu, pintu rumahku sudah pasti terkunci, tapi aku tetap berniat untuk kembali ke rumah lewat jendela kamar yang sudah pernah aku rusak dulu. Akupun memanjaki jendela kamar tidurku. Setelah masuk, aku terus berjalan melewati ruang tamu dan masuk ke kamar ibu dan bapakku yang sedang tertidur pulas. Aku berdiri sejenak memandangi ibu, lalu air mataku menyembur membasahi punggung kakinya, kemudian aku mencium kedua kaki ibu lalu kukecup kening ibu sambil menangis dan berkata:
”Tuhan... Terima kasih Engkau masih memberiku seorang ibu dan ayah yang masih menyayangi dan mendampingiku hingga saat ini. Terima kasih Tuhan..!” Gumamku. Air mata mengalir deras seperti penyesalanku karena telah melukai hati ibu selama ini. Tanpa sadar aku peluk ibu erat, airmataku tak dapat aku bendung...
****

Minggu, 25 November 2012

entahlah

hari ini gue seneng bgt bisa nonton trofeo persija ... ya gue nekat cabut dr tmpt gawe kaga bilang2 ma bos gue pdhl gue udah tau resiko nye bakal kaya gmn k depan nye ahhhh bodo amat yg penting inti nye persija... hahahah
gue cabut dr gawean pas ujan deres bgt nah mang itu harapan gue turun hujan pas mau jam2 pertandingan akhirnya allah kabulin juga doa gue hahaha *maksih ya allah :)
iyaa gue cabut lwt pintu belakang kantor..langsung ajah gue lari wlwpun lg ujan gede juga boam lah , nyampe PGC gue k toilet dlu buat ganti baju pake artibut persija kesayangan gue hahaha cussss dah k halte busway :D
nyampe d GBK gue ktmu ama si denny n rully d lapak nye kemal n mrk juga lg nunggu anak2 jawpfc...beberapa menit kemudian nongol dah dedengkot jawpfc ada si alay,okta,didy,aris,didot, ama madun ... sprti biasa jawpfc mang kalo udah kumpul suka heboh sendiri hahaha bercandaan dlu nglepas rasa kangen ama tmn2 :)
jam 2 gue OTW k dlm stadion...ehh tiba d dpn pintu 3 pintu nye blm d buka terpaksa deh ngantri dulu hmmm 1 hal menguji kesabaran n rasa kangen ama eruofia jakmania n persija huft -.-
stlah nunggu skitar 20 menit akhirnye pintu d buka juga n horeeeee gue udah tiba d tmpat biasa , tmpt yg jd awal kumpul nye jawpfc yaitu sektor 6 hahaaha
udah stanby d tmpt biasa sambil nunggu pertandingan d mulai anak2 pda bercanda n saling ce'engan mulu ampe ngakak png kencing haha apalagi si alay ma si okta udah abis d cengin mulu ama si didot hahaha...tapi ga lama ada yg menarik jg tuh pas si denny yg ada d blkang gue bisik2 k gue kalo ada cwe dduk d sblh atas kanan yg dr td ngliatin gue mulu...nah gue liat eh ternyata eh si a***a huuus sumpah lngsung bete dah gue pas gue ama dy saling liat dy malah lngsung nyamperin gue trs salaman gitu ...
a : apa kabar det..???
gue : bae kok...
a :oiya kenalin nih cwo gue...anak jakampus
gue : ohh...*smbil salaman ama tuh cwo
a : cewe lu anak mana skrng det ???
gue : lagi sendiri ajah ...
didot lngsung nyamber...
didot : si dhodet mah jomblo ngenes hahahaha
det : jomblo halal kok dot *muka asem
a : ohh soryyy...gue cma bisa berdoa moga lu cpt dpt pacar biar ga d bilang jomblo ngenes kaya td kata tmn lu
gue : amin , insya alllah:)

