Jumat, 26 September 2014

Nyanyian Sunyi

Sendiri termenung dalam kesenyapan senja
menatap kosong lurus ke depan…
Dalam kesendirian sepi mendekap erat
berteman malam dan seutas penyesalan
yang tak segera pergi…
Dia sendiri terpekur tegak dalam kepatuhan dan kepenatan
memendam harap dan bara yang sama-sama menyala…
Tak tahu apa yang dinanti
kecuali nyanyi sunyi yang kan datang
tanpa memberi sehelai kabar dari langit…
tanpa memberi tanda adanya petir yang segera menyambar….
sepi ini terus menemaninya
sendiri dengan tatapan tegak kedepan
seperti masih ada mimpi disana …
Nyanyi sunyi telah terlintas dikepalanya
walau masih menjadi tanya setelah didera
berbagai macam penyesalan yang terjadi… 
nyanyi sunyi makin terasa
ketika hidup makin beku
dan hati terus tenggelam dalam angan
yang telah berlalu…
Seharusnya dia tak sendiri…
seharusnya sang Dinda duduk mendampingi
 menanti akan datangnya mimpi dan nyanyi sunyi…
tapi dia sendiri lagi…
sendiri tanpa harap yang pasti
untuk bersama mengarungi lelah penatnya
menjalani hidup diiringi nyanyi sunyi...

Rabu, 24 September 2014

Kematian Itu Indah


Aku melihat kematian begitu indah
Bulat pucat purnama di langit yang gelap
Memenuhi rongga langit yang temaram dengan aroma dupa mistik yang misterius
Aku melihat kematian begitu indah
Lembut mengalir bening, membelai batu gamping warna krem yang berserak di dasarnya
Menciptakan riam-riam kecil
Membuat laju sepotong daun kering yang hanyut terguncang dan tertahan-tahan.
Lalu dengan sayap lembutnya, mengepak empuk dan terbang ringan melayang hampa.
Di tengah gurun tandus dia berkelana menunjukkan jalan pada setiap langkah pengelana yang tersesat
Gurun yang hanya menyisakan udara panas dan angin kuat berdebu
Yang menjelmakan hasrat liar dengan dominasi pada hidup
Bahkan hingga hari ini aku masih melihat kematian begitu indah
Tanpa harus ada darah yang tumpah dan nadi yang terkoyak
Tanpa harus ada tubuh yang tergantung kaku diatas kusen berdebu
Kematian melayang perlahan dan hinggap di lubuk kalbu yang mulai enggan untuk berdetak secara teratur
Hanya tubuh yang diam terbaring tenang
Seperti tidur panjang yang nyenyak dengan mimpi indah tanpa akhir
Dan kini keindahan itu memelukku
Menyergap lembut dari belakang dan mendekapku erat penuh hangat
Seperti kekasih yang menumpahkan segala rasa rindu
Ada tangisan bahagia dan kecupan rasa suka
Lalu kematian memasangkan kedua sayap mungilnya di belakang pundakku
Memberikan padaku mahkota bercahaya
Lingkaran bersinar yang melayang tepat diatas kepalaku
Aku seperti dewa matahari
Seperti dewa matahari badanku melayang ringan dan bercahaya penuh kharisma
Memendar dalam dingin dan udara yang tak berasa apa-apa
Aku melihat kematian sebagai serpihan dari puzzle yang harus dirangkai satu-persatu
untuk mendapatkan sebuah rupa yang utuh dan sempurna
Kematian maksimal
Kebebasan sejati
Dari rasa sakit

Kamis, 11 September 2014

Hari ku Telah Berlalu

Jiwa bathilku datang mengubur hati
Kebenaran yang hakiki semakin hancur
Dan terbentuklah keangkuhan jiwa
Menjebak antara ada dan tiada

Tlah kepersembahkan padamu matahari
Semua amarah ... semua nista yang hitam
Hingga aku terjatuh dalam genggaman murka
Tertunduk lusuh di akhir kepenatan

Teranglah langitku
Senyumlah oh tanahku
Kutahu kau tlah jemu
Hariku tlah berlalu
Beri aku keheningan