dlm hati gue *nie anak cuma mau pamer n ngeledek gue* kamprettt bgt dah :(
smpet juga sih gue kepikiran td tuh knp gue ga nyari cewe lg ajah ... ahhh ogahhh bgt dah gue ga ada niat sama skali buat pacaran gue png nye nikah ajah , ahhh sudah lah lupain ajah skrng wktu nye happy waktu nye #PersijaDay
pertandingan pun d mulai persija vs persisam ya wlwpun cuma gol bunuh diri n persija sllu k serang mulu tapi gue salut ama perjungan pemain persija patut d kasih nilai 9 menurut gue sih :)
pertandingan k dua arema vs persisam
lahhh anak2 the jak pada ngbrol n duduk smua ywdh gue jg ikutan dduk n ngbrol hahahha...
nah d tengah2 obrolan anak2 jawpfc tiba2 si alay nyeletuk ""woyy si madun putus yee ma si ega hahahaha puk puk...wkwkwkwkwk wah parah lu lay "kata gue
madun : aisssss gue ga mau ikutan dhodet ya jd jomblo...gue baru ajah balikan lg ama dy semalem hahaha
gue : huuuuuuuuuu gue lagi gue lagiii :( *sabar det
didot : ehhhhhhh dun jng ngledek si dhodet mulu kasian dy d sini cma dy doang yg jomblo hahahaha
gue : *hening ... tiba2 mikir .."iye ya gue doang d sini yg sttus nye jomblo lah yg laen mah pda pny pacar smua :(
alay : jng kelamaan jomblo det ntar kaya ayam gue noh yg d rumah cma 1 jantan doang ga lam mati karna ga ada betina nye hahahahaha
semua nye pada ngtawain gue apalagi si okta kalo ktawa udah kaya kuntilanak :(
udahhh skrng wktu nye fokus k persija bntr lg mau final nie keep oren mau manjat pagar lg nie ultras men ultras hahahaha
persija vs arema
wow nie pertandingan seru abis nie persija mampu imbangin permainan arema yg hmpir semua pemain bintang wow bgt dah...
goLLLLLLLLLLLLLLL....the jak tiba2 d kagetin ama gol cantik tendangan bebas dr pemain anyar anindito luarrrrrrrrrrr biasaaaaaaaaaaa :D
red flred,smoke bomb , petasan nyala semuaaaaaaaaaa sorak sorak bergembiraaaa :D
ga lama kemudian pemain arema berhasil jebol gawang persija skor pun jadi 1-1 :(
ayoooo macan kemayoran pantang mundur..pantang mundur..." begitu nyanyian balasan dr jakmania k aremania yg lg nyanyi pas pemain nye nyetak gol :D
permainan pun berjalan dlm tempo cpt...persija hampir kewalahan nahan gempuran dr arema...hmmm emang udah takdir buat persija juara gol yg d nanti pu akhir nya tercipta juga leat kaki rahmat affandi stlah nerima assits dr pedro javier.....gollllll yg sangat berkelas
"siapa yg suru dtng k jkrt...siapa yg suru melawan persija''
begitulah nyanyian jakmania hahahaha puk.puk aremania :D
prittttt...prittt...prittttttttttttttt
duarrrrr duarrrr duarrrr suara petasan n nyala terang nya red fladre menyambut hasil positif persija yg menang 2-1 atas arema horeeee
persija the winner champions troffeo #84thnpersija pesta poraaaa
selamatttt ya buat persija :) kami the jakmania sllu mendukungmu :)

slesai pesta pora gue lngsung chaos k luar menuju hall basket bareng ama si madun n didot...yg laen katanye nyusul ,
nah pas udah nyampe d hal basket gue beli kopi nroko smbil nongkrong d dpn gerbang 1 hall basket....satu per satu pun anak jawofc berdatangan n kumpul kembali tapi ini nambah 3 org , ada si jay,cha ndut ama bang puji n pacar nye :)
nah ini dy yg bikin suasana hati gue seneng amat luar biasa...gue ngliat si embem nah so pasti pikiran gue lngsung k si rara gue yakin pasti ada si rara nye juga ... gue bangun dr duduk gue n spik k anak2 mau beli gorengan baru ajah jln 4 langkah beuhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhh dunia serasa gempa bgt ampe gue mau jatoh gue liat d dpn mata gue berhadapan ama si rara :D *lebay
hampir ajah gue gue nabrak dy kalo gue ga lngsung reflek langkah gue mngkin gue udah nabrak dy...gue liatin terus dy nye kebetulan mang dy jalan agak lambat karna mang lg banyak org n lewat pun agak susah .... huuuu ya allah nie dia cwe yg slama ni gue kagumin...suerrr manis bgt dy ya allah,sungguh indah nya ciptaan mu ya allah :)
mulut gue pun udah ga sabar bgt png negor dy tapi gue ngrasa ga pede -.-
gue cuma bisa diem ngliat dy lwt dpn gue ... tapi jujur gue seneng bgt bisa liat dy wlwpun dy ga tau kalo ada gue d dpn nye :)
ampe skrng pun ngrasa kaya mimpi ngliat liat dy ... wajah nye ajah msh kebayang mulu d pikiran gue :D hahaha
skrng gue galau...sampe tulisan nie gue ketikpun gue masih ajah berkhayal apa bisa dy jd milik gue ??? ah ga mungkin...dy kan msh png ngrasain pacaran sdngkan gue udah ga mau :(
mang kadang gue suka skit hati d bilang jomblo mulu n gue pun kadang suka iri ama mrk yg pda pny pacar , seakan2 hdup mrk tuh sllu bahagia karna pasti ada ssorg yg semangatin mrk :(
tapi gue ttep ga mau...gue msh fokus ama belajar agama  :(
allah mang ngasih anugrah cinta buat manusia ... tapi manusia lah yg udah salah artikan nye
allah ngasih cinta ntu buat nyatuin cwe n cwo yg hanya terucap lwt ijab qablu bkan dr kata i love you :(
allah tu cuma ngasih 1 cinta sejati d hati manusia bkan cinta pertama ,kedua,ketiga, dan seterus nye tar pas udah nikah baru bilang cinta sejati :(
jdi allah ntu haramkan buat pacaran n allah halalkan buat mrk yg menikah :) bgtu sob artinye cinta ntu hahahaha


ya allah , maliq cuma png rara ajah ya allah yg jd pedamping liq
siapa pun dy...bgaimana pun sttus dy , seperti apapun masa lalu dy n masa dpn dy liq pasti bakal terima dy apa adanya :)
 ya allah
tolong tebarkan rasa cinta liq d hati dy ... :)
ya allah
bawa dan sampaikan lah untuk dy bahwa hati liq yg sllu mengagumi dy :)

buat rara :
ra...lu boleh ajah marah ama gue bahkan buat benci ama gue karna kehadiran gue d hidup lu...karna lu pny alesan buat itu :)
tapi satu hal yg perlu lu tau dr gue bahwa gue ga ada niat sedikitpun bikin lu benci ama gue :)
  

                                                         -sekian_hatur nuhun-


Selasa, 13 November 2012

Move On

Kita sepakat bahwa kehidupan tidak selalu diisi dengan sesuatu yang indah. Terkadang beberapa kegagalan, kesedihan, ataupun peristiwa pahit lainnya pasti pernah menghampiri kehidupan seorang manusia. Biasanya kegagalan maupun kesedihan yang menyesakkan itu berkisar tentang cinta, kematian, karir dan pengkhianatan (persahabatan). Peristiwa seperti itu akan membekas dalam ingatan kita, mau atau tidak mau, karena kita punya hati dan akal pikiran. Masalahnya adalah kebanyakan orang lebih suka ‘bermesraan’ dengan masa lalu seperti itu, baik disengaja ataupun tidak. Mungkin akan sulit atau bahkan mustahil jika kita menuntut diri kita untuk melupakan masa lalu seperti itu. Kenapa mustahil? Pertama, karena hal itu sudah terjadi dan tidak akan bisa dihapus. Sampai saat ini tidak ada satu pun manusia yang bisa menghapus masa lalunya, walaupun hanya untuk satu detik saja. Jadi kalau Anda berharap bahwa Anda bisa menghapus masa lalu Anda tersebut maka itu sungguh tindakan yang bodoh. Kedua, semakin Anda berusaha untuk melupakan, sejatinya Anda sedang bekerja keras untuk mengingatnya. Kehidupan ini bergerak mengikuti hukum alam. Salah satu hukum alam yang pasti berlaku adalah gaya dorong. Setiap benda di alam ini pada dasarnya mempunyai sifat untuk mempertahankan posisinya. Jadi ketika Anda mencoba mendorong sesuatu, maka sesuatu tersebut sebenarnya sedang mendorong Anda juga. Pun demikian dengan masa lalu. Semakin kuat dorongan Anda untuk menyingkirkannya dalam kehidupan, pada kenyataannya ia juga akan mendorong Anda agar ia bisa tetap eksis dalam kehidupan Anda. Jadi kalau masa lalu itu tidak bisa dihapus dan dilupakan, bagaimana kita bisa nyaman menjalani hidup? Satu hal yang perlu kita sadari adalah kita telah berutang banyak pada masa lalu. Kita berutang pada semua masa lalu, entah itu kenangan yang membahagiakan, menyesakkan dada, mengharubirukan perasaan bahkan juga pada kenangan yang sangat menyakitkan. Berkat masa lalu tersebut kita masih bisa hidup sampai saat ini, kita bisa menjadi diri kita saat ini, dan masa lalu itu juga membentuk sifat-sifat kita saat ini. Dia telah memberikan kita sebuah identitas serta sifat, entah identitas yang kita inginkan atau bukan, sifat yang kita harapkan atau tidak. Yang jelas masa lalu telah memberikan kita jiwa. Karena manusia tanpa identitas dan masa lalu, maka kita menganggap bahwa dia tidak pernah hidup sebelumnya. Maka, hal pertama yang harus kita lakukan adalah berterimakasih pada masa lalu kita. Tidak pernah ada satu pun manusia yang tidak pernah mengalami kegagalan. Coba Anda baca biografi tokoh-tokoh yang berpengaruh di dunia, pasti tak ada satu pun tokoh yang hidupnya 100% selalu sukses. Bahkan Rasulullah Shalallahu alaihi wa salam pun pernah mengalami kegagalan ketika perang Uhud. Jadi sebenarnya kegagalan itu adalah hal yang lumrah, biasa, dan lazim dalam kehidupan. Jika mereka yang besar dan hebat saja masih mempunyai catatan kegagalan, apalagi kita yang masih merangkak menuju kedewasaan. Yang membuat perbedaan kita dengan orang-orang sukses tersebut adalah bahwa tokoh- tokoh tersebut berusaha untuk berdamai dan merasa memiliki masa lalu mereka. Mereka tidak sibuk untuk melawan masa lalu melainkan senantiasa menyiapkan diri untuk masa depan. Mereka bersahabat dengan masa lalu mereka, karena mereka paham jika mereka tak bersahabat dengan masa lalu sesungguhnya mereka akan menjadi musuh bagi masa lalunya. Ketika mereka bersahabat dengan masa lalu tersebut, mereka tidak punya waktu untuk mengutuknya, alih- alih mengutuknya mereka justru belajar dan berinteraksi dengan kenangan-kenangan tadi agar bisa menjadi pribadi yang lebih hebat di masa datang. Jadi, langkah kedua yang harus kita lakukan adalah berdamai dan bersahabat dengan masa lalu kita. Kegagalan adalah cara Allah memberitahumu bagaimana melakukan sesuatu dengan benar. Kebanyakan dari kita menghakimi masa lalu yang pahit sebagai kutukan pada kehidupan kita. Padahal bukan itu yang diinginkan oleh Dia Yang Maha Penyanyang. Dia Yang Maha Baik, tidak mungkin memberi kegagalan pada makhlukNya dengan maksud agar makhlukNya tersebut dibenamkan pada kehancuran. Namun banyak manusia menganggap bahwa kegagalan mereka adalah sebuah rencana Allah untuk menjerumuskannya pada kebinasaan. Maka banyak kita lihat manusia yang mengutuk kehidupannya berakhir dengan tragis hanya karena persangkaan dirinya sendiri. Maka cobalah untuk bersangka baik. Ya, bersangka baik pada masa lalu adalah langkah ketiga untuk terus melaju dalam kehidupan yang indah ini. Bersangka baik pada masa lalu kita justru akan membuat kita lebih siap menghadapi masa depan. Bahkan lebih dari itu, dengan bersangka baik sesungguhnya kita akan membuka pintu-pintu hikmah yang tak bisa terlihat oleh mereka yang meratap dan bersu’udzhon pada hidupnya. Umar Ibnu Khattab radhiyallah ‘anhu tidak akan pernah menemukan dirinya berada pada 10 orang yang dijamin masuk surga jika beliau terus menerus menyalahkan masa lalunya yang kelam. Thomas Alfa Edisson tak akan pernah menemukan bola lampu jika dia selalu mengutuk kegagalan- kegagalan yang dialaminya. Albert Einstein tak akan pernah bisa semasyhur saat ini jika dia bersangka buruk pada kehidupan masa kecilnya. Begitu pun kita, jika tak pernah memiliki perasaan yang baik pada apa yang telah kita lalui, maka selamanya kita akan terkekang dalam keburukan masa lalu kita. Setelah kita berterimakasih pada masa lalu kita, berdamai dan bersahabat dengannya, lalu bersangka baik padanya, maka hal terakhir yang harus dan sungguh harus kita lakukan adalah melanjutkan hidup kita dengan sebaik-baiknya. Meminjam istilah anak muda saat ini, maka kita harus move on, beralih pada fokus hidup kita yang lain. Terlalu lama berinteraksi dengan masa lalu kita hanya akan menimbulkan penyesalan yang mendalam tanpa menghasilkan apapun. Mengingat keindahan masa lalu itu baik jika hanya untuk menumbuhkan motivasi. Namun yang lebih penting dari itu adalah menyiapkan diri untuk menghadapi masa depan. Untuk menyiapkan masa depan maka Anda butuh mind set atau pola pikir. Lalu untuk menyiapkan pola pikir tersebut, Anda butuh masa lalu Anda sebagai informasi. Cukuplah masa lalu Anda dihadirkan sebagai informan, bukan sebagai tujuan. Setelah Anda menetapkan pola pikir yang Anda butuhkan, maka Anda siap untuk memulai hidup Anda yang baru. Meminjam salah satu kata bijak yang saya temukan di dunia maya, saya berharap kita bisa memanfaatkan masa lalu kita untuk kehidupan yang lebih baik. Karena sejatinya, memang masa lalu diciptakan untuk menyokong masa depan kita, bukan untuk meruntuhkan impian kita. Selamat move on. Semoga kita semua selalu dimudahkan dalam kebaikan. “Kegagalan adalah peluang untuk hal yang lebih baik. Kegagalan adalah batu loncatan untuk pengalaman yang berharga. Suatu hari nanti Anda akan bersyukur untuk beberapa kegagalan yang Anda alami. Percayalah, ketika satu pintu tertutup untuk Anda, sebenarnya pintu yang lain selalu terbuka”.

Senin, 22 Oktober 2012

-Tak aDa Pelangi-

Tia, seorang gadis cantik yang disukai oleh semua cowok di sekolahnya. Dengan pakaiannya yang minim untuk siswa SMA dan rambutnya yang selalu terurai seperti model iklan shampo, membuat semua cowok tertarik padanya. Tapi dibalik keistimewaannya itu, dia mempunyai kekurangan. Dia sangatlah bodoh. Tidak ada nilai yang bagus yang dia peroleh kecuali kesenian dan olah raga. Dari 26 siswa di kelasnya, dia selalu menduduki peringkat satu dari bawah.
Suatu ketika Tia sedang mengikuti pelajaran Biologi yang diampu oleh Pak Ras. Dia tidak memusatkan pikiran dan perhatiannya terhadap penjelasan Pak Ras tapi sibuk bermain dengan ponselnya, menulis pesan dengan pacarnya, Jossy. Dia tertawa sendiri melihat pesan yang diterimanya. Tanpa disadari Pak Ras memperhatikan tingkahnya. Shaf yang duduk di sebelahnya menyenggol tangan Tia karena Pak Ras berjalan ke arahnya. Tia melirik Shaf dengan kesal karena mengganggu kegiatannya. Setelah dia tahu bahwa Pak Ras meuju ke tempat duduknya, dia bergegas menghentikan kegiatannya dan memasukkan ponselnya ke dalam tas yang berada di pangkuan.
“Sudah selesai menulisnya, Tia?” tanya Pak Ras yang bediri di sebelah tempat duduk Tia.
“Eh, belum Pak,” jawab Tia.
“Apa yang kamu lakukan?”
“Ma- ma’af, pak.”
Dengan terburu-buru Tia mengambil buku catatan yang masih di dalam tas beserta pulpen dan segera menulis. Pak Ras masih berada di sampingnya sambil mengamati apa yang sedang dia lakukan. Tia pun merasa sedang dihukum karena kesalahan yang dia perbuat. Dia melirik Shaf. Shaf hanya mengangkat kedua matanya. Tidak tahu harus bagaimana.
“Tulisanmu bagus, Tia?!”  kata Pak Ras tiba-tiba.
“A-apa Pak?” Tia kaget mendengarnya, tidak percaya dengan perkataan yang diucapkan Pak Ras.
“Kalau tulisanmu dijadikan kaligrafi, pasti dinding di rumahmu akan terlihat indah,” kata Pak Ras memuji Tia.
“Teruskan menulisnya, ya!” kata Pak Ras, seraya tangannya mengelus pundak Tia lalu kembali ke mejanya.
Tia benar-benar tidak percaya dengan apa yang baru saja terjadi. Dia dan Shaf masih saling memandang dengan penuh tanda tanya. Mereka tidak tahu harus berkata apa. Setelah beberapa menit, pelajaran Biologi selesai. Mereka berdua berjalan menuju kantin.
***
            “Tia!” kata Shaf ketika istirahat di kantin. “Kau tidak curiga dengan sikap Pak Ras?”
“Memang kenapa?” tanya Tia sambil menyeruput es melonnya.
“Dia terlalu memperhatikanmu,” kata Shaf sambil menyendok baksonya.
“Memangnya kenapa? Tidak ada yang salah, kan?. Apalagi kalau aku bisa mendapatkan nilai-nilai bagus dari Pak Ras, walau aku tidak pernah memperhatikan pelajarannya.”
“Kamu belum dengar, ya ?” kata Shaf sedikit berbisik. “Minggu lalu Isna anak X.1, pindah sekolah gara-gara Pak Ras.”
“ Gara-gara Pak Ras? Bagaimana bisa?” kata Tia tidak mengerti.  
“ Awalnya Pak Ras sangat perhatian pada Isna seperti yang dilakukannya kepadamu. Dia memberi nilai bagus kepadanya. Dan akhirnya dia membujuk Isna untuk diajak ke UKS berduaan. Kau bisa tebak apa yang dilakukannya?”
Tia mengerutkan dahi tampak berpikir.
“Sehari setelah itu Isna langsung minta dipindahkan,” lanjut Shaf.           “Sebenarnya orang tua Isna ingin menuntut Pak Ras, tapi tidak ada bukti yang kuat. Jadi, Pak Ras bisa lolos.”
“Kalau itu memang benar, kenapa aku tidak pernah mendengarnya?”
“Itu karena kamu terlalu sibuk dengan pacarmu!”
“Kau hanya iri,” jawab Tia.
“Apa!?” Shaf terkejut mendengarnya.
“Kau iri padaku karena tidak mendapatkan perhatian dari Pak Ras. Dan kau iri padaku karena aku bisa mendapatkan nilai-nilai bagus darinya.”
“Bagaimana bisa kau berkata seperti itu?” kata Shaf tersinggung, nada suaranya meninggi. “Aku mencoba untuk memperingatkanmu, tapi kau justru menuduhku seperti itu. Asal tahu saja, aku bisa mendapatkan nilai bagus bukan karena dapat perhatian dari guru, tetapi karena usahaku sendiri. Tidak seperti kau!”
 “Kalau kamu tetap tidak percaya dengan apa yang dilakukan Pak Ras, aku punya informasi menarik yang bisa menjadi pertimbangan kamu.” cetus Shaf.
Ayahku pernah cerita tentang Pak Ras. Sewaktu di SMA, dia sekelas dengan Ayahku. Pada saat  itu, dia sering dipanggil sama guru BK karena ulahnya yang tidak sopan dan tidak senonoh. Dia memang pangeran sekolah tapi ulahnya amit-amit. Dia selalu membuat kegaduhan di kelas. Dia pernah dipanggil di kantor polisi karena perkelahian yang dilakukan dengan siswa lain sekolah. Guru-guru sampai hafal benar dengan anak yang bernama Rasmin ( Pak Ras ). Setiap ulangan pasti menggunakan jurus jitunya alias cari contekan. Yang paling parah lagi, dia pernah didamprat oleh seorang ibu yang mengaku putrinya MBA (Marriage By Accident) karena ulahnya juga. Tapi nasib mujur selalu menghampirinya karena kekayaan yang dimiliki orang tuanya.”
“Lalu?” tanya Shaf penuh penasaran.
“Bapakku tidak melanjutkan ceritanya karena ponselnya berdering. Tapi sebelumnya Bapakku juga pernah bergumam bahwa Pak Ras memang beruntung. Selain nakal dan playboy kelas kakap, dia sangat bodoh. Tes seleksi penerimaan pegawai negeri saja sudah dia ikuti sampai lima kali sejak lulus dari salah satu Perguruan Tinggi swasta. Baru tahun 2012 ini dia nembus tes dan diangkat menjadi PNS da ditempatkan di sekolah kita. Entah faktor apa yang membuat dia bisa begitu.”
Setelah mengatakan semua itu, Shaf langsung beranjak dari kursinya dan pergi meninggalkan Tia sendirian di kantin. Tia terbengong-bengong melihatnya.
 “Kenapa sih dengan anak itu?” begitu pikirannya.
***
            Tidak bisa dipungkiri apa yang dikatakan oleh Shaf tempo hari cukup mengusik pikiran Tia. Terlebih ketika ia bertemu Pak Ras. Ia selau memperhatikan setiap gerak-geriknya. Tidak hanya di dalam kelas saja, ketika berada di luar kelas Pak Ras juga sering kali mencari waktu untuk mendekati Tia. Dan di suatu hari, Pak Ras memanggil Tia untuk membantunya. Pak Ras meminta bantuan Tia untuk mengangkat obat-obatan ke Ruang UKS. Teringat apa yang dikatakan Shaf tempo hari, Tia pun menolak dengan halus. Perbuatan yang Tia lakukan membuat kecewa Pak Ras. Tia pun bergegas pergi. Dia tidak mau berlama-lama berada di ruang ini karena takut Pak Ras berhasil membujuknya. Untung saja dia bisa lari, kalau tidak dia tidak tahu apa yang akan terjadi dengannya.
***
“Kau istirahat saja dulu di sini!”saran Shaf sambil memapah Tia ke UKS.
Tia tertatih-tatih berjalan ke ranjang dibantu oleh Shaf. Setelah dia bisa duduk di atas ranjang dia mengibas-ngibaskan lututnya yang terluka karena jatuh dari tangga sewaktu pelajaran olahraga. Menurut Tia, dia lebih senang tiduran di UKS daripada ikut pelajaran olahraga yang membuat capek. Setelah Shaf mengusapkan antiseptik yang dia temukan di kotak obat ke bagian yang terluka, Tia berkata :
“Tempat inilah saksi perbuatan bejat seorang guru kepada muridnya yang membuat masa depan muridnya hancur.”  kata Tia teringat dengan cerita Shaf.
“ Iya betul sekali itu.” sela Shaf. “Eh Tia, aku keluar dulu ya. Ntar kalau ada waktu aku ke sini lagi. OK.?”
“OK!” jawab Tia.
            Detik demi detik, menit demi menit dilewati oleh Tia sendirian. Sampai suatu saat dia mendengar suara pintu yang terbuka.
“Assalamu’alaikum.”
“Wa’alaikum salam, siapa di sana?” tanya Tia.
“Tenang, aku Pak Ras. Aku di sini hanya untuk menjengukmu. Saya mendengar dari anak-anak, kamu ada disini. Apa yang terluka?”
Jantung Tiapun hampir copot mendengar bahwa itu Pak Ras. Dia tidak bisa berkata apa-apa lagi. Setelah itu Pak Ras mendekati Tia dan melihat lukanya. Tanpa dia sadar, Pak Ras segera membius Tia sehingga Tia tak sadarkan diri.
“Nah, inilah kesempatanku untuk menikmatinya.” pikir Pak Ras.
Setelah selesai menikmati tubuh Tia yang tak berdaya, Pak Ras pun meninggalkan Tia dengan keadaan tak mengenakan selembar kain pun di sekujur tubuhnya. Tapi, disaat Pak Ras keluar dari UKS, dia kepergok oleh Jossy.
“Apa yang Bapak lakukan di UKS ini?” tanya Jossy.
Apapun yang kulakukan itu bukan urusanmusahut Pak Ras sambil berlari kecil dengan raut wajah yang panik.
Dengan penuh heran Jossy mencerna kata-kata Pak Ras tadi. Dia tidak tahu maksud perkataan Pak Ras. Hingga saatnya ketika Jossy masuk ke UKS, dia menemukan Tia dengan keadaan telanjang. Dia pun baru tahu maksud perkataan Pak Ras. Tanpa berpikir panjang, dia segera melapor kepada Kepala Sekolah. Sehari setelah itu, Pak Ras dipanggil dan diberhentikan dengan tidak hormat. Selain itu  Pak Ras juga dituntut oleh pihak kepolisian.
            Setelah beberapa jam, Tia pun baru sadar. Dia bingung dengan keadaannya sekarang. Dia pun bergegas berpakaian dan segera menemui Jossy. Jossy segera menceritakan semuanya. Tia pun menangis tiada henti sampai orang tuanya dipanggil ke sekolah. Orang tuanya pasrah dengan keadaan Tia yang sekarang. Sudah jatuh tertimpa tangga pula. Selain diperkosa oleh Pak Ras, Tia juga diputus oleh sang pacar tercinta. Jossy tidak mau mempunyai pacar yang sudah tidak suci lagi.
***
             Tiga hari berlalu, Tia belum juga larut dalam kesedihannya. Tia tidak tahu apa yang dapat dilakukannya di masa mendatang dengan keadaan seperti itu. Di dalam keheningannya, datanglah seorang laki-laki dengan membawa sepucuk surat.
            “Apakah benar ini rumah Tia?” tanyanya.
            “Ya pak, saya sendiri. Ada apa?”
            “Ini ada titipan surat dari bapak Kepala Sekolah.”
            “Kalau boleh tahu, isinya apa ,pak?”
            “Wah, maaf. Saya tidak tahu betul. Permisi.”
            Perasaan deg-degan menyelimuti tubuh Tia. Dia tidak tahu apa isi surat tersebut. Setelah dia baca, kabar buruk menimpanya. Dia dikeluarkan dari sekolah.
            Malam harinya, Tia memberitahukan isi surat itu kepada orangtuanya.
            “Umi, apakah aku boleh mencari sekolah yang baru?”
            “Mana mungkin ada sekolah yang menampung anak-anak hamil?”
            “Lalu bagaimana nasibku? Haruskah aku gugurkan kandunganku?”
            Dengan suara yang membentak Umi berkata, “Jangan! Kau sudah berdosa. Jangan menambah dosa lagi!”
            “Lalu apa yang harus kulakukan, umi?”
            “Tunggu sampai anakmu lahir!”
            “Apa!?”
***
            Selama sembilan bulan, Tia mendekam di rumahnya. Tia tak bisa berbuat apa-apa. Di tengah keheningan malam, terbangunlah dia. Dia segera mengambil air wudhu dan mengambil rukuh dan sajadah seraya menengadahkan kedua tangannya sambil berkata :
            “Pada siapa lagi aku bisa berbicara, sebelum ayam jantan berkokok, atau pun mengubah malam menjadi pagi. Biasanya aku hanya anak SMA yang polos, ceria, dan sekarang sepertinya aku hanyalah sebuah kotak kosong yang dipenuhi kesepian dan kesedihan.”
            “Ya, Allah. Tolonglah hambaMu yang hina dan penuh dosa ini. Tunjukkan jalan yang benar. Berilah kekuatan iman, kesabaran, dan petunjukMu. Jangan biarkan hambaMU ini terlarut dalam dosa. Ampuni segala kesalahan dan kekhilafan hamba. Ampuni segala dosa-dosa yang telah hamba perbuat. Ya Allah, Ya Rahman, Ya Rahim, Ya Ghofur. Amin
           
*the end*
           
“HIDUP MEMANG TAKDIR, TAPI BAGAIMANA MENYIKAPI TAKDIR ITULAH YANG SAYA SEBUT FILOSOFI HIDUP. MAKA DARI ITU GUNAKAN HIDUPMU SEBAIK - BAIKNYA “
-odvan dhodet